Pertanyaan di balik penunjukan putra mahkota Saudi

0
1702

Pengangkatan Mohammed bin Salman, anak Raja Salman, sebagai putera mahkota Arab Saudi, menimbulkan sejumlah pertanyaan karena langkah ini melawan tradisi, dan sang poutera mahkota baru dipandang kurang berpengalaman.

Pengamat Timur Tengah, Smith Al Hadar dari Indonesian Society for Middle East Studies (ISMES) memandang kemungkinan dementia (gangguan ingatan) dan ambisi kekuasaan melatar belakangi tindakan Raja Salman.

“Raja Salman ini sebenarnya sudah kehilangan kemampuan untuk memerintah karena dia menderita dementia, penyakit hilang ingatan dalam jangka pendek. Penyakitnya ini dan ambisinya untuk menegakkan keluarga dia untuk memerintah Arab Saudi, telah membuatnya kehilangan kepekaan.”

Sementara itu Dina Y. Sulaeman, direktur Indonesia Center for Middle East Studies (ICMES) memandang pengaruh anak-anak yang menjadi alasan keputusannya.

“Saya pikir lebih karena dipengaruhi anaknya. Beliau sudah tua dan kelihatannya sudah mengalami insecure, sudah mengalami rasa tidak aman. Apalagi konflik juga sangat banyak. Saya kira tidak (karena dementia).”

Raja Salman bin Abdul Aziz yang saat ini berumur 82 tahun, sebelumnya adalah Gubernur Riyadh selama 48 tahun.

Tetapi siapakah sebenarnya Mohammed bin Salman?

1. Anak Raja

Mohammed bin Salman adalah anak raja Saudi dari istri ketiga, dari dua belas bersaudara. Pria berumur 31 tahun ini dikenal cerdas tetapi kurang berpengalaman. Pada tahun 2015, dia dipromosikan sebagai wakil putra mahkota.

Mohammed bin Salman dikenal sebagai seseorang yang emosional, populer di kalangan anak muda dan mengenyam pendidikan di Barat, kata Dina Y. Sulaeman.

“Memang masih sangat muda, Pernah mengalami pendidikan di negara Barat. Memang dikenal sebagai orang yang impulsif, jadi emosional. Populer di kalangan anak muda di Saudi. Januari 2015, dia akhirnya diangkat sebagai menteri pertahanan.”

2. Ketergantungan dari minyak

Sebagai ketua Dewan Ekonomi dan Pembangunan, Mohammed dipandang berhasil dalam menghasilkan konsep Vision 2030, seperti dikatakan pengamat Timur Tengah, Smith Al Hadar. “Dia memang berperan dalam menentukan visi Saudi tahun 2030. Diproyeksikan tahun 2030 itu Saudi telah melepaskan ketergantungannya pada minyak. Dan dia berada di balik itu.”

Saat ini sebagian besar pemasukan negara ini masih berasal dari minyak, tetapi rendahnya harga minyak dan semakin berkurangnya cadangan dan pasokan, membuat negara ini mengubah kebijakan ekonomi untuk masa depan.

3. Masalah Qatar dan Yaman

Sebagai menteri pertahanan, Mohammed dipandang yang paling bertanggung jawab atas masalah yang dihadapi kerajaan ini terkait hubungan dengan Qatar dan Yaman.

Saat ini sebagian pihak memandang kebijakan Saudi terkait dengan Qatar, membuat negara itu dikucilkan pihak-pihak lain, baik oleh sesama negara Teluk, Amerika Serikat maupun PBB.

“Apa Saudi berpikir dengan menekan Qatar, itu nanti negara-negara besar yang selama ini berhubungan baik dengan Qatar akan menjauh, karena mereka akan memprioritas hubungan dengan Arab Saudi dibandingkan dengan dengan negara kecil seperti Qatar? Tetapi ternyata negara regional seperti Turki dan Iran itu ternyata berbalik dan mendukung Qatar,” kata Smith Al Hadar.

Terkait dengan Yaman, pengamat Timur Tengah, Dina Y. Sulaeman memandang usia Mohammed yang sangat muda tetapi sudah menduduki posisi strategis menjadi menteri pertahanan membuat Saudi menghadapi masalah.

