Sejumlah organisasi lingkungan berusaha menyelamatkan populasi penyu di Kenya dari ancaman kepunahan.

Perairan Kenya sebetulnya terkenal sebagai tempat berkembang biak penyu hijau, penyu tempayan, penyu sisik, penyu belimbing, dan penyu lekang.

Di lepas Pantai Tiwi dan Pantai Diani di selatan Mombasa, orang-orang dengan mudah bisa menemukan penyu sisik dan penyu hijau. Terkadang. mereka juga bisa melihat penyu tempayan atau penyu belimbing yang langka.

Sayangnya, eksistensi penyu-penyu itu kini semakin terancam. Habitat mereka menyusut karena agresifnya pembangunan pariwisata. Populasi mereka menurun secara signifikan karena perburuan terhadap hewan laut itu untuk dimanfaatkan daging, minyak, karapas dan telurnya.

Leah Mainye, pakar biologi dari Olive Ridley Project, sebuah organisasi amal Inggris yang mempelajari populasi penyu di Kenya, menyuarakan keprihatinannya.

“Penyu adalah spesies penting bagi terumbu karang. Penyu sisik, contohnya membantu membersihkan karang dan jika tidak ada yang membersihkan karang maka karang akan mati. Penyu hijau, yang suka mengonsumsi rumput laut, penting untuk membersihkan kawasan perairan dari rumput laut. Itulah sebabnya kami mendorong lebih banyak orang untuk pergi ke konservasi penyu, supaya kita dapat melindungi lautan kita,” paparnya.

Penyu di Kenya diklasifikasikan sebagai hewan yang dilindungi oleh undang-undang. Segala bentuk eksploitasi langsung hewan itu atau produknya merupakan tindakan ilegal.

Perburuan penyu kini memang menurun, tetapi para konservasionis mengatakan usaha pelestariannya masih menghadapi tantangan berat.

“Penyu secara global menghadapi tantangan besar terkait perubahan iklim. Kami melihat feminisasi tukik di banyak pantai. Karena meningkatnya suhu udara dan pasir, semakin banyak tukik betina tercipta. Pantai-pantai di sini menghasilkan lebih banyak betina daripada jantan. Ini merupakan rasio jenis kelamin yang tidak baik,” ujar Joanna Hancock yang juga merupakan pakar biologi di Olive Ridley Project.

Biasanya, telur penyu membutuhkan waktu 48 hari untuk menetas. Menurut Hancock, jenis kelamin penyu dipengaruhi oleh suhu inkubasi dominan yang mempengaruhi sekresi hormon yang menentukan jenis kelamin selama 16 hari hingga menetas.

Ia menjelaskan, kelebihan populasi betina merupakan pertanda tidak baik. Penyu jantan tidak hanya dbutuhkan untuk proses reproduksi, tetapi juga untuk mendorong keragaman genetik. Semakin beragam genetika satu spesies, semakin tinggi tingkat ketahanannya terhadap perubahan.

Dempsey Mai, pakar biologi Diani Turtle Watch, mengatakan, olahraga laut juga kini muncul sebagai ancaman baru bagi eksistensi penyu. Pada April 2022 saja, organisasi nirlaba itu mencatat empat kasus kematian penyu, dan semuanya diklaim karena tertabrak perahu.

Diani Turtle Watch, Olive Ridley Project, dan sejumlah organisasi lain termasuk Tiwi Turtle Police, dan Dinas Perlindungan Kehidupan Liar Kenya, berusaha meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya konservasi dan pengawasan penyu.

Menurut mereka, penyu hidup bisa meningkatkan kunjungan turis, sementara membiarkan hewan itu tewas dan bahkan punah, bisa mematikan bisnis wisata.