Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan Bersumpah Melanjutkan Operasi Militer di Suriah Utara

0
665

Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, bersumpah melanjutkan operasi militer di Suriah utara sampai terwujud apa yang ia sebut sebagai “zona aman”.

Tentara Turki dan pemberontak Suriah melancarkan operasi untuk menumpas milisi Kurdi dari kawasan perbatasan sejak pekan lalu setelah tentara Amerika Serikat ditarik.

Pemerintah Turki menganggap milisi Kurdi sebagai kelompok teroris.

“Operasi ini berlanjut sampai kami bergerak di garis sepanjang 30-35 kilometer dari Manbij ke perbatasan Irak, seperti yang kami telah sampaikan. Tak akan ada keraguan … tak ada kemungkinan lain (dari rencana kami),” kata Presiden Erdogan, saat berpidato di parlemen di Ankara, hari Rabu (16/10).

Presiden Erdogan juga mengatakan ia akan bertemu dengan wakil presiden Amerika Serikat, Mike Pence, hari Kamis (17/10), meski tadinya mengatakan tak akan menemuinya.

Dalam wawancara dengan Sky News hari Rabu, Erdogan mengatakan, “Saya berdiri tegak. Saya tak akan menemui mereka (Wapres Pence dan Menlu Mike Pompeo). Saya hanya berbicara jika Trump datang.”

AS menjatuhkan sanksi terhadap dua kementerian Turki dan tiga pejabat senior pemerintah sebagai respons atas serangan militer ke Suriah utara.

Menteri Keuangan AS, Steven Mnuchin, mengatakan sanksi-sanksi yang diberikan “sangat kuat” dan punya dampak berat terhadap ekonomi Turki.

Menurut Wapres Pence, Presiden Trump telah menelepon Presiden Erdogan guna mendesak gencatan senjata sesegera mungkin.

Pada perkembangan lain, Rusia menyatakan tidak akan membiarkan bentrokan antara pasukan Turki dan Suriah, tatkala Turki melancarkan serangan di Suriah utara.

“Ini tidak bisa diterima … dan karena itu kita tidak akan membiarkannya, tentu saja,” kata utusan khusus Moskow untuk Suriah, Alexander Lavrentyev.

Penarikan pasukan AS dari wilayah, yang diumumkan pada pekan lalu, memberi Turki “lampu hijau”, kritik para pengamat.

Rusia adalah sekutu militer utama pemimpin Suriah Bashar al-Assad.

Kementerian pertahanan Rusia mengatakan pasukannya, yang telah dikerahkan di Suriah sejak 2015, berpatroli di sepanjang “garis kontak” antara pasukan Suriah dan Turki.

Kemudian pada Selasa (15/10), Pentagon mengatakan jet-jet tempur F-15 dan helikopter tempur Apache telah dikerahkan dalam unjuk kekuatan terhadap pasukan yang disokong Turki, yang telah mendekati pasukan darat AS di dekat kota Ain Issa di Suriah.

Para pejuang yang didukung Turki telah melanggar perjanjian untuk tidak mengancam pasukan AS, kata seorang pejabat militer.

Apa yang dikatakan utusan Rusia untuk Suriah?

Selama kunjungan ke Uni Emirat Arab, Lavrentyev menyebut serangan Turki “tidak bisa diterima”.

Ia mengatakan bahwa berdasarkan perjanjian sebelumnya, Turki hanya boleh masuk sejauh 5-10 km ke Suriah – jauh lebih kecil dari “zona aman” yang diinginkan Ankara – dan bahwa Turki tidak berhak untuk mengerahkan pasukannya di Suriah secara permanen.

Suriah melakukan kontak dengan Turki untuk menghindari konflik, ujarnya.

Lavrentyev juga menegaskan bahwa Rusia telah menjadi penengah untuk membantu membuat kesepakatan antara Kurdi dan Damaskus yang memungkinkan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin Kurdi menyerahkan wilayah kepada pasukan pemerintah Suriah dengan imbalan dukungan militer.