Jumlah korban tewas dalam letusan gunung berapi Pulau Putih di Selandia Baru bertambah menjadi 18 orang, pada Minggu (15/12), setelah seorang korban luka-luka tutup usia di rumah sakit.
Korban yang tidak disebutkan identitasnya itu meninggal dunia di Australia setelah sempat menjalani perawatan.
Kepolisian belum mampu menemukan dua korban lainnya, walau keduanya terakhir kali terpantau di pulau tersebut pada Senin (09/12) lalu.
Upaya pencarian di daratan pulau melibatkan delapan personel SAR dan menghabiskan waktu 75 menit. Adapun sejumlah penyelam masih dikerahkan hingga sore.
Deputi Komisaris Polisi, Mike Clement, mengatakan “semua peluang” mengarah pada kemungkinan kedua jasad itu masuk ke laut.
“Para regu penyelamat frustrasi. Kami benar-benar bisa paham bagaimana frustrasinya mereka yang menginginkan jasad itu bisa ditemukan,” kata Clement sebagaimana dikutip kantor berita AFP.
Dalam letusan gunung berapi di pulau yang juga disebut Whakaari oleh suku Maori itu, sebanyak 26 penyintas berada di rumah sakit Selandia Baru dan Australia.
Dari jumlah itu, sedikitnya 18 orang dikategorikan “kritis”.
Bagaimana proses identifikasi para korban?
Proses identifikasi para korban tengah dilakoni para pakar di Auckland, termasuk ahli patologi, dokter gigi forensik, dan petugas ahli di bidang sidik jari.
Pada Minggu (15/12), identitas empat korban diumumkan oleh polisi.
Mereka adalah pemandu wisata asal Selandia Baru, Tipene James Te Rangi Ataahua Maangi (24 tahun); remaja asal Australia, Zoe Ella Hosking (15); ayah tirinya, Gavin Brian Dallow (53); dan warga Australia, Anthony James Langford (51).
Sehari sebelumnya, Krystal Eve Browitt (21) asal Australia merupakan korban wafat pertama yang diumumkan identitasnya oleh pihak berwenang.
Tercatat 47 wisatawan dari berbagai negara berada di Pulau Putih ketika gunung itu meletus, Sebanyak 24 di antara mereka berasal dari Australia, sembilan dari Amerika Serikat, lima dari Selandia Baru, empat dari Jerman, dua dari China, dua dari Inggris dan satu orang asal Malaysia.
Dalam upaya mengidentifikasi korban, kepolisian mengumpulkan berbagai informasi tentang identitas mereka, di antaranya adalah pakaian, foto, sidik jari, catatan kesehatan dan juga sampel DNA. Data-data itu kemudian akan dicocokkan dengan hasil autopsi.
“Ini adalah proses yang lama dan rumit dan kami bekerja secepat mungkin untuk mengembalikan orang-orang tercinta kepada pihak keluarga,” kata Wakil Kepala Polisi John Tims.
Pulau Putih atau Whakaari merupakan salah satu gunung berapi paling aktif di Selandia Baru, namun pulau itu menjadi tujuan wisata yang populer.
Ketika berbicara setelah operasi evakuasi enam jasad pada Jumat (13/12), Perdana Menteri Jacinda Ardern mengatakan pertanyaan terkait mengapa wisatawan diizinkan mengunjungi gunung tersebut “harus dijawab, dan akan dijawab”.
Bagaimana upaya pencarian para korban?
Militer Selandia Baru mengerahkan sejumlah personelnya menggunakan dua helikopter militer dari Bandara Whakatane, pada Jumat (13/12). Setibanya di Pulau Putih, mereka melakukan pencarian jasad selama empat jam.
Sebelumnya, menggunakan pesawat pemantau, aparat Selandia Baru mengetahui bahwa ada enam jenazah di Pulau Putih.
Para personel militer yang dikerahkan ke Pulau Putih mencakup beberapa ahli penjinakan bom. Semuanya mengenakan pakaian pelindung berwarna kuning dan masker antigas. Pakaian dan peranti itu dikenakan mengingat gunung berapi masih mengeluarkan gas beracun.
“Lingkungan yang dihadapi para staf tidak bisa ditebak, menantang. Para staf menunjukkan keberanian absolut guna memastikan keenam orang itu dikembalikan kepada keluarga,” kata Komisaris Polisi, Mike Bush.
Setelah menemukan empat mayat, para personel militer mengangkutnya ke titik temu dan membawanya ke helikopter yang menerbangkan mereka ke kapal fregat HMNZS Wellington.
“Sayangnya, upaya pencarian belum berakhir karena dua jenazah belum ditemukan,” kata Komisaris Polisi, Mike Bush.
Operasi itu terselenggara berkat kolaborasi militer Selandia Baru, kepolisian, dan para ahli geologi yang menganalisa data untuk menentukan apakah ledakan berikutnya akan terjadi.
Para ahli gunung api memperingatkan jika gunung itu kembali meletus ketika tim misi evakuasi berada di sana maka mereka berisiko menghadapi bahaya magma, uap super panas, semburan abu dan bebatuan dalam kecepatan tinggi.