Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menutup satu ruas jalan di Tanah Abang, Jumat (22/12), demi memfasilitasi ratusan pedagang kaki lima yang selama ini disebut sebagai pusat persoalan di sentra tekstil terbesar Asia Tenggara itu.
Anies menyebut kebijakannya mengalihfungsikan Jalan Jatibaru Raya menjadi lahan jual-beli itu untuk mengakomodasi semua pihak di Tanah Abang.
“Insya Allah semuanya terakomodasi,” kata Anies ketika meninjau Jatibaru Raya, Jumat siang tadi.
Penutupan lalu lintas di Jatibaru Raya akan berlangsung setiap hari dari pukul 8.00 hingga 18.00 WIB, menyusul pernyataan kontroversial Wakil Gubernur DKI Sandiaga Uno beberapa waktu lalu, bahwa pejalan kaki merupakan pemicu utama kemacetan di kawasan itu, bukan PKL.
Jalan raya yang ditutup sementara itu berada di depan Stasiun Tanah Abang atau sisi selatan pasar blok G. Satu dari dua lajur di jalan itu dijadikan lahan ratusan lapak baru untuk PKL, sementara satu lajur lainnya dibuka untuk akses busĀ Tanah Abang Explorer.
Bus itu dioperasikan PT Transjakarta, terdiri dari 43 kursi. danpenumpang tidak dipungut biaya. Anies menyebut bus itu dioperasikan khusus untuk para pejalan kaki yang ingin beraktivitas di Tanah Abang.
Jo, seorang PKL, menyebut Kamis kemarin seluruh PKL di daerah itu diminta mengumpulkan KTP. Setelah didata, kata dia, setiap pedagang jalanan secara bergiliran mengambil undian nomor urut lapak.
Namun Jo mengaku tidak diberitahu informasi lain tentang kios berbahan terpal yang ditempatinya sejak pagi tadi, gratis atau sewa, atau berapa lama bisa menempati lapak.
“Semalam cuma ambil nomor, dikasih tahu besok pagi dagang. Itu saja,” kata Jo seperti dilaporkan wartawan BBC Indonesia, Abraham Utama.
Lain lagi dengan Desi, PKL yang menjajakan busana perempuan. Ia mengaku tetap berjualan di trotoar dengan Stasiun Tanah Abang karena tak mendapat jatah lapak.
Desi kecewa dan mengharapkan lapak karena telah bertahun-tahun berdagang di kawasan itu.
“Yang lain dapat lapak, tapi saya tidak. Terpaksa saya di sini dulu. Kalau digusur kan saya harus mikir dua kali,” tuturnya.
Anies menyebut Pemprov DKI menyediakan 400 lapak di Jatibaru Raya. Namun berdasarkan pengamatan lapangan, tenda itu hanya terdiri dari 100 lapak berwarna merah dan 50 lapak biru.
Penataan Jatibaru Raya oleh Anies juga berdampak pada para pengguna jalan. Beberapa pengendara motor maupun mobil terlihat bingung ketika diarahkan petugas Dishub untuk tidak masuk ke ruas jalan itu.
Sejumlah sopir angkot juga geram karena trayek mereka terhalang penutupan jalan. Seperti dilaporkan Kompascom, sekelompok sopir angkot akan berunjuk rasa menentang pengalihan lalu lintas yang mereka sebut mengurangi pendapatan mereka itu.
Di sisi lain, Dishub DKI menjanjikan lahan parkir untuk ojek pangkalan maupun ojek online di sekitar Stasiun Tanah Abang. Hingga kini di kawasan itu, dua kelompok ojek ini masih berseteru dan enggan ditempatkan pada satu area yang sama.
Jumat tadi, tidak sedikit sopir ojek pangkalan yang masih memarkir motor mereka di trotoar Jalan Jatibaru Raya. Sejumlah pemotor juga melajukan kendaraan mereka melalui trotoar dan menggangu pejalan kaki.
Di luar harapan dan kekecewaan soal penataan PKL itu, kemacetan masih terlihat di hampir seluruh ruas jalan Tanah Abang. Bus Tanah Abang Explorer misalnya, butuh waktu 30 menit untuk menempuh jarak sekitar 400 meter, dari Stasiun Tanah Abang ke Pasar Tanah Abang Blok B.
Di hari pertama operasionalnya, penumpang bus tersebut masih didominasi para pedagang dan anak-anak yang tinggal di kawasan itu. Bus itu memiliki interior anyar, meski beberapa penumpang mengeluh karena pendingin udara di bus itu tidak berfungsi.
Bagaimanapun, kata pimpinan DPRD DKI, Abraham Lunggana alias Haji Lulung, publik harus mendukung penataan salah satu kawasan padat di Tanah Abang itu. Menurutnya, kebijakan Anies itu akan berdampak positif bagi para PKL.
“Semua masyarakat harus memberikan apresiasi karena ini adalah program yang sangat membahagiakan para pelaku UKM,” kata Lulung usai mendampingi Anies berkunjung ke Jatibaru Raya.
“Karenanya, jangan ada satu pun orang yang melakukan politisasi terhadap Tanah Abang. Tanah Abang semakin hari semakin menjadi sentra politisasi,” tambahnya.
Darmaningtyas, peneliti dari Institut Studi Transportasi, menilai kebijakan menutup Jalan Jatibaru Raya bertentangan dengan fungsi serta kepentingan umum. Ia mencemaskan kemacetan di Tanah Abang akan semakin parah karena satu ruas jalan ditutup.
Menurut Darmaningtyas, Pemprov DKI sepatutnya menempatkan PKL di lahan kosong miliki PT Kereta Api Indonesia, di sekitar Stasiun Tanah Abang.
“PT KAI yang harus didorong mengalokasikan sekian ruang miliknya untuk PKL dan angkutan umum. Semuanya kan untuk melayani penumpang KRL,” ujarnya.
Terpisah, Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Halim Pagarra secara tidak langsung menyebut tidak sepakat dengan Anies soal penutupan Jatibaru Raya untuk mengakomodasi PKL.
Menurut Halim, penutupan jalan dapat dilakukan jika terdapat sejumlah jalur lain yang dapat digunakan untuk mengalirkan lalu lintas.
“Saya sangat setuju itu (jalan dan trotoar) dimanfaatkan sesuai fungsinya.
“Tidak benar kalau difungsikan yang lain,” kata Halim.
Sumber : bbc.com