Pakar lingkungan hidup Tarsoen Waryono mengatakan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) untuk merekayasa hujan yang turun di Jabodetabek berpotensi menyebabkan hujan asam hingga mengganggu siklus hidrologi atau air.
Siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang berjalan secara terus menerus dari atmosfer ke bumi dan kembali atmosfer. Potensi terjadinya kerusakan siklus hidrologi dalam hal ini bisa disebabkan modifikasi cuaca.
Modifikasi cuaca yang tidak tepat di beberapa daerah akan merusak sistem hidrologi karena pemakaian air tanah secara terus menerus untuk kepentingan manusia. Sementara pasokan air tanah berkurang.
“Kalau ini dilakukan secara terus menerus, sistem akan rusak. Air tanah disedot kepentingan untuk manusia, tapi tidak diimbangi dengan air hujan,” kata Tarsoen saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (13/1).
Oleh karena itu, Tarsoen mengatakan tim TMC harus melihat siklus hidrologi yang tepat. Ia mengatakan modifikasi cuaca jangan sampai terjadi di tempat yang sedang mengalami kekeringan.
Tarsoen mengatakan modifikasi cuaca memang tepat dilakukan di musim hujan karena besarnya volume air yang meresap ke tanah.
“Kalau memang TMC dilakukan tidak sesuai dengan sistem akan menyebabkan siklus hidrologi terganggu,” ujar Tarsoen.
Lebih lanjut, Tarsoen khawatir modifikasi cuaca dengan menggunakan garam NaCl juga bisa menyebabkan hujan asam. Hujan asam terjadi apabila awan telah memiliki zat-zat asam yang tinggi.
Hujan asam diprediksi bisa mengganggu tanaman hingga biota di lingkungan.
“Kalau terjadi hujan asam itu tanaman baik sayur atau buah buahan itu akan hancur semua ya. Begitu juga kalau itu jatuh di rawa atau danau, ikan dan biota lainnya akan terganggu karena ada suplai air yang asam,” ujar Tarsoen.