Krisis Venezuela: Maduro Blokir Bantuan, Kota Perbatasan Rusuh

0
718

Kerusuhan pecah di kota perbatasan Venezuela pada Sabtu (23/2) karena Presiden Nicolás Maduro memblokir bantuan kemanusiaan yang disalurkan melalui Kolombia dan Brasil.

Pasukan militer menembakkan gas air mata dan peluru karet pada sukarelawan yang berusaha mengumpulkan dan mendistribusikan bantuan tersebut.

Sejumlah orang juga tertembak timah panas, lapor kelompok hak asasi manusia. Setidaknya dua orang tewas.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo mengecam serangan terhadap penduduk sipil, yang dia sebut dilakukan oleh ‘kelompok preman Maduro’.

“Simpati terdalam kami bagi keluarga mereka yang tewas karena aksi kriminal ini. Kami mendukung tuntutan mereka atas keadilan,” cuit Pompeo, menyusul bentrokan yang terjadi di perbatasan Venezuela.

Dia juga menyebut aksi pembakaran truk yang mengangkut bantuan kemanusiaan sebagai “tindakan yang memuakkan”.

Pemimpin oposisi Juan Guaidó, yang mendeklarasikan dirinya sebagai presiden sementara dan juga pihak yang mengelola bantuan internasional bagi Venezuela, mengecam tindakan keras pasukan militer.

Guaidó, yang diakui sebagai pemimpin Venezuela oleh negara-negara Barat, akan bertemu dengan Wakil Presiden AS Mike Pence pada Senin (25/2) di Bogota, Kolombia.

Dia juga akan bertemu dengan para pemimpin dari kawasan regional, Lima Group, kendati ada larangan perjalanan yang dijatuhkan pemerintahan Maduro atas namanya.

Pada Sabtu (23/2) malam, Guaidó mencuit dalam bahasa Spanyol, yang meminta komunitas internasional untuk “terbuka pada semua kemungkinan” untuk “membebaskan” Venezuela dari tangan Maduro – yang terus bersikukuh menolak mundur dari jabatannya.

Apa sebab terjadinya kerusuhan?

Guaidó mengatur pengumpulan ratusan ton bantuan internasional di perbatasan Venezuela.

Dia memberi pemerintah tenggat waktu hingga Sabtu (23/2) untuk membuka perbatasan dan mengizinkan bantuan masuk ke Venezuela. Jika tidak, dia bersumpah ratusan ribu sukarelawan akan mengambil sendiri bantuan tersebut dan mendistribusikannya pada penduduk.

Sebagai balasan, Presiden Maduro menutup sebagian perbatasan dengan Kolombia dan Brasil dan menekankan adanya ancaman pada keamanan dan kedaulatan negara.

Pada Sabtu, warga Venezuela berusaha melintasi perbatasan untuk mengambil bantuan kemanusiaan, termasuk di antaranya makanan dan obat-obatan.

Namun pasukan keamanan menghalangi dan menembakkan gas air mata pada para sukarelawan. Di sisi lain, warga yang marah membakar pos pengawasan serta melemparkan batu pada tentara dan pasukan anti huru-hara.

Kelompok hak asasi manusia mengatakan dua orang, termasuk remaja berusia 14 tahun, tewas tertembak saat kerusuhan pecah di Santa Elena de Uairen, dekat perbatasan Brasil. Sementara dua orang lainnya juga dilaporkan tewas pada Jumat di wilayah yang berdekatan.

Amnesty International menyebut penggunaan senjata api terhadap demonstran melanggar hak asasi manusia, dan termasuk kejahatan dalam hukum internasional.

Selain itu, terdapat laporan bahwa beberapa truk yang mengangkut bantuan kemanusiaan dibakar. Tindakan yang disebut Guaidó melanggar Konvensi Jenewa.

Pemerintah Kolombia memperkirakan, hingga pukul 19.00 waktu setempat (06.00 WIB), jumlah yang terluka akibat kerusuhan perbatasan sekitar 300 orang.

Jurnalis di lokasi melaporkan beberapa demonstran mengalami luka parah, termasuk kehilangan penglihatan akibat gas air mata.

Guaidó mengunjungi Jembatan Tienditas di sisi Kolombia di perbatasan, di mana dia membujuk pasukan keamanaan Venezuela untuk meninggalkan pos mereka dan menjanjikan “amnesti” jika mereka bergabung dengan “pihak yang benar”.

Setidaknya 60 tentara membelot ke pihak Guaidó pada Sabtu malam, menurut layanan imigrasi Kolombia. Meskipun begitu, mayoritas militer masih setia pada Presiden Maduro.

Sebuah video yang beredar di media sodial memperlihatkan empat orang tentara membelot dari pihak Maduro dan mendukung Guaidó.

“Kami adalah ayah dan anak, kami sudah cukup merasakan ketidakpastian dan ketidakadilan,” kata mereka dalam video tersebut.

Apa reaksi Maduro?

Presiden Maduro terus membantah klaim Guaidó sebagai presiden sementara. Dia juga tidak mengindahkan seruan internasional untuk melakukan pemilu.

Dia menuding Guaidó sebagai “boneka”, seorang “pion Amerika”, “badut” dan “pengemis imperial”.

Sementara itu Maduro melancarkan demo pro-pemerintah di Caracas, kendati kerusuhan pecah di kota-kota di perbatasan.

“Jangan ikut campur urusan Venezuela, Donald Trump,” ujar Maduro di hadapan para pendukungnya. Maduro menyebut Trump menggunakan bantuan sebagai kedok untuk menginvasi Venezuela.

Kendati belasan negara menyatakan dukungan mereka pada Guaido, Maduro masih memiliki dukungan dari sekutu ekonomi Venezuela, termasuk Kuba, Rusia dan Cina.

Sementara itu, Amerika Serikat memimpin upaya untuk menekan Maduro dan telah mengimplementasikan sejumlah sanksi keuangan terhadap pemerintahannya.

Bagaimana Venezuela sampai ke titik ini?

Kerusuhan akibat bantuan kemanusiaan ini merupakan babak baru dalam perselisihan yang terjadi antara Maduro dan Guaidó.

Guaidó, yang merupakan pemimpin partai oposisi – yang didominasi Majelis Nasional- mendeklarasikan diri sebagai presiden sementara, bulan lalu.

Dia menyebut pemerintahan Maduro secara konstitusional tidak sah karena penyimpangan dan masalah dengan pemilihannya pada 2018.

Venezuela berada dalam cengkeraman krisis politik dan ekonomi selama beberapa tahun. Tingkat inflasi yang tidak terkendali membuat harga melambung, membuat banyak rakyat Venezuela berjuang untuk membeli barang-barang pokok seperti makanan dan obat-obatan.

Guaidó berkeras bahwa masyarakat butuh bantuan, sementara Maduro memandang bantuan internasional merupakan cara AS menginvasi negaranya.

Setidaknya 2,7 juta orang telah meninggalkan Venezuela sejak 2015.