Bentrokan Israel dan Milisi Palestina di Gaza: Mengapa Hamas Memilih Menahan Diri?

0
785

Gelombang kekerasan di Gaza pekan lalu sangat berbeda dengan pertempuran lintas-perbatasan sebelumnya: Hamas bungkam dan Israel tidak menargetkan musuh tradisionalnya tersebut.

Secara paradoks kenyataan ini menegaskan bahwa Israel dan Hamas – gerakan Islam utama di Gaza – berkomitmen mencapai pemahaman strategis demi membantu menjaga perdamaian.

Pertempuran dimulai ketika Israel membunuh komandan tertinggi Jihad Islam, kelompok yang jumlah anggotanya lebih kecil dan lebih radikal, yang diklaim merencanakan melakukan serangan dalam waktu dekat.

Operasi kontroversial ini jarang terjadi sejak perang Gaza 2014, dan kelompok Jihad Islam membalasnya dengan rentetan serangan roket.

Kelompok ini mengharapkan agar Hamas bergabung dengan mereka guna membalas pembunuhan komandannya, Baha Abu al-Ata.

Hamas, yang menguasai dan memerintah Gaza, berpartisipasi bersama dengan faksi lainnya untuk membahas taktik. Tapi mereka jelas tidak meluncurkan serangan apa pun ke wilayah Israel.

Pesan untuk Hamas

Hal itu dilakukan Hamas “demi kepentingan Palestina” untuk menghindari eskalasi, kata seorang pejabat senior Hamas, Basem Naim, kepada BBC.

Warga Gaza sudah cukup menderita lantaran kondisi mengerikan di lapangan, katanya, dan “atmosfer regional dan internasional tidak begitu membantu saat ini”.

Terkait dengan masalah ini, Israel biasanya menuntut Hamas bertanggung jawab atas kekerasan yang berasal dari Gaza. Namun demikian, pemerintah Israel menjelaskan bahwa saat ini mereka hanya mengejar kelompok Jihad Islam.

Bagaimanapun, situasi ini memunculkan kritik terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang dengan cepat menghubungkan waktu kejadian serangan pembunuhan itu dengan perjuangan politiknya.

Mereka menuduh Netanyahu berusaha menggunakan masalah keamanan untuk memperkuat kepentingannya terkait pembicaraan koalisi untuk pemerintahan baru yang akan membantunya mempertahankan posisinya.

Namun demikian, pasukan pertahanan Israel mengklaim aksi pembunuhan terhadap komandan Jihad Islam itu sebagai prestasi militer.

Mereka menggambarkan sosok Baha Abu al-Ata sebagai tukang onar pengobar perang, yang menurut Kepala Staf Kementerian Pertahanan Israel, Letnan Jenderal Aviv Kochavi, telah menghalangi upaya Israel mencapai gencatan senjata jangka panjang dengan Hamas.

Pembunuhan itu tentu ditafsirkan oleh media Israel sebagai pesan kepada Hamas bahwa Israel menginginkan upaya gencatan senjata, dengan ditengahi oleh Mesir, Qatar dan Perserikatan Bangsa-Bangsa sejak setahun yang lalu.

‘Kepentingan timbal balik’

Hamas dan Israel adalah musuh lama. Israel memperketat blokade atas Jalur Gaza ketika Hamas memperkuat kekuatannya di sana pada 2007 dan semenjak itulah Israel meluncurkan tiga operasi militer berskala besar untuk menghentikan serangan roket dari wilayah kantong di pesisir pantai.

Tetapi Israel juga memilih upaya pengaturan gencatan senjata karena Hamas membuktikan kekuatannya untuk bertahan.

Rincian mengenai gencatan senjata ini masih dinegosiasikan. Tetapi bagi Hamas upaya gencatan senjata ini berarti menurunkan eskalasi unjuk rasa mingguan di sepanjang perbatasan Gaza dengan Israel, dan bagi Israel berarti mengurangi blokade total

Namun alasan yang lebih penting bagi Hamas adalah persoalan keuangan, setelah bantuan keuangan dari Qatar berjalan seret lantaran negara itu dikenai sanksi.

Adapun bagi kepentingan militer Israel, kini pihaknya berusaha menstabilkan situasi keamanan di wilayah Israel selatan, sehingga dapat fokus atas apa yang dilihatnya sebagai ancaman yang jauh lebih besar dari kelompok militan Hizbullah Lebanon dari wilayah utara.

Jadi, Israel dan Hamas kemungkinan memiliki kepentingan bersama “secara tidak langsung” dalam menempatkan kematian komandan kelompok Jihad Islam, kata Mukhaimer Abu Saada, pengamat politik di Universitas Al-Azhar di Gaza.

“Tidak mudah bagi saya sebagai warga Palestina untuk mengatakan ada kepentingan bersama Hamas dan Israel dalam pembunuhan Baha Abu al-Ata,” katanya kepada BBC.

“Tetapi saya katakan bahwa Hamas tidak senang dengan (perilakunya): dia bertanggung jawab karena melanggar perjanjian gencatan senjata dengan Israel, dengan meluncurkan roket terhadap kota-kota dan desa-desa Israel yang berdekatan dengan Jalur Gaza. ”

Masalah waktu

Namun demikian, Hamas berada dalam posisi sulit.

Keputusannya untuk menjauhkan diri dari konflik telah menyebabkan kemarahan publik – terutama setelah delapan anggota satu keluarga, termasuk anak-anak, tewas dalam serangan udara Israel – dan melahirkan ketegangan tajam dengan kelompok Jihad Islam.

Kelompok Jihad Islam bahkan dilaporkan mengancam akan menarik diri dari kerja sama dengan Hamas. Dan tembakan roket sporadis berlanjut setelah Mesir memediasi kesepakatan untuk mengakhiri pertempuran.

Pejabat senior Hamas, Bassem Naim mengecilkan perbedaan antara kedua kelompok. Dia menegaskan Hamas tidak meninggalkan komitmennya pada perlawanan bersenjata terhadap pendudukan Israel – sebuah tindakan yang oleh Israel dan banyak negara Barat disebut sebagai terorisme.

“Barangkali kami, berdasarkan kepentingan pihak kami, kadang-kadang memutuskan untuk menunda atau mengurangi respons kami (terhadap serangan Israel), tetapi itu tidak berarti kami tidak memiliki hak untuk melanjutkan perjuangan kami,” katanya.

“Keputusan seperti itu bukan berarti kami seolah-olah berperan sebagai pasukan polisi untuk kepentingan pendudukan, dan apabila kami harus memutuskan untuk menghentikannya, itu didasarkan pada dialog Palestina, bukan tanggapan terhadap keinginan atau rencana Israel,” tambahnya.

Bagaimanapun, menurut sebuah komentar di surat kabar Israel, Yedioth Ahronoth, pasukan bersenjata Israel meyakini bahwa pihaknya telah meningkatkan peluang pengaturan gencatan senjata dengan Hamas.

Mereka juga mengharapkan para politisi di Israel menerjemahkannya sebagai “pertempuran yang relatif sukses” menjadi sebuah keuntungan diplomatik.

Dan dari sudut pandang Hamas, kata Mukhaimer Abu Saada, itu tergantung apakah Israel akan mengendorkan blokadenya di wilayah itu.

“Apabila Israel akan meringankan kondisi kehidupan sehari-hari di Gaza, saya dapat menjamin Anda, Hamas akan melanjutkan upaya gencatan senjata,” katanya.

“Tetapi jika situasinya tidak membaik, hanya masalah waktu sebelum eskalasi berikutnya akan terjadi.”