Boris Johnson terpilih menjadi ketua partai yang memerintah Konservatif yang otomatis menjadi perdana menteri baru Inggris, dalam pemilihan yang diumumkan hasilnya Selasa (23/07).
Ia mengalahkan Menteri Luar Negeri Jeremy Hunt dalam pemungutan suara di kalangan anggota Partai Konservatif dengan meraih 92.153 suara sementara Hunt mencapai 46.656.
Mantan wali kota London ini akan mengambil alih dari Theresa May pada Rabu (24/07).
Dalam pidatonya, Johnson mulai dengan memuji pendahulunya dengan mengatakan, “merupakan penghargaan menjabat dalam kabinet (May).”
Saat tiba di kantornya Selasa pagi, Johnson dihadang pemrotes yang membawa spanduk bertuliskan “Kebebasan, Independen, Identitas, Demokrasi, Kedaulatan”. Ia tak menjawab sepatah pun pertanyaan dari media.
Johnson dan saingannya, Menteri Luar Negeri Jeremy Hunt melakukan perjalanan keliling Inggris untuk memenangkan suara para anggota partai konservatif yang berjumlah 160.000 orang. Pemungutan suara lewat pos ditutup Senin (22/07).
Johnson pernah menjadi menteri luar negeri di bawah May namun mundur tahun lalu.
May mengundurkan diri karena usulannya terkait Brexit – Inggris keluar dari Uni Eropa- berulang kali ditolak parlemen.
Mantan pemimpin Partai Konservatif, William Hague dalam tulisan di Koran Daily Telegraph, memperingatkan Johnson bahwa dia menghadapi tantangan yang paling besar perdana menteri baru sejak Winston Churchill, Perdana Menteri Inggris saat perang dunia kedua sejak 1940-1945.
Ia mendesak Johnson untuk menjadi figur pemersatu yang diharapkan dapat mencegah Inggris Raya pecah.
“Dear Boris, Seluruh Partai Konservatif memperkirakan kamu akan menjadi perdana menteri. Selamat…Anda membawa harapan, bahkan mereka yang tidak memilihmu, bahwa kamu akan membawa negara dan partai bersatu dan berhasil. Namun Anda menghadapi tantangan paling berat untuk masuk ke No 10 (kantor PM Inggris, 10 Downing Street, London) sejak Churchill,” tulis Hague.
Johnson sendiri telah berjanji untuk mengatasi isu Brexit dengan atau tanpa perjanjian pada akhir bulan Oktober.
Sejumlah menteri, termasuk Menteri Keuangan, Philip Hammond, mengatakan akan mundur sebagai protes bila Johnson menang, salah satu petunjuk bahwa terjadi perpecahan di internal Partai Konservatif.
Berdasarkan ketentuan, Theresa May akan mengajukan mundur secara resmi kepada Ratu Elizabeth pada Rabu (24/07) dan Johnson akan secara resmi melakukan audisi dengan Ratu di Istana Buckingham.
Perjalanan karir dari wartawan, wali kota, menteri luar negeri
Sejak menjadi wartawan dan redaktur pada majalah Spectator dan kontestan acara TV, Have I Got News For You, Boris Johnson sudah dikenal karena punya pesona unik yang sering tidak terorganisir.
Dalam perjalanan berikutnya ia menjadi anggota parlemen untuk partai Konservatif pada 2001.
Ia dianggap lebih liberal dibandingkan anggota Partai Konservatif lain.
Sebagai wartawan, ia banyak mempertanyakan dicabutnya undang-undang yang mempromosikan hak homoseksualitas oleh pemerintah daerah. Namun sebagai anggota parlemen, ia mengubah arah dan mendukung perkawinan sejenis.
Pada 2008, ia terpilih menjadi wali kota London menggantikan Ken Livingstone dari Partai Buruh. Ia menjadi wali kota sampai tahun 2016, periode terlama yang pernah ia jabat sebagai pemimpin.
Sebagai wali kota London, ia banyak dibicarakan karena capaian dalam mengurangi kejahatan, meningkatkan perumahan dan transportasi.
Johnson juga mendukung kewenangan polisi untuk menggeledah warga guna mengatasi kejahatan. Ia mengatakan saat itu bahwa dirinya akan tetap menjamin peningkatan jumlah personil polisi walaupun ada pemotongan anggaran pemerintah pusat.
Ingin mencontoh Jakarta
Saat menjadi wali kota, Johnson mengunjungi Jakarta dan menyatakan ingin mengikuti langkah car-free day di ibu kota setiap hari Minggu.
Ia mengatakan saat itu, “Akan meminta unit Transportasi London untuk mempertimbangkan ide (car free day) ini.”
Ia sempat bersepeda dengan Presiden Joko Widodo dan menyatakan, “Sensasional ya? Saya sangat terkesan dengan popularitas car-free day pada hari Minggu.”
Perjalanan politik berikutnya adalah diangkat menjadi menteri luar negeri oleh perdana menteri baru saat itu, Theresa May pada 2016.
Jabatannya sebagai menteri luar negeri dianggap sebagai pengakuan atas peranannya sebagai salah satu tokoh sentral dalam kampanye Inggris meninggalkan Uni Eropa.
Ia menjadi salah satu tokoh utama dalam kampanye Brexit dalam referendum pada 2016, masalah yang menyebabkan Theresa May mundur.
Selama kisruh bagaimana memformulasikan kesepakatan Brexit, Johnson tetap menekankan Inggris harus keluar dari Uni Eropa pada tanggal 31 Oktober, dengan atau tanpa kesepakatan.