Potensi letusan Gunung Agung meningkat, ribuan orang mengungsi

0
1670

Sebanyak 9.421 warga Kabupaten Karangasem, Klungkung, dan Buleleng telah mengungsi sejak status Gunung Agung di Bali ditingkatkan ke level awas awal pekan lalu. Dalam sebulan terakhir gunung itu menunjukkan aktivitas kegempaan terbesar setelah terakhir kali meletus tahun 1963 dan menewaskan 1.148 orang.

“Gempa Gunung Agung dalam satu bulan biasanya tercatat hanya satu atau dua kali, tapi sejak Agustus lalu ada peningkatan yang luar biasa,” kata Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kasbani, Jumat (22/09).

Menurut catatan PVMBG, letusan Gunung Agung pada 1963 berselang 120 tahun dari letusan sebelumnya. Dalam laporan geolog MT Zen dan Djajadi Hadikusumo yang diterbitkan pada 1964, ribuan korban letusan itu tewas akibat terpapar awan panas.

Sementara itu, sekitar 200 korban lainnya tewas karena tersapu lahar dingin. Hujan deras yang turun ketika letusan berlangsung, kata dua geolog itu, memicu aliran lahar yang merusak desa-desa.

Kasbani menyebut pemantauan yang dilakukan pemerintah terhadap potensi Gunung Agung saat ini lebih baik dibandingkan kejadian 1963. Ia berkata, saat itu pemerintah belum mempunyai alat pemantau.

“Tidak seperti sekarang, dulu juga tidak ada peringatan level satu, dua, dan tiga. Tahu-tahu sudah meletus,” ujarnya kepada BBC Indonesia.

Meski demikian, Kasbani mengaku tidak dapat menjamin letusan Gunung Agung tak akan berdampak besar kepada lingkungan di sekitarnya. Ia berkata, PVMBG akan terus memperbarui informasi terkait gunung tersebut.

“Tahun 1963 letusannya sangat besar, kami tidak tahu apakah sekarang akan sebesar itu atau tidak,” ucap Kasbani.

Di sisi lain PVMBG tidak dapat memprediksi perkiraan waktu letusan maupun penurunan aktivitas Gunung Agung. Gunung itu, kata Kasbani, tidak dapat dibandingkan dengan gunung berapi lain, termasuk Sinabung di Sumatera Utara yang dalam lima tahun terakhir masuk level awas.

Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), terdapat 49.485 orang di enam desa yang masuk kawasan rawan bencana Gunung Agung. Dari jumlah itu, saat ini 1.259 orang di antaranya telah mengungsi.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, menyebut para pengungsi itu tinggal di sejumlah pos yang disiapkan pemerintah maupun secara mandiri di rumah-rumah warga lain.

Sutopo mengatakan, jumlah pengungsi setiap hari terus bertambah. Masyarakat di kaki Gunung Agung, kata Sutopo, trauma dengan letusan tahun 1963.

“Tanda-tanda yang mereka rasakan saat ini, yaitu gempa vulkanik yang sering terjadi, mirip dengan kejadian sebelum letusan 1963,” tulis Sutopo dalam keterangan tertulisnya.

Lebih dari itu, Sutopo meminta pemerintah setempat membuka pos pengungsian di balai desa di area yang tak terdampak aktivitas Gunung Agung. Menurutnya, pos pengungsian berbentuk tenda tidak nyaman karena mudah terpapar abu atau material erupsi.

Adapun, juru bicara Angkasa Pura I, Awalludin, menjamin bahwa lalu lintas penerbangan di Bali tidak terganggu aktivitas Gunung Agung. “Operasional Bandara Ngurah Rai tidak terpengaruh,” ujarnya.

Gubernur Bali Made Pastika, seperti dilansir Detikcom, meminta warga di kaki Gunung Bali tidak panik. Ia mengimbau penduduk setempat tidak menjual ternak dengan murah atau menarik tabungan di lembaga perkreditan daerah.

“Jangan tergesa-gesa. Saya sudah minta untuk disediakan penitipan ternak,” tuturnya.

Gunung Agung berada di Kabupaten Karangasem, sebelah timur pulau Bali, berjarak sekitar 71,9 kilometer atau dua jam perjalanan darat dari Pantai Kuta yang terletak di Denpasar.

Gunung berapi itu juga merupakan titik turisme bagi para pendaki. Di sekitar Gunung Agung terdapat sejumlah tempat wisata populer, antara lain Pura Besakih dan kawasan penyelaman bawah laut, Tulamben.

Sumber : bbc.com