Jakarta, CNN Indonesia — Mantan Perdana Menteri Pakistan, Nawaz Sharif kembali divonis bersalah dalam kasus korupsi. Dia dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara oleh pengadilan di Ibu Kota Islamabad pada Senin (24/12) kemarin.
Seperti dilansir CNN, Selasa (25/12), hakim juga menjatuhkan pidana denda kepada Sharif sebesar US$25 juta (sekitar Rp364 miliar). Menurut hakim, Sharif terbukti menyalahgunakan uang negara untuk memperkaya diri, yakni membeli perusahaan baja Al-Azizia Steel Mills.
Menurut hakim, Sharif menggunakan perusahaan itu untuk mencuci uang, menggelapkan pajak, dan menyembunyikan kekayaan di luar negeri. Selepas pembacaan vonis, hakim memerintahkan supaya Sharif langsung diborgol dan dijebloskan ke penjara.
Ini adalah kedua kalinya Sharif dibui dalam kasus korupsi. Dia dan anak sulungnya, Maryam juga dihukum penjara karena rasuah pada Juli lalu. Saat itu Pengadilan Tinggi Islamabad menangguhkan hukumannya hingga September dan menetapkan jaminan sebesar US$ 5000 (Rp72,8 juta).
Tahun lalu Sharif didesak mundur atas keputusan Mahkamah Agung, setelah nama dia dan keluarganya muncul dalam laporan hasil investigasi sejumlah jurnalis soal orang-orang yang menyembunyikan kekayaan di Panama, yang dikenal dengan Panama Papers.
Nama Sharif memang tidak disebut langsung dalam dokumen itu, tetapi dia diduga menyamarkan kekayaannya dengan membuka rekening dan kepemilikan sejumlah properti di luar negeri atas nama anaknya. Padahal, aset itu tidak diberitahukan dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara.
Juli lalu Sharif pulang ke Pakistan, ketika menemani istrinya berobat di London, Inggris. Saat itu juga dia langsung ditangkap atas dugaan korupsi dan menyembunyikan properti di luar negeri.
Maryam yang menjadi anggota Partai Liga Muslim Pakistan-Nawaz (PML-N) digadang-gadang menjadi penerus ayahnya. Namun, dia dan suaminya, Muhammad Safdar juga terbukti melakukan korupsi.
Menurut putusan pengadilan pada Juli lalu, Nawaz beserta Maryam dan Safdar dilarang berpolitik selama satu dasawarsa. Sedangkan empat propertinya di London disita oleh negara. (ayp/ayp)