Setiap kali mengoperasikan gawai, tanpa disadari pengguna mengoperasikan algoritma. Mulai dari membuka kunci ponsel dengan wajah, memutuskan video apa yang dilihat di media sosial, hingga memperbarui rute Google Maps.
Namun apa sebenarnya algoritma?
Algoritma merupakan seperangkat pengaturan atau perekaman langkah pengguna yang diikuti oleh komputer untuk menghasilkan sesuatu.
Algoritma tidak hanya ada di ponsel, namun digunakan hampir dalam semua jenis proses. Dari membantu mengerjakan pekerjaan rumah hingga ‘membimbing’ vakum robot untuk menghindari kotoran hewan.
Cara kerja algoritma, dan sistem kesimpulan yang dihasilkan, dianggap menghasilkan pola yang misterius, terutama karena penggunaan teknik Artificial intelligence (AI) membuatnya semakin kompleks.
Hasil AI dianggap tidak selalu bisa dipahami, atau akurat dan konsekuensinya bisa menjadi bencana bagi pengguna.
Algoritma pertama kali dikenalkan oleh seorang ilmuwan peneliti di tim AI di pembuat model AI Hugging Face. Algoritma sederhana telah digunakan untuk pengambilan keputusan berbasis komputer selama beberapa dekade.
Saat ini, algoritma membantu memudahkan proses yang mulanya rumit. Saat Anda mengunjungi e-commerce dan melihat piyama, algoritma akan memetakan model yang termurah hingga termahal.
Dikutip CNN, cara tersebut kerap digunakan oleh Facebook, Instagram, dan Twitter untuk membantu mempersonalisasi umpan pengguna berdasarkan minat dan aktivitas masing-masing individu.
Cara kerja algoritma memetakan pikiran
Algoritma yang digunakan oleh mesin pencari Google, mengacu pada proses internal yang digunakan Google untuk menentukan peringkat konten. Hal ini untuk mempertimbangkan sejumlah faktor saat menentukan perangkat, seperti relevansi dan kualitas konten terhadap permintaan pencarian tertentu.
Namun cara kerja algoritma pencarian Google tak ada yang pernah tahu secara pasti dan detail. Algoritma Google merupakan rahasia bisnis yang dijaga ketat. Mengungkapkan rahasianya dianggap akan sangat mengurangi nilai jual perusahaan.
Terlebih jika algoritma dipublikasikan. Maka siapa pun akan dapat mengeksploitasinya dan mengatur sistem untuk kepentingan masing-masing pihak. Hal itu disebut akan berdampak pada hasil pencarian yang tidak membantu para pengguna, menurut laporan Semrush.
Dengan begitu tak diragukan lagi Google menjadi mesin pencari yang beriklim buruk bagi penggunanya.
Begitu banyak profesi digital seperti SEO kerap berspekulasi bagaimana sistem kerja algoritma Google, dan apa saja yang harus dilakukan untuk meningkatkan Search Engine Result Page (SERP).
Pada dasarnya algoritma bisa membaca kebiasaan pengguna.
Misalnya jika seorang asal Amerika Serikat mencari di Google kata kunci ‘hasil sepak bola hari ini’, kemungkinan besar akan melihat hasil Sepak Bola Amerika. Namun apabila kata kunci itu dicari di Inggris, kemungkinan besar akan melihat hasil sepak bola liga Premier.
Algoritma juga dapat mengidentifikasi pola dan preferensi berdasarkan penelusuran sebelumnya, dan memberikan hasil yang sesuai.
Sebagai contoh jika seseorang mencari ‘San Fransisco’ tetapi mereka juga mencari “San Francisco 49ers”, algoritma dapat menafsirkan bahwa pengguna menginginkan informasi tentang tim NFL daripada kota.
Selain itu algoritma juga dapat mempertimbangkan preferensi pencari, terutama jika mereka menjelajahi web saat masuk ke akun Google mereka. Misalnya, jika algoritma mengetahui pengguna tertarik pada musik dan saat pengguna mencari kata kunci ‘acara di sekitar saya’. Secara otomatis algoritma akan memprioritaskan konser musik untuk Anda.
Algoritma yang digunakan Google bersifat dinamis dan selalu dicari untuk memastikan bahwa algoritma terbaca dan berguna bagi berbagai pihak. Namun Google juga biasanya mengalami perbaruan yang lebih besar agar dapat secara signifikan mempengaruhi para pengguna.
Risiko mengandalkan algoritma
Meta, perusahaan yang sebelumnya dikenal sebagai Facebook sebelumnya mendapat sorotan karena mengubah algoritmanya yang dituding membantu mendorong lebih banyak konten negatif di jejaring sosial.
Ada konsekuensi yang mengubah hidup dari algoritma, terutama di tangan polisi. Kita tahu, misalnya bahwa beberapa pria kulit hitam pernah ditangkap, karena penggunaan sistem pengenalan wajah.
Seringkali hanya ada sedikit penjelasan dasar dari perusahaan teknologi tentang cara kerja sistem algoritma mereka, dan untuk apa algoritma digunakan.
Para ahli teknologi dan hukum teknologi mengatakan bahwa mereka yang membangun sistem ini juga tidak mengetahui apa kesimpulan perusahaan menggunakan algoritma.
Itulah alasan mengapa algoritma kerap disebut sebagai ‘kotak hitam’ menurut laporan Science Focus.
“Ilmuwan komputer, ilmuwan data, pada tahap saat ini mereka tampak seperti penyihir bagi banyak orang karena kami tidak mengerti apa yang mereka lakukan,” kata Gilliard. “Dan kami pikir mereka selalu melakukannya, dan itu tidak selalu terjadi.”
Saat ini Amerika Serikat diketahui tidak memiliki aturan federal tentang bagaimana perusahaan tersebut dapat dapat menggunakan algoritma secara umum, atau memanfaatkan AI.
Tetapi Kongres AS saat ini sedang mempertimbangkan undang-undang yang dijuluki Filter Bubble Transparency Act, yang akan memaksa perusahaan Internet besar seperti Google, Meta, TikTok, dan lainnya untuk “memberi alasan pengguna terlibat dengan platform tanpa dimanipulasi oleh algoritma data khusus pengguna”.