Bayi, Ibu, dan Perawat Tewas Dalam Serangan Bersenjata di Afghanistan

0
590

Serangan bersenjata terhadap rumah bersalin di Kabul pekan ini – yang menyebabkan kematian bayi, ibu dan perawat – mengejutkan, termasuk bagi para wartawan yang berpengalaman meliput konflik di Afghanistan.

“Bagi saya, sebagai orang Afghanistan yang telah meliput perang dan tragedi, kejadian ini mengejutkan,” kata Meena Baktash, editor senior di BBC Afghan Service.

“Kita tidak pernah mati rasa.”

Ia telah meliput perang di Afghanistan selama puluhan tahun dan meskipun puluhan ribu orang, sebagian besar warga sipil, terbunuh dalam konflik, kejadian pekan ini merupakan peristiwa yang sangat menyedihkan.

Dua puluh empat orang terbunuh, termasuk bayi-bayi yang baru lahir, para ibu dan juga perawat, dalam serangan bersenjata di rumah sakit bersalin Dasht-e-Barchi di ibu kota Afghanistan, Kabul.

Setidaknya 16 orang lainnya mengalami luka. Sejauh ini belum ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas serangan pada Selasa itu (12/05).

Meena Baktash dan timnya di BBC baik yang berkantor di London maupun Kabul memusatkan liputan mereka pada serangan itu. Rekaman gambar yang muncul amat menyedihkan.

“Ada foto seorang tentara yang mengingatkan saya pada gambar seorang bocah yang diselamatkan ke darat, seorang pengungsi, [Alan Kurdi],” katanya.

“Rekaman yang saya lihat, seorang tentara membopong bayi dan membawanya ke ambulans…

“Tidak mudah untuk membicarakan hal itu.”

Serangan di Kabul dilancarkan pada Selasa pagi dan warga setempat mengaku mendengar dua ledakan dan disusul bunyi tembakan.

Seorang dokter yang berhasil melarikan diri selama serangan itu mengatakan kepada BBC bahwa ada sekitar 140 orang yang berada di rumah sakit saat orang-orang bersenjata menyerang.

Pasukan khusus Afghanistan menyelamatkan 100 orang perempuan dan anak-anak, kata para pejabat kepada BBC.

Bertumpahan darah

Tiga orang penyerang, yang dilaporkan mengenakan seragam polisi, semuanya dibunuh oleh petugas keamanan setelah terjadi baku tembak selama berjam-jam.

“Kita tidak tahu apa yang ada di benak orang-orang yang menyerang rumah sakit bersalin dan membunuh sejumlah ibu dan bayi. Saya tidak mengerti,” ungkap Baktash.

Tak lama setelah serangan di rumah sakit bersalin di Kabul, muncul berita lain tentang seorang pengebom yang membunuh sedikitnya 32 orang dalam acara pemakaman di kota Nangarhar, di wilayah timur Afghanistan.

Kelompok yang menyebut diri Negara Islam atau ISIS mengatakan berada di balik serangan pemakaman komandan polisi di Nangarhar yang dihadiri oleh ribuan orang tersebut.

“Remaja, pemuda terbunuh di masjid,” jelas Baktash.

“Tiba-tiba seluruh negeri bertumpahan darah. Saya tahu ini adalah masa yang sulit bagi semua orang, tetapi Selasa itu adalah hari yang seram.”

Awal tahun ini, sebetulnya muncul secercah harapan di Afghanistan, ketika Amerika Serikat dan kelompok militan Taliban meneken perjanjian penarikan pasukan Amerika.

Tetapi perundingan antara pemerintah Afghanistan dan Taliban gagal karena terganjal dengan pembebasan tahanan, dan kekerasan terus terjadi.

Perdamaian tampak jauh dari harapan, bahkan sebelum serangan pada Selasa itu.

“Kita tidak boleh membiarkan orang lupa,” kata Baktash. “Kita harus menarik perhatian orang terhadap masalah ini.

“Masalah penyerangan terhadap rumah sakit bersalin dan pembunuhan terhadap ibu-ibu dan perawat dan bayi yang baru lahir…itu terlalu menyedihkan.

“Ketika kita berbicara dengan warga di Kabul, mereka berputus asa. Tidak ada akhirnya.”

Taliban menyatakan tidak terlibat dalam serangan di rumah sakit Dasht-e-Barchi, tetapi Presiden Ashraf Ghani mengatakan kelompok militan itu mengabaikan seruan agar menghentikan kekerasan dan memerintahkan serangan terhadap mereka.

Pandemi virus corona menambah persoalan dan kekhawatiran yang dialami oleh warga Afghanistan dalam situasi yang sudah sulit.

Bahkan sebelum terjadi pandemi, banyak orang kesulitan mencari pekerjaan.

“Afghanistan adalah salah satu negara yang paling rentan di dunia,” jelas Baktash.

“Mengenai kemiskinan… kita tidak punya data statistiknya.”

Selain serangan terhadap rumah sakit bersalin dan pemakaman, di hari yang sama juga terjadi serangan udara oleh pasukan Amerika Serikat di Provinsi Balkh, lapor media setempat. Sedikitnya 10 orang terbunuh dan banyak lainnya luka.

“Berita dari media lokal (pada Selasa) bagaikan siksaan. Berita dimulai dari serangan rumah sakit, disusul dengan serangan bunuh diri di wilayah timur,” jelas Baktash.

“Lalu muncul berita tentang serangan udara di wilayah utara.”

“Ini tidak hanya satu berita. Ketika meliput Afghanistan, tidak ada berita yang positif.

“Kita ingin menutup telinga dan mata dan menjauh dari berita.

“Tetapi wartawan tidak dapat melakukan itu. Kita harus melaporkan apa yang terjadi.”