Genap setahun pandemi COVID-19 melanda dunia. Indonesia sebagai negara yang kaya akan rempah-rempah, berupaya mengenalkan jenis rempah-rempah seperti kunyit, laos, jahe dan temulawak guna meningkatkan imunitas tubuh untuk melawan COVID. Namun bagi seorang perancang busana, warna rempah-rempah yang menjadi bumbu dapur itu justru mengilhaminya menjadi suatu rancangan busana mengagumkan dengan bahan tenun Badui.
Terbayang dengan warna kuning oranye menyala yang membangkitkan rasa semangat dan kehangatan pada situasi pandemi yang galau ini, Melanie Darmosetio, 61 tahun, terilhami oleh semua itu untuk menerapkannya ke dalam rancangan busana dengan kain etnis suku Badui.
“Ini tepat sekali dilakukan pada saat pandemi, di mana kunyit sekarang sedang diperkenalkan menjadi minuman atau makanan tradisional yang bermanfaat,” kata Melanie.
Rangkaian rancangan busananya yang diberi nama The Golden Spices itu, dituangkan ke seluruh koleksi meLOOKmel, demikian nama koleksinya. Melanie yang akrab dipanggil “Mba Mel” itu, tetap berpegang pada kain suku Badui yang selalu memiliki pakem garis, yang ia olah ke dalam sentuhan desain modern.
Ditanya mengapa ia menyukai tenun Badui, Melanie menuturkan, “Saya jatuh hati, karena begitu sederhananya, hanya garis-garis. Kalau yang lain kan cantik-cantik, seperti batik keren sekali. Nah dengan tenun Badui itu saya merasa tertantang untuk berpikir dan mengolah bagaimana tenun ini bisa menjadi suatu yang tampak lain. Nah itulah sebabnya saya memenangkan juara kedua dalam Ina Craft Award. Saya sempat bingung, lalu saya bertanya mengapa saya mendapat juara, saya bukan penenun.”
Salah seorang dari tim juri internasional yang juga anggota di World Craft Council (Dewan Kerajinan Dunia) mengatakan, “Memang kami tahu kalau Anda bukan penenun, tetapi Anda mampu mengubah sesuatu yang sederhana menjadi sesuatu yang berfungsi.”
Salah seorang pendiri World Fashionpreneur Connect (WFC), Dahlia Sardjono yang sering mengikuti berbagai kegiatan mode mengatakan:
“Saya melihat Melanie punya daya kepekaan terhadap warna, karena latar belakangnya juga arsitek, jadi terlihat di garis-garis rancangannya. Dan yang saya senang, dia tetap setia mengangkat kain tenun Badui.”
Indonesian Fashion Week melalui virtual
Satu hal yang menarik dari desainer kelahiran Tegal ini adalah koleksi rancangannya yang ditampilkan secara virtual pada acara Pekan Mode Indonesia atau Indonesia Fashion Week November lalu. Maka Melanie mempersiapkan masing-masing satu koper untuk tiap satu rancangan, yang dilengkapi dengan konsep desain, gambar, aksesoris, dll.
“Indonesia Fashion Week itu mengadakan Rising Star Designer. Saya ikut dan mereka butuh konsepnya apa dan desain saya masuk di situ. Jadi saya kirim, tanpa saya hadir di sana. Itu kan sulit, saya kirim foto, konsep, barang, asesoris dan perlengkapan yang berkaitan dengan peragaan busana, dalam gambar dan bentuk fisiknya. Jadi begitu membuka, orang-orang yang mengurus itu langsung tahu bagaimana cara memakainya,” tukasnya.
Dari Arsitek ke Busana
Melanie adalah seorang perancang alam, dengan latar belakang arsitektur, dan berpengalaman di dunia manajemen yang melibatkan manusia dan lingkungan. Ia tidak mengutamakan uang dari pesanan para pelanggannya, tetapi justru mendesain sesuai dengan gerakan hatinya.
Melalui meLOOKmeL, ia selalu berawal dari sebuah konsep nyata sehari-hari yang diperolehnya dalam imajinasi, kemudian ia terapkan menjadi sebuah rancangan busana yang harmonis, sederhana dan berfungsi dengan gaya yang mampu bertahan lama, tanpa kehilangan keunikan dari masing-masing desain.
Itulah sebabnya seorang mantan peragawati terkenal tahun 1981-1991, Soraya Haque mengagumi rancangan busananya. Ia bahkan mendukung usaha Melanie dengan ikut menjadi model di instragam meLookmel.