Permintaan untuk lahan bercocok tanam sayur di kota Roma telah meningkat setelah pandemi selama dua tahun ini. Kebun-kebun sayur yang tetap buka selama beberapa kali lockdown di kota itu, memberi kelegaan bagi warga yang terkungkung di rumah mereka.
Begitu musim dingin mulai berakhir, kubis dan brussels sprouts di kebun sayur kota Roma akan segera berganti dengan berbagai jenis sayuran yang lebih beraneka warna pada musim semi.
Selama pandemi virus corona dua tahun ini, penduduk Roma telah menunjukkan minat baru bagi kawasan hijau publik, yang mewakili kesempatan untuk bercocok tanam dan menjalin hubungan sosial di tengah-tengah kehidupan kota yang kerap semrawut.
Agar dapat dijadikan kebun sayur di tengah kota, daerah tersebut harus memenuhi sejumlah persyaratan: merupakan properti kota Roma dan berlokasi di dekat sumber air.
Selanjutnya, kelompok-kelompok yang ingin mengolah lahan tersebut dan membangun kebun sayur harus menyerahkan rencana kerja yang mengangkat tujuan proyek itu ke pemerintah kota untuk mendapatkan persetujuan.
Ini praktis membuat beberapa kawasan hijau kota yang ditelantarkan diambil alih kelompok yang kemudian mengubah lahan menjadi tempat bercocok tanam sayuran keluarga maupun tempat bersosialisasi.
Dalam periode pertama pandemi di Italia, sewaktu hampir semua kegiatan di luar ruang dilarang, kebun sayur urban tetap buka dan menyambut warga yang ingin menghirup udara segar sambil tetap menjaga jarak sosial dan berjalan-jalan.
Andrea Messori, anggota Orti in Comune (Kebun Sayur Bersama), koalisi perkumpulan yang mengelola kebun sayur di Roma, mengatakan, “Kalau melihat persentase warga yang berpaling ke kebun sayur perkotaan dalam dua tahun terakhir, kita lihat ada peningkatan 30 persen permintaan dari para peminat, yang meminta kebun-kebun sayur Roma agar diberi kesempatan terlibat atau memperoleh lahan untuk ditanami.”
Biasanya, petak di kebun sayuran itu digunakan untuk konsumsi sendiri oleh keluarga-keluarga yang bertetangga dan satu petak dapat ditanami oleh satu keluarga atau lebih.
Namun seiring waktu, memiliki petak di dalam kebun sayur perkotaan itu menjadi cara bersosialisasi dengan warga lain dan mempelajari keterampilan baru, seperti bertani dan berkebun.
Perkumpulan yang mengelola tempat-tempat itu mulai menyelenggarakan semakin banyak aktivitas. Salah satu kebun sayuran di tengah kota Roma yang semakin aktif dalam hal tersebut adalah Tre Fontane. Berdiri tahun 2013 di daerah yang ketika itu ditelantarkan, kebun tersebut terdiri dari 121 petak lahan dan dikelola sekitar 300 rekanan.
Menurut regulasi internal mereka, 20 persen petak harus dialokasikan untuk perkumpulan yang terlibat dalam kegiatan sosial atau memajukan tujuan sosial.
Misalnya, beberapa orang dari rumah sakit jiwa umum setempat menanami beberapa petak untuk alasan terapeutik. Sementara itu sejumlah sukarelawan membantu anak-anak imigran dengan pelajaran bahasa Italia pada sore hari. Warga pensiunan juga dapat ngobrol di sana dan bermain kartu sambil menikmati keberadaan mereka di ruang hijau terbuka.
Enzo Silvi, anggota dan bendahara Tre Fontane mengatakan,”Dengan COVID, kami bisa dibilang lebih beruntung dalam banyak hal lain karena berada di kebun sayur pada masa ketika semuanya tutup, benar-benar merupakan kesempatan yang lebih baik.”
Menurut Paola Marzi, pejabat kota Roma yang bertanggung jawab atas kebun sayur di perkotaan, kebun sayur urban pertama di Roma sudah ada sejak Perang Dunia II. Pada masa itu, berbagai daerah di tengah kota diubah menjadi kebun sayur untuk konsumsi sendiri. Kegiatan bercocok tanam dan mengambil lahan publik yang berlangsung spontan dan tidak diatur ini berlanjut sepanjang abad tersebut.
Pada tahun 1960-an dan 1970-an, Roma berkembang penuh dan orang-orang dari kawasan desa dan berbagai tempat di Italia datang ke sana untuk bekerja di berbagai lokasi konstruksi. Agar tidak kehilangan akar perdesaan mereka dan untuk mendapatkan penghasilan tambahan, para pendatang baru itu terus bercocok tanam di kebun sayur di kota itu.
Pada abad baru, dan terutama pada tahun 2010, dengan berkembangnya berbagai perkumpulan, kebun-kebun sayur perkotaan mulai dikelola oleh perkumpulan, bukannya warga pribadi.