Mantan gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mendapat pemotongan hukuman sebanyak 15 hari terkait remisi Natal bagi napi Kristen, dan bisa mendapat remisi lain dan bebas bersyarat pertengahan tahun depan.
“Pak Ahok sudah mendapat pengurangan hukuman 15 hari, dan SK-nya sudah ditandatangani Kanwil Kemenhukham DKI,” kata juru bicara Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Ade Kusmanto kepada Ging Ginanjar dari BBC Indonesia.
Ade mengukuhkan, Ahok mendapat remisi 15 hari masa tahanan, karena dinilai memenuhi syarat mendapat remisi, yaitu “berkelakuan baik dan sudah menjalani hukuman lebih dari 6 bulan”.
Pengacara Ahok, I Wayan Sudirta mengatakan, bahwa Ahok mendapat kabar itu saat merayakan Natal bersama keluarganya di tempatnya ditahan, di Markas Komando Brimob di Kelapa Dua, Depok.
“Ada isterinya, anaknya, adik-adiknya. Ibunya tidak bisa datang,” kata Wayan Sudirta pula.
Sebelumnya, beberapa kalangan menganggap Ahok tidak berhak mendapat remisi, karena ia ditahan di Mako Brimob, dan bukan di Lembaga Pemasyarakatan.
Kendati statusnya napi LP Cipinang, Ahok ditahan di Mako Brimbob berdasarkan pertimbangan keamanan.
“Ya kalau ada yang keberatan, ya bisa saja,” kata Jubir Ditjen Pemasyarakatan Ade Kusmanto.
“Tapi haknya Pak Ahok untuk mendapatkan remisi, ada. Jadi dia mendapatkannya,” lanjutnya.
Remisi atau pemotongan masa kurungan penjara ditetapkan melalui Keputusan Presiden pada tahun 1999, terdiri dari remisi umum dan remisi khusus.
Remisi khusus diberikan bagi napi yang sudah menjalani sedikitnya enam bulan penjara, di hari raya agama masing-masing. “Pak Ahok, sebagai umat Kristen, mendapatkannya pada hari Natal ini,” kata I Wayan Sudirta.
Remisi umum diberikan saat 17 Agustus, untuk semua narapidana, kecuali narapidana kasus korupsi dan terorisme, yang harus mendapat persetujuan dari instansi terkait.
Remisi umum ini syaratnya, sudah menjalani satu tahun penjara. Karenanya, pada 17 Agustus lalu, kendati sebagian terpidana kasus korupsi dan terorisme mendapat pengurangan hukuman, Ahok tidak mendapatkannya. Karena Ahok baru masuk penjara pada 9 Mei, 2017, pada hari ia divonis dua tahun penjara untuk dakwaan penodaan agama.
Dalam siaran pers, Minggu (24/12), Menteri Hukum dan HAM Yassona H Laoly mengatakan bahwa remisi Hari Raya Natal diberikan kepada 9.333 narapidana beragama Katolik dan Protestan se-Indonesia. Dengan remisi ini, sebanyak 175 di antaranya langsung bebas tepat pada hari Natal, Senin (25/12).
“Remisi yang diberikan antara 15 hari sampai dengan 2 bulan, tergantung lamanya mereka telah menjalani pidana, ” ungkap Sri Puguh Budi Utami, Sekretaris Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.
Mereka yang dapat remisi ini telah berkelakuan baik selama minimal 6 bulan. “Pemberian remisi natal kepada 9.333 warga binaan ini selain sebagaiĀ rewardkepada mereka yang telah berkelakuan baik dan aktif dalam kegiatan pembinaan.” kata Sri Puguh.
Menurutnya, pemberian remisi ini juga “potensial menghemat anggaran negara lebih dari rp 3,8 Milyar karena adanya penghematan 260.760 hari tinggal dikalikan biaya makan per orang napi per hari sebesar Rp. 14.000.”
Dalam percakapan sebelumnya, I Wayan Sidarta mengatakan kepada BBC, bahwa dalam hitung-hitungannya Ahok bisa menghirup udara bebas pertengahan tahun depan, atau setidaknya pada 17 Agustus,
“Nanti 17 Agustus 2018, kalau untuk satu dan lain hal pak Ahok masih dipenjara, ia akan mendapat remisi, kemungkinan dua bulan, lagi-lagi berdasar Keppres tahun 1999 itu,” kata I Wayan Sidarta pula.
Dalam hitungan kasar, di luar remisi, Ahok akan sudah menjalani dua pertiga masa hukuman pada September 2018 nanti, katanya.
Jadi dengan remisi Natal 15 hari, plus remisi umum hari kemerdekaan, maka Ahok bisa bebas setidaknya pada 17 Agustus nanti.
Ahok dijatuhi hukuman dua tahun penjara setelah dinyatakan terbukti bersalah untuk dakwaan penodaan agama terkait sebuah pidatonya di Pulau Seribu, yang menyebut bahwa jika ada yang “dibohongi pakai Al Maidah” memutuskan untuk tidak memilihnya dalam Pilkada, ia tak keberatan.
Ucapan itu diposting dengan cara berbeda di dinding Facebook seorang dosen bernama Buni Yani.
Pidato itu juga menjadi dasar bagi berbagai gerakan kalangan Islam tertentu untuk menuntut pemenjaraannya melalui demonstrasi besar-besaran khususnya pada 4 November dan 2 Desember 2016.
Berbagai kalangan ikut pula melancarkan gerakan agar Ahok tidak dipilih dalam Pilkada yang oleh banyak kalangan dipandang kental bernuansa politik agama.
Ahok kemudian kalah dari Anies Baswedan, yang didukung kelompok-kelompok Islam yang terlibat dalam aksi unjuk rasa yang belakangan dikenal sebagai 411 dan 212.
Sumber : bbc.com