Pada akhir tahun lalu, Kongres Amerika Serikat menyerukan perombakan besar-besaran pada Amazon, Apple, Google, dan Facebook agar tidak melakukan praktik monopoli.
Masalahnya, untuk merombak raksasa teknologi itu, Kongres menyatakan perlu dilakukan reformasi hukum terlebih dahulu.
Undang-undang anti-monopoli yang dimiliki AS, Sherman Act, diangap sudah tidak relevan sehingga butuh pembaruan.
RUU berusaha melemahkan cengkeraman ekonomi perusahaan-perusahaan ini di dunia. RUU antimonopoli yang baru, dikatakan anggota parlemen, bertujuan untuk menyamakan kedudukan antara perusahaan terbesar dan perusahaan lainnya.
RUU diperkenalkan untuk memberi konsumen lebih banyak kebebasan memilih dan menandakan perubahan besar untuk Big Tech.
Di berbagai negara juga melakukan hal yang sama. Pemerintah China baru-baru ini sedang menyusun undang-undang baru yang berkaitan dengan larangan monopoli teknologi.
Hal ini mulai disusun setelah beberapa perusahaan baru Tiongkok itu sulit hadapi raksasa-raksasa teknologi yang sedang berjaya.
Parlemen Korea Selatan pada tahun lalu membuat rancangan undang-undang yang melarang Apple dan Google melakukan monopoli sistem pembayaran melalui App Store dan Play Store.
Monopoli tak sekadar membuat konsumen sukar berlabuh ke produk kompetitor, tetapi juga melalui aksi akuisisi dan praktek bisnis “buruk” lainnya.
Sebagai contoh, baru-baru ini akuisisi yang dilakukan raksasa Microsoft Corp., dengan perusahaan video game asal California Activision Blizzard Inc., senilai US$69 miliar.
Hal ini semakin memperkuat dan memperluas kedudukan Microsoft khususnya terkait game. Bahkan menjadikannya sebagai platform game tiga besar di dunia.