Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengungkap penyebab gempa Magnitudo (M) 6,3 yang mengguncang Gorontalo pada Rabu (18/1).
Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono menjelaskan, dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempa bumi yang terjadi merupakan jenis gempa intraslab.
“Dengan kedalaman menengah akibat adanya deformasi batuan dalam Lempeng Sangihe di bawah Teluk Tomini,” ujar dia dalam keteranganya, Rabu (18/1).
Gempa interslab, dikutip dari berbagai sumber, biasanya terjadi di zona subduksi atau batas lempeng yang disebabkan lempeng samudra yang menunjam mengalami pecah, retak atau patah.
Daryono mengatakan hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan gempa bumi memiliki mekanisme pergerakan naik (thrust fault).
Hasil monitoring, katanya, menunjukkan gempa tektonik ini terjadi pada 07.34.46 WIB, Teluk Tomini, Bone Bolango, Gorontalo. Gempa ini juga memiliki parameter update dengan Magnitudo 6,1.
Episenter alias pusat gempa terletak pada 0,01° LU ; 123,27° BT, atau tepatnya berlokasi di laut pada jarak 28 kilometer arah Selatan Bulawa, Bone Bolango, Gorontalo pada kedalaman 148 kilometer.
Daryono mengatakan gempa M 6,3 di Gorontalo ini berdampak dan dirasakan di daerah Luwuk dan Ampana dengan skala intensitas III-IV MMI, atau dirasakan oleh orang banyak dalam rumah namun tidak berpotensi tsunami.
Hingga pukul 08.00 WIB, kata Daryono, hasil monitoring BMKG belum menunjukkan adanya aktivitas gempabumi susulan atau aftershock.
Masyarakat diimbau untuk tetap tenang dan tidak terpengaruh dengan isu yang tidak tepat kebenarannya.
Selain itu, warga disarankan untuk menghindari bangunan yang retak atau rusak diakibatkan oleh gempa.
“Periksa dan pastikan bangunan tempat tinggal anda cukup tahan gempa, ataupun tidak ada kerusakan akibat getaran gempa yang membahayakan kestabilan bangunