Para jamaah telah kembali ke masjid Al-Noor di Christchurch untuk pertama kalinya sejak penembakan massal di masjid itu, di mana belasan orang terbunuh.
Bangunan ini sebelumnya ditutup agar polisi dapat menyelidiki serangan itu tetapi pada hari Sabtu (23/03), sekelompok kecil jamaah diizinkan untuk beribadah kembali.
Lima puluh orang tewas dalam penembakan di dua masjid pada 15 Maret.
Ketika masjid Al-Noor dibuka kembali, sekitar 3.000 orang berjalan melalui Christchurch untuk ‘pawai cinta’ yang dimaksudkan untuk menghormati para korban.
Banyak yang berjalan dalam diam dan beberapa membawa plakat yang menyerukan perdamaian dan menentang rasisme.
“Kami merasa kebencian telah membawa banyak kegelapan setiap waktu,” kata Manaia Butler, seorang siswa berusia 16 tahun yang membantu mengatur pawai.
“Cinta adalah obat terkuat untuk menerangi kota dari kegelapan itu,” katanya.
Aden Diriye, yang kehilangan putranya yang berusia 3 tahun dalam serangan itu, kembali ke masjid Al-Noor pada hari Sabtu.
“Saya sangat senang,” katanya setelah berdoa. “Saya kembali begitu kami bangun, untuk berdoa.”
Warga Australia, Brenton Tarrant, pria berusia 28 tahun yang menyatakan dirinya seorang supremasi kulit putih, telah didakwa dengan satu pembunuhan sehubungan dengan serangan itu dan ia diperkirakan akan menghadapi tuntutan lebih lanjut.
Lubang peluru ditambal, dinding dicat ulang
Setelah investigasi TKP selesai, masjid Al-Noor, yang menjadi lokasi mayoritas korban tewas, dilimpahkan lagi kepada komunitas muslim kota.
Sekitar tengah hari waktu setempat, sekelompok kecil jamaah diizinkan kembali ke masjid, sementara polisi bersenjata berpatroli di lokasi.
“Kami mengizinkan 15 orang sekaligus, supaya mendapatkan normalitas,” ujar Saiyaf Hassen, seorang sukarelawan di masjid itu kepada kantor berita AFP.
Dia tidak mengatakan kapan masjid itu akan sepenuhnya dibuka kembali.
Masjid telah diperbaiki, dengan lubang peluru ditambal dan dinding-dinding yang baru dicat – meskipun kurangnya karpet di lantai berfungsi sebagai pengingat apa yang telah terjadi.
Para jamaah berlutut berdoa di atas karpet empuk berwarna abu-abu yang menempel di lantai.
“Ini adalah tempat di mana kita berdoa, di mana kita bertemu, kita akan kembali,” Ashif Shaikh, yang berada di masjid pada saat penembakan, mengatakan kepada kantor berita Reuters.
Polisi mengatakan masjid Linwood, yang merupakan masjid kedua yang diserang, juga telah dibuka kembali.
Reformasi regulasi senjata
Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern pada hari Kamis (21/03) mengumumkan larangan terhadap semua jenis senjata semi-otomatis setelah serangan Christchurch.
Dia mengatakan dia berharap undang-undang baru akan berlaku pada 11 April, dengan mengatakan: “Sejarah kita berubah selamanya. Sekarang, hukum kita juga akan [berubah].”
“Enam hari setelah serangan ini, kami mengumumkan larangan terhadap semua semi-otomatis gaya militer (MSSA) dan senapan serbu di Selandia Baru,” kata Ardern dalam konferensi pers.
“Bagian terkait yang digunakan untuk mengubah senjata ini menjadi MSSA juga dilarang, bersama dengan semua magazin berkapasitas tinggi.”
Kelonggaran diberlakukan bagi pemilik senjata dapat menyerahkan senjatanya, dan skema pembelian kembali akan dilakukan.
Pembelian kembali dapat menelan biaya hingga US$138 juta, setara Rp 1,97 triliun, tetapi Ardern mengatakan “Itu adalah harga yang harus kita bayar untuk memastikan keamanan masyarakat kita”.
Ardern juga mengumumkan bahwa Peringatan Nasional untuk para korban sedang direncanakan untuk minggu depan.