Tragedi Mei 1998 : Kenangan dua ibu yang kehilangan anaknya

0
1204

Kerusuhan Mei 13-15 Mei 1998, sejumlah pusat perbelanjaan di Jakarta dibakar -termasuk Yogya Plaza di kawasan Klender, Jakarta Timur- yang menyebabkan jatuhnya banyak korban.

Para korban dimakamkan secara massal di TPA Pondok Rangon Jakarta Timur dan sampai saat ini -20 tahun kemudian- keluarga korban masih rutin berziarah setiap tahunnya.

Ruminah masih ingat pada 13 Mei 1998, atau sehari sebelum kebakaran di Yogya Plaza, Gunawan Subyanto -anak ketiganya- merengek minta dibelikan celana, baju dan peci untuk mengaji.

“Warnanya putih ya, ma, buat ngaji sama ustad Uung kata Gunawan,” ujar Ruminah.

Ibu lima anak pun bergegas ke Pasar Klender untuk membeli baju dan celana untuk putranya. Saat itu situasi di sejumlah tempat di Jakarta lengang, kerusuhan mulai terjadi di sejumlah tempat dan banyak toko-toko tutup.

KTP Eten

Udah sepi banget waktu itu, tapi untung saya dapat celana putih untuk Gunawan, wah dia seneng banget,” kata Ruminah.

Sore sepulang mengaji, Gunawan meminta agar celana dan baju putihnya tidak dicuci.

“Seneng banget pulang menngaji ketawa loncat-loncat, katanya jangan dicuci ya ma besok sore mau dipake lagi, baru sekali dipake masih wangi,” kata dia.

Ruminah menyimpan baju dan celana putih milik Gunawan di dalam laci plastik berwarna biru.

Kamus milik Eten Karyana

“Dia pake sekali doang,” cerita Ruminah tentang celana putih milik Gunawan itu yang masih disimpan di Kantor Komnas Perempuan.

Esoknya, pada 14 Mei 1998, Ruminah mengetahui adanya kerusuhan di sekitar Yogya Plaza dari Gunawan. Dia khawatir salon miliknya yang berada di kompleks pusat perbelanjaan itu akan dijarah orang.

Ruminah bergegas menuju Yogya Plaza yang tak jauh dari kediamannya di Kampung Jati.

“Saat itu Gunawan ikut mau bantu saya beres-beres dan tutup salon, saya udahbilang jangan ikut tapi dia memaksa,” jelas Ruminah.

Sampai di Yogya Plaza, Ruminah melihat salonnya berantakan dan banyak barang yang hilang. Dia pun memutuskan untuk kembali ke rumah. Namun saat itu pusat perbelanjaan sudah dipenuhi banyak orang membuat Ruminah sulit untuk keluar.

“Banyak sekali orang, lalu saya ditabrak orang, lalu pingsan, bangun-bangun udahjam empat, lampu-lampu mati sudah gelap sekali, udah bau asap juga,” Ruminah pun bergegas keluar dan mencari anak laki-lakinya yang baru saja lulus SD.

Monumen peringatan

“Orang-orang pada lari, saya diinjek juga, bagian belakang salon saya sudah kebakar, saya mau masuk lagi mau cari Gunawan, udah ga bisa, anak saya enggak pulang sampai sekarang,” ungkap Ruminah.

Tak lama setelah Ruminah keluar dari komplek pusat perbelanjaan, dia mendengar suara ledakan dari dalam gedung.

‘Dia punya cita-cita jadi pelukis’

Tetangga Ruminah, Binari Sinaga, juga kehilangan anaknya Rinawati Tampubolon (15 tahun) di Yogya Plaza, Klender. Saat peristiwa terjadi Binari sedang berjualan di Pulo Gadung.

“Sampai di rumah sore, saya lihat anak saya tidak ada, saya tanya tetangga ‘hei kau liat si Rina’, katanya diajak sama temannya ke Yogya Plaza,” kata Binari.

Binari berupaya mencari anaknya sampai ke RSCM namun tak ditemukan jasadnya.

“Yang mengajak dia ditemukan dari kalungnya, tapi Rina tidak,” kata Binari.

Ruminah

Dia membayangkan, jika saja anaknya masih hidup sampai 20 tahun ini, Rina akan menjadi pelukis.

“Dia punya cita-cita jadi pelukis, gambarnya bagus sekali.”

‘Tolong buka pintunya, mama!’

Dalam kerusuhan 13-15 Mei, berbagai lokasi menyebabkan 1.190 orang tewas terbakar/dibakar dan 27 orang akibat senjata tajam/ sebab lainnya, menurut catatan Tim Relawan, seperti disampaikan dalam Seri Dokumen Kunci, Laporan Akhir Tim Gabungan Pencari Fakta.

Ruminah masih ingat ketika berupaya keluar dari Yogya Plaza dia melihat banyak sekali orang berteriak bakar.

“Jam lima kita bakar, mereka teriak begitu, mereka pake celana pendek blue jeansyang dibawahnya kliwir-kliwir, enggak pake baju,” kata dia.

Selain itu, dia juga melihat banyak orang dikurung di dalam pertokoan yang pintunya dikunci.

“Saya dengar teriakan orang-orang meminta tolong sampai gedor-gedorrolling door, ‘tolong buka-buka mama tolong ibu pintunya’ tapi saya lihat pintunya digembok, saya bingung gimana mau nolong,” ungkap Ruminah.

Setelah 20 tahun berlalu, Ruminah masih sering mengingat teriakan mereka.

“Kalau lagi tidur saya suka mimpi dengar kebisingan orang teriak-teriak minta tolong, kalau udah kayak gitu saya minum obat”.

Ruminah

‘Stigma penjarah’

Di Kampung Jati, selain anak Ruminah dan Binari, ada sejumlah orang juga yang menjadi korban dalam kebakaran Yogya Plaza.

Namun, setelah kerusuhan orang-orang yang selamat dari tragedi tersebut dan keluarga korban seringkali mendapatkan stigma sebagai penjarah.

Binari mengatakan pernah ada permintaan untuk mengumpulkan barang-barang dari pusat perbelanjaan tersebut.

Lha gimana mau mengembalikan, anakku saja tak kembali dan dia ke sana diajak untuk nonton,” kata Binari kesal.

Celana Gunawan

“Disangka mau jarah, lha saya ‘kan punya salon di sana malah punya saya yang diambilin, anak saya juga meninggal,” ujar Ruminah.

Beberapa hari setelah kerusuhan, bahkan diumumkan agar tidak menyampaikan detail peristiwa ke orang-orang lain.

“Makanya saya waktu ditanya Tim Relawan, atau yang dari Komnas itu saya enggak ngomong banyak, abis takut,” kata Ruminah.

Baru belakangan dia menyadari itu merupakan bentuk intimidasi bagi keluarga korban agar tidak mengungkapkan kesaksian mereka.

Setelah 20 tahun berlalu, Ruminah dan Binari berharap peristiwa kebakaran dan agar yang menghilangkan nyawa anak-anak mereka tidak terulang kembali.

“Mau ganti presiden 10 kali kek mau ganti pemerintah berapa puluh kali, asal jangan merugikan rakyat, kasihan rakyat kita yang kayak gini ‘kan hidupnya kesiksa batin,” kata Ruminah.

Sumber : bbc.com