Karyawati Kedutaan Swiss yang Mengaku Diculik dan Diperkosa Ditangkap Kepolisian Sri Lanka

0
548

Kepolisian Sri Lanka menangkap seorang karyawati Kedutaan Swiss di Kolombo, yang mengaku telah diculik, mengalami pelecehan seksual, dan dipaksa untuk mengungkapkan informasi.

Sejumlah pejabat pemerintah Sri Lanka menuduhnya membuat tuduhan palsu.

Perempuan itu mengaku diculik pada 25 November – sehari setelah seorang perwira tinggi Kepolisian Sri Lanka dilaporkan mencari suaka di Swiss.

Perwira yang bersangkutan sebelumnya menyelidiki dugaan sejumlah pembunuhan bermotif politik saat presiden yang baru saja terpilih, Gotabaya Rajapaksa, masih menjabat sebagai menteri pertahanan.

Swiss memanggil duta besar Sri Lanka pada saat dugaan penculikan terjadi dan menuntut dilakukannya penyelidikan.

Apa yang diduga terjadi pada perempuan itu?

Para pejabat Swiss mengatakan sejumlah pria tak dikenal menahan perempuan itu bulan lalu dan memaksanya untuk “mengungkapkan informasi terkait kedutaan”.

Mereka mengatakan “serangan itu sangat serius dan tidak dapat diterima terhadap salah satu perwakilan diplomatik dan karyawannya”.

Presentational white space

Para penculik diduga memaksanya membuka data di dalam ponselnya, yang berisi informasi tentang orang-orang Sri Lanka yang baru-baru ini mencari suaka di Swiss, serta nama-nama orang Sri Lanka yang membantu mereka melarikan diri dari negara itu karena khawatir akan keselamatan mereka setelah Gotabaya Rajapaksa terpilih menjadi presiden, tulis New York Times.

Perempuan itu kemudian diinterogasi selama beberapa hari oleh polisi dan menjalani tes medis.

Kejaksaan Agung mengatakan kepada badan reserse kriminal kepolisian pada Senin (16/12) bahwa tidak ada bukti yang mendukung klaim perempuan itu bahwa dia telah diculik atau mengalami pelecehan seksual, lapor kantor berita Associated Press.

Rajapaksa mengatakan, dugaan penculikan itu “benar-benar palsu”.

“Bukti yang tak terbantahkan seperti laporan Uber, percakapan telepon, dan rekaman CCTV menunjukkan fakta ini. Pejabat kedutaan pasti dipaksa oleh beberapa pihak yang berkepentingan untuk membawa saya dan pemerintah saya ke dalam kehancuran. Tidak jelas mengapa para terduga korban bertindak sedemikian rupa,” kata Rajapaksa kepada duta besar Swiss, menurut kantor kepresidenan.

Pada Senin (16/12), Kementerian Luar Negeri Swiss (FDFA) mengkritik yang mereka sebut “kurangnya proses hukum dalam kasus ini”.

“Secara khusus, FDFA mengkritik interogasi 30 jam selama tiga hari (pada karyawan perempuan itu) meskipun ia dalam kondisi kesehatan yang buruk dan pernyataan pejabat senior Sri Lanka yang mempertanyakan pengakuan perempuan itu sebelum investigasi selesai,” sebut FDFA dalam sebuah pernyataan.

Kemenlu Swiss meminta otoritas hukum Sri Lanka “memastikan perlindungan yang lebih baik atas hak-hak pribadi karyawannya dalam setiap proses lebih lanjut, dan kepatuhan terhadap hukum nasional dan standar internasional”.

Duta Besar Swiss di Kolombo dikabarkan telah bertemu Rajapaksa pada hari Senin untuk membahas kasus tersebut.

Apa latar belakang insiden itu?

Perwira tinggi kepolisian Sri Lanka, Nishantha Silva, telah meninggalkan Sri Lanka bulan lalu. Pria yang sebelumnya menjabat kepala unit investigasi kejahatan terorganisir pada badan reserse kriminal kepolisian Sri Lanka itu dilaporkan mencari suaka di Swiss.

Ia diyakini mengkhawatirkan keselamatannya setelah Rajapaksa terpilih sebagai presiden.

Rajapaksa, mantan menteri pertahanan pada masa perang sipil Sri Lanka, dituduh melakukan pelanggaran HAM. Ia sendiri sudah membantah tuduhan itu.

Silva sendiri terlibat dalam penyelidikan resmi terhadap tuduhan pidana beberapa orang, termasuk Rajapaksa. Namun, informasi ini juga dibantah Rajapaksa.

Tuduhan tersebut berkaitan dengan masa pemerintahan saudara Rajapaksa, Mahinda, yang menjadi presiden sejak 2005 hingga 2015.

Mahinda, yang merupakan tokoh kunci dalam kampanye pemilihan Gotabaya Rajapaksa, kini ditunjuk sebagai perdana menteri.

Keluarga Rajapaksa adalah salah satu keluarga yang paling kuat di Sri Lanka.

Para pendukung mereka memuji Gotabaya Rajapaksa karena memainkan peran penting dalam menghancurkan pemberontak separatis Macan Tamil dan mengakhiri perang saudara yang telah lama berlangsung di Sri Lanka pada 2009, ketika ia menjadi menteri pertahanan.

Lawan politik mereka khawatir bahwa kembalinya dinasti itu bisa memicu tindakan keras bagi orang yang mengkritik pemerintahan.