Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menguji sistem peringatan dini gempa bumi untuk kebutuhan mitigasi dan mengurangi risiko bencana. Sistem peringatan dini gempa bumi atau Indonesia Earthquake Early Warning System (InaEEWS) ini akan menyajikan informasi lebih dini sebelum gempa kuat melanda suatu kawasan.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati menerangkan uji coba sistem ini berdasarkan fenomena gempa yang kian kompleks dan tidak pasti.

Dwikorita juga mengatakan saat ini pihaknya merasa tidak cukup hanya dengan memberikan informasi paramater gempa bumi yang disebarkan sesaat setelah terjadi guncangan.

“Sistem ini tidak saja bermanfaat bagi masyarakat agar dapat bertindak lebih cepat menyelamatkan diri, tetapi juga dapat mengamankan objek vital berbasis respon instrumen. Sistem transportasi cepat, MRT, penerbangan dan industri penting dapat dinon-aktifkan seketika (shut down), beberapa detik lebih awal sebelum gempa menimbulkan guncangan dan kerusakan,” terangnya dalam keterangan resmi yang diterima CNNIndonesia.com, Kamis (15/8).

Kendati bisa memberi peringatan dini, Dwikorita menegaskan sistem ini bukan bertujuan untuk meramal kapan terjadinya gempa besar.

Sistem ini akan bekerja dengan memberi peringatan kepada masyarakat kemungkinan terjadi gempa kuat dalam hitungan detik. BMKG beranggapan peringatan dini gempa, kendati dalam hitungan detik tergolong sangat berarti untuk menyelamatkan jiwa dari kecelakaan fatal.

Rahmat Triyono, kepala pusat gempa dan tsunami BMKG menerangkan konsep dasar sistem EEWS menggunakan ‘end to end system’ yang mampu memberi peringatan dini gempa kuat.

EEWS mencakup tiga siste yakni monitoring yang mendeteksi gempa bumi di hulu, pengolahan data secara cepat, dan sistem diseminasi penyebarluasan informasi atau peringatan dini di hilir untuk menyasar masyarkat beserta saran untuk menyelamatkan diri.

Data yang masuk akan otomatis diolah dan hasilnya akan disebarkan ke penerima yang ada di stakeholder atau melalui aplikasi mobile, penerima 9receiver ini juga dapat dipasang pada objek vital seperti kereta cepat, MRT, industri vital, pusat keramaian (mall), dan area pemukiman dan perkantor

“Konsep ini bekerja dengan memanfaatkan selisih waktu tiba gelombang P (pressure) yang datang lebih awal dan gelombang S (shear) yang datang beberapa detik kemudian. Setiap terjadi gempa bumi, gelombang P akan tiba di sensor lebih awal selanjutnya dalam beberapa detik kemudian tiba gelombang S yang sifatnya destruktif/merusak,” jelas Rahmat.

Ia menerangkan ketika terjadi gempa, makan sensor EEWS akan merekam datangnya gelombang P. Sistem akan spontas menginformasikan estimasi tingkat guncangan yang mungkin terjadi dan waktu kedatangan gelombang S. Rencananya 19 unit sensor EEWS akan dipasang di wilayah Banten, Sumatera Barat, Lampung, Jawa Barat, dan Banten. Apabila uji coba sistem berhasil, maka rencananya akan dikembangkan secara masih ke seluruh Indonesia.