“Keputusan-keputusannya tidak strategis. Jadi misalnya serangan ke Yaman itu kan justru sangat merugikan Saudi. Akhirnya Saudi harus membiayai perang yang sangat mahal dan sebenarnya secara strategis tidak menguntungkan untuk Saudi saat ini.”

4. Keberlangsung kekuasaan keluarga

Selain Mohammed, Raja Salman juga mengangkat anaknya Khaled yang mantan pilot, menjadi dutabesar Arab Saudi untuk Amerika Serikat. Pengangkatan mereka dipandang merupakan bagian pertama pemberian berbagai posisi penting kepada keturunannya dan merupakan usaha pembentukan dinasti baru.

“Raja Salman ini sedang berusaha menciptakan dinasti baru melalui garis keturunan Salman ini, yang akan memerintah Saudi ke depan. Mengingat Mohammed bin Salman masih muda, tentu saja dia akan berkuasa lama menjadi raja Saudi,” kata pengamat Smith Al Hadar.

5. Mendobrak tradisi

Pemunculan Mohammed bin Salman telah menyebabkan sejumlah pihak resah karena adanya sejumlah kejanggalan, seperti dikatakan Smith Al Hadar.

“Raja Salman itu kan masih punya adik-adik. Dua adiknya. Dan selama ini suksesinya itu, setelah ayah mereka, Raja Abdul Aziz, turunnya itu saudara-saudaranya saling ganti. Jadi mestinya kalaupun Raja Salman mengangkat orangnya, mestinya dia punya adik.”

Dina Y. Sulaeman mengatakan, berdasarkan tradisi Arab Saudi seharusnya Mohammed bin Nayef memang tetap menjadi putra mahkota.

“Kalau secara urut-urutannya, kalau misalnya Raja Salman, King Salman saat ini meninggal, itu penggantinya Mohammed bin Nayef, bukan Mohammed bin Salman. Meskipun Mohammed bin Salman ini putra kandung Raja Salman yang sekarang.”

Mohammed bin Nayef adalah anak dari Nayef bin Abdul Aziz, saudara Salman bin Abdul Aziz.

6. Mendekat ke Amerika Serikat

Dengan semakin berkuasanya anak-anak Raja Salman yang berpendidikan Barat, diperkirakan hubungan Saudi dengan Amerika Serikat akan lebih erat lagi, kata pengamat Dina Y. Sulaeman.

“Ketika zaman Obama itu kan memang antara Saudi dengan Amerika Serikat sedikit merenggang, karena Saudi tidak menyetujui Amerika menandatangani perjanjian nuklir dengan Iran. Setelah kunjungan Pangeran Mohammed bin Salman ke Gedung Putih, bulan Maret yah, itu kan salah satu pernyataannya adalah bahwa sekarang adalah turning point.”

Perubahan hubungan Saudi dengan Yaman dan Qatar, yang kemudian menimbulkan masalah, diduga sudah dikonsultasikan dengan Amerika Serikat. Negara itu juga baru saja menjual senjata dalam jumlah dan nilai yang besar ke Saudi.

7. Kudeta?

Sejumlah pihak memandang keputusan Raja Salman pada hari Rabu (21 Juni) untuk mengangkat anak-anaknya pada posisi penting dipandang justru akan berisiko bagi keberlangsungan kekuasaannya.

Smith Al Hadar dari ISMES mengatakan: “Raja Salman ini tidak cukup bijaksana. Dia tidak cukup peka melihat kenyataan di sekeliling bahwa ketidakpuasan jelas sekali di kalangan keturunan Al Saud ini. Akan ada kasak-kusuk di kalangan istana itu, yang bisa pecah menjadi sebuah kudeta, atau setidaknya dalam waktu pasca Raja Salman itu akan menjadi persoalan besar.”

Tetapi Dina Y. Sulaeman dari ICMES memandang penolakan tidaklah besar karena Mohammed bin Nayef sendiripun sudah menyatakan dukungan terhadap Mohammed bin Salman.

“Kalau saya perkirakan tidak yah (penolakan) karena kekuatan terbesar sekarang ada di tangan Mohammed bin Salman terutama di militer karena dia menjabat sebagai menteri pertahanan. Sementara jabatan-jabatan Mohammed bin Nayef sudah langsung dilucuti dan diapun sekarang secara resmi sudah menyatakan kesetiaan kepada Raja Salman.”

Sumber : bbc.com