Tren ponsel lipat model clamshell yang populer pada tahun akhir 90-an dan awal 2000 diperkirakan bakal kembali. Pasalnya, Samsung dikabarkan tengah mengembangkan ponsel lipat dengan model tersebut.

Ponsel lipat clamshell Samsung ini kabarnya bakal lebih tipis dari Fold. Sebab, ponsel ini tak memiliki layar tambahan di luar. Samsung juga berencana untuk menambahkan fitur pemindai sidik jari (in-display fingerprint) di layar di ponsel-ponsel ini. Ponsel ini rencananya akan meluncur akhir tahun ini atau awal 2020.

Tapi, Samsung tidak hanya mengembangkan ponsel lipat model clamshell, Samsung juga disebut tengah mengembangkan satu model ponsel lipat lainnya. Layar dari ponsel lipat anyar ini disebut bakal bisa ditekuk ke belakang seperti Mate X milik Huawei. Sebab, saat ini Galaxy Fold hanya bisa ditekuk hingga 180 derajat saja.

Sebelumnya, Motorola juga sempat dikabarkan akan membuat ponsel dengan model serupa dengan mengusung tipe Razr yang dulu sempat populer.

Selain dua pemanufaktur ini, Oppo, Xiaomi, dan Vivo juga tengah mengembangkan ponsel serupa. Sementara Huawei baru saja mengumumkan ponsel lipat, Mate X, di ajang MWC 2019.

Dalam sebuah video bocoan yang muncul Januari lalu, tampak kalau Xiaomi tengah menyiapkan ponsel dengan layar yang bisa dilipat menjadi tiga bagian. Ponsel yang bisa dilipat tiga seperti hufuf Z juga kabarnya tengah dikembangkan oleh Motorola.

[Gambas:Youtube]

“Tidak ada yang tahu desain (ponsel lipat) yang ideal,” jelas Bryan Ma, Wakil Presiden Penelitian Perangkat di IDC, seperti dilaporkan Bloomberg, Rabu (6/3). “Ini adalah waktunya bereksperimen. Banyak dari rancangan ini yang tak akan berhasil, tapi para pemain industri akan belajar banyak hal berharga.”

Meski tengah menjadi tren, namun harga ponsel lipat ini bisa dibilang tergolong mahal. Ponsel lipat Motorola Razr itu diperkirakan akan dijual US$1.500 (sekitar Rp21 juta; kurs Rp14.056).

Harga ini sedikit lebih murah dari Harga Mate X yang dibanderol Rp36,5 juta (2.299 euro; kurs 1 euro=Rp15.891,28). Sementara Galaxy Fold dilabeli Rp27,7 juta (US$1.980).

Dengan harga yang demikian tinggi, ponsel-ponsel ini sepertinya hanya akan menjadi konsumsi para early-adopter dan tidak akan menjadi barang yang digunakan banyak orang dalam beberapa tahun nanti, seperti ditulis The Next Web.