Kapas Asal Xinjiang yang Dijual Ke Merek-Merek Fesyen Terkenal Memicu Kekhawatiran akan Klaim ‘Kerja Paksa’ Uighur

0
639

Merek-merek ritel fesyen dunia diawasi secara ketat terkait dengan pasokan kapas yang berasal dari Xinjiang, sebuah daerah di China yang berulang kali dituduh melakukan pelanggaran HAM.

China adalah salah satu produsen kapas – bahan baku katun – terbesar di dunia dan sebagian besar di antaranya berasal dari Xinjiang.

Sejumlah kelompok HAM mengatakan bahwa masyarakat minoritas Muslim Uighur di Xinjiang dipersekusi dan direkrut untuk menjalani kerja paksa.

Banyak merek fesyen dunia yang diduga secara tidak langsung mengambil produk kapas dari Xinjiang yang terletak di sisi barat China.

Peritel Jepang, Muji dan Uniqlo, baru-baru ini menarik perhatian setelah sebuah laporan menyoroti langkah keduanya yang menjadikan kisah bahan katun asal Xinjiang sebagai kunci penjualan dalam iklan mereka.

H&M, Esprit dan Adidas merupakan beberapa perusahaan yang disebut berada di ujung rantai suplai produk kapas dari Xinjiang, menurut hasil investigasi Wall Street Journal.

“Anda tidak dapat memastikan bahwa Anda tidak memiliki unsur kerja paksa dalam rantai pasokan Anda, jika Anda berbisnis kapas di China,” kata Nathan Ruser, peneliti Institut Kebijakan Strategis Australia.

“Tenaga kerja Xinjiang dan apa yang hampir bisa dipastikan sebagai kerja paksa sangatlah mengakar di dalam rantai pasokan yang ada di Xinjiang.”

Apa yang terjadi di Xinjiang?

Tenaga ahli PBB dan kelompok-kelompok HAM mengatakan bahwa China menahan lebih dari satu juta warga Uighur dan kelompok minoritas etnik lainnya di sejumlah kamp detensi yang luas.

Kelompok-kelompok HAM juga mengatakan bahwa mereka yang berada di dalam kamp dipaksa mempelajari bahasa Mandarin, bersumpah setia kepada Presiden Xi Jinping, dan mengkritisi atau melepaskan keyakinan mereka.

China mengatakan bahwa mereka justru mendatangi “pusat-pusat pelatihan vokasi” yang memberi mereka pekerjaan dan membantu mereka berintegrasi ke dalam masyarakat China, atas dasar pencegahan aksi terorisme.

Apa yang diproduksi di Xinjiang?

Daerah Xinjiang adalah pusat utama produksi kapas – bahan baku katun – China.

China memproduksi sekitar 22% pasokan kapas dunia, menurut laporan dari Center for Strategic and International Studies (CSIS).

Tahun lalu, 84% kapas China berasal dari Xinjiang, ungkap laporan tersebut.

Hal itu meningkatkan kekhawatiran tentang ada-tidaknya kerja paksa yang diberlakukan dalam proses produksi kapas dari daerah tersebut.

Nury Turkel, direktur Proyek Hak Asasi Manusia Uighur di Washington, mengatakan bahwa masyarakat Uighur “ditahan dan disiksa” serta “digiring ke dalam sistem kerja paksa yang luas” di Xinjiang.

Dalam testimoninya di hadapan kongres AS, ia mengatakan bahwa menjadi “semakin sulit untuk mengabaikan fakta” bahwa bahan baku yang diproduksi di daerah tersebut “kemungkinan besar” dibuat dengan sistem kerja paksa.

Merek apa saja yang menggunakan kapas Xinjiang?

Amy Lehr, direktur Inisiatif HAM CSIS, mengatakan bahwa dalam banyak kasus perusahaan-perusahaan Barat tidak secara langsung membeli bahan baku dari pabrik-pabrik di Xinjiang.

“Alih-alih, produk itu mungkin melalui sejumlah tahapan transformasi setelah meninggalkan Xinjiang sebelum akhirnya dikirim ke merek-merek raksasa Barat,” katanya.

Beberapa di antaranya, seperti Muji, sangat terbuka terkait asal-usul bahan baku yang berasal dari Xinjiang.

Salah satu iklan mereka menawarkan kemeja pria yang “lembut dan bisa bernapas” yang terbuat dari bahan katun organik “yang dipilih dengan keahlian tinggi dan sepenuhnya di Xinjiang”.

Merek fesyen asal Jepang lainnya, Uniqlo, juga menggembar-gemborkan daerah Xinjiang dalam iklan mereka yang menawarkan koleksi kemeja pria.

Dalam deskripsi kemeja tersebut, iklan itu menyatakan bahwa kemeja-kemeja itu terbuat dari katun Xinjiang yang “terkenal dengan kualitasnya yang luar biasa baik”.

Referensi itu kemudian dihapus dari iklan “mengingat kompleksitas masalah ini”, menurut juru bicara Uniqlo.

“Uniqlo tidak memiliki mitra produksi yang terletak di kawasan Xinjiang. Terlebih, mitra produksi Uniqlo harus berkomitmen pada peraturan perusahaan kami yang ketat.

“Sepengetahuan kami, hal ini mengartikan bahwa bahan baku katun kami berasal dari sumber yang etis,” ujar juru bicara itu kepada BBC.

Menurut laporan Wall Street Journal yang berfokus pada para pekerja di sebuah pabrik yang dioperasikan oleh Huafu Fashion di Aksu, Xinjiang, benang yang dibuat di wilayah tersebut ada dalam rantai pasokan sejumlah merek ritel internasional termasuk H&M, Esprit, dan Adidas.

Banyak di antara perusahaan tersebut yang mempelajari tuduhan itu, termasuk mereka yang tidak terkait secara jelas dengan pabrik Huafu.

Dalam pernyataannya kepada BBC, Adidas menyatakan: “Meskipun kami tidak memiliki hubungan kontrak dengan Huafu Fashion Co., atau pengaruh langsung apa pun dengan entitas bisnis ini maupun anak perusahaannya, kami tengah menyelidiki klaim-klaim tersebut.”

“Kami menyarankan pemasok bahan baku kami untuk tidak melakukan pemesanan dengan Huafu hingga kami selesai melakukan investigasi itu,” kata juru bicara Adidas.

Esprit, yang juga tidak secara langsung memasok bahan baku katun dari Xinjiang, mengatakan bahwa mereka telah melakukan sejumlah penyelidikan awal tahun ini.

“Kami menyimpulkan bahwa sejumlah kecil kapas dari pabrik Huafu di Xinjiang digunakan dalam pakaian Esprit dalam jumlah terbatas,” kata perusahaan itu dalam sebuah pernyataan.

Mereka lantas menginstruksikan seluruh pemasok bahan baku untuk tidak memesan benang Huafu dari Aksu, menurut pernyataan yang sama.

H&M mengatakan bahwa mereka tidak memiliki “hubungan bisnis baik secara langsung maupun tidak langsung” dengan pabrik pakaian manapun di daerah Xinjiang.

“Kami memiliki hubungan bisnis tidak langsung dengan unit pemintalan Huafu di Shanyu, yang mana tidak terletak di daerah Xinjiang, dan menurut data kami, sebagian besar benang yang digunakan untuk produksi pakaian kami berasal dari unit pemintalan ini,” kata juru bicara H&M.

“Karena kami punya hubungan bisnis tidak langsung dengan pemasok benang Huafu, kami juga meminta akses ke fasilitas pemintalan mereka di Aksu. Investigasi kami menunjukkan tidak adanya kerja paksa.”