Setelah terlelap 13 hari, Siti Raisa Miranda kembali tidur panjang

0
1816

Siti Raisa Miranda, atau akrab dipanggil Echa, yang berusia 13 tahun, sudah tertidur sejak 9 Oktober lalu. Walau sempat bangun, kini dia kembali terlelap.

Mulyadi dan Lili -orang tua Echa- terus menemani anaknya yang tidur, yang diduga menderita sindrom Kleine-Levin atau biasa dijuluki ‘sindrom putri tidur’.

Echa tampak lelap saat teman-teman sekolahnya dari SMP Negeri 15 Banjarmasin datang berkunjung. Mereka memegang tangannya, membisiki telinganya, dan menyetel lagu favorit: berharap Echa bangun.

”Orangnya tidur lagi dari jam delapan pagi sampai sekarang. Padahal sempat dikira sembuh sudah,” kata Mulyadi, ayah Echa, kepada wartawan Smart FM Banjarmasin 101.1, Eva Rizkiyana.

”Soalnya tiga hari ini sudah bangun dan matanya tidak kosong lagi.”

Selama anaknya tidur panjang, Mulyadi dan istri memandikan dan memberi makan Echa dalam keadaan mata terpejam.

Tidak ada respon sama sekali selama 15 hari terakhir. Bahkan, saat Echa membuka mata pada Sabtu, 21 Oktober, dia tidak menunjukkan respon apapun, tanpa bicara dan juga tanpa gerakan sama sekali.

Echa hanya duduk diam dengan pandangan kosong namun, kata orangtuanya, ketika disuapi makan, gadis bertubuh kurus tinggi itu mau mengunyah.

”Untung mau makan, walau sedikit. Makanya pas dibawa ke rumah sakit kata dokter tidak perlu diinfus karena asupannya terjaga,” imbuh Mulyadi.

Sudah ketiga kali

”Ini sudah tidur yang ketiga kali. Yang pertama bulan Juni lalu berulang pada Juli, kemudian yang dua mingguan ini,” katanya saat wartawan berkunjung ke rumah keluarga ini di kawasan Jalan Pangeran, Banjarmasin Utara.

Keluarga sudah pernah membawa Echa berobat dan mengikuti serangkaian tes di Puskesmas hingga Rumah Sakit Anshari Saleh Banjarmasin. Termasuk Senin (23/10) lalu.

Echa kembali diperiksa oleh dokter untuk mengetahui kondisinya pascatidur panjang selama belasan hari.

Hasilnya? Berdasarkan hasil pemindaian CT scan, tidak ada kerusakan apapun. Saat diperiksa ke dokter syaraf, tidak ada kelainan yang ditemukan pada diri remaja perempuan tersebut – misalnya mutasi gen yang biasa terjadi pada penderita sindrom Kleine-Levin.

Mulyadi mengatakan, awalnya dia juga mengira anaknya menderita sindrom langka tersebut. Dia melihat ada beberapa gejala yang mirip, seperti tidur panjang, hilangnya respon, sampai perubahan sikap.

Namun, jika dilihat lagi, Mulyadi sangsi anaknya menderita sindrom tersebut sebab Echa masih mau makan dan hasil pemeriksaan tidak memperlihatkan adanya kelainan.

Saat dilakukan pemeriksaan kesehatan terakhir, Echa diresepkan berbagai obat syaraf oleh dokter yang diklaim mampu memunculkan efek gembira di otak. Pemberian obat diharap mampu membangunkan Echa dari tidur panjang. Akan tetapi setelah tidak ada respon apapun sejak pemberian obat, maka Mulyadi memutuskan menghentikan obat karena khawatir akan efek samping terhadap sistem syaraf putrinya.

Gejala awal

Menurut Mulyadi, kondisi putrinya berawal dari perubahan sikap pascakecelakaan di depan rumah, pada bulan September.

Echa, yang lahir di Banjarmasin pada 25 Desember 2004, pernah ditabrak motor dan langsung diobati oleh ayahnya. Saat itu tidak ada luka terbuka yang parah, kecuali benjol di kepala bagian belakang dan sakit di punggung. Echa langsung dibawa ke tukang urut untuk merawat sakit punggungnya, yang dikhawatirkan menimbulkan keseleo dan salah urat.

Menurut Mulyadi, Echa tidak mengeluh sama sekali. Bahkan Mulyadi sempat mengajaknya jalan-jalan. Seminggu kemudian perubahan drastis terjadi, Echa yang biasanya ceria sejak saat itu kehilangan gairah hidup. Padahal menurut orangtuanya tidak ada masalah di rumah maupun di sekolah.

”Tatapannya kosong, biasanya ada saja dia isengin adiknya. Ngomong ceplas-ceplos. Ini kadang seperti berhalusinasi melihat yang tidak-tidak,” ungkap Mulyadi.

Mulyadi juga sempat menjajal pengobatan non medis, dia mendatangkan paranormal untuk menyembuhkan halusinasi Echa – khawatir ada gangguan dari mahluk halus. Tetapi, sejauh ini tidak ditemukan apapun.

Meski sempat membaik, kondisi Echa cenderung parah hingga akhirnya tertidur panjang untuk pertama kalinya di bulan Juni.

Mulyadi menduga kecelakaan motor adalah penyebab utama kondisi Echa saat ini. Tapi dia tidak habis pikir mengapa pemeriksaan medis tidak mendeteksi kelainan apapun. Bahkan saat dirujuk ke psikiater, dokter sulit mendeteksi karena tidak ada respon apapun diperlihatkan oleh Echa. Semua tampak normal, kecuali durasi tidurnya yang kelewat panjang, hingga belasan hari.

Setelah Echa tidur panjang untuk ketiga kalinya, Mulyani semakin berat meninggalkan putrinya untuk bekerja di luar kota. Dia harus menempuh perjalanan kurang lebih satu jam dari Kota Banjarmasin untuk pergi ke kantor di Marabahan, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan.

Selama ditinggal bekerja, istrinya Lili rajin menstimulasi putri mereka supaya bangun dan beraktivitas seperti biasa.

”Biasanya Echa suka nyangi, selain nginsengin adiknya. Pernah juga dapat penghargaan dari sekolah di bidang menyanyi. Anaknya percaya diri dan sering latihan,” kata Mulyadi.

Sejak tidur panjang, otomatis pendidikan Echa di SMP Negeri 15 Banjarmasin ikut terbengkalai. Ayahnya harus memenuhi panggilan sekolah untuk menjelaskan kondisi Echa yang tidak bisa hadir menerima pelajaran. Dia juga harus menjelaskan secara terperinci apa yang terjadi kepada pihak sekolah dan menunjukkan bukti surat keterangan dari dokter.

Kini, tambah Mulyadi, sekolah sudah paham akan kondisi Echa dan akan membantu perawatan dengan mendatangkan psikiater.

Mulyadi berharap, tidur Echa kali ini tidak panjang. Supaya Echa bisa melanjutkan pendidikan dan mengejar ketertinggalan pelajaran.

Dokter dari Puskesmas setempat juga rutin memeriksa kondisi Echa guna memastikan asupan gizi dan fisiknya tetap baik.

Kapan Echa akan terbangun dari tidur panjangnya, tidak ada yang tahu.

Sumber : bbc.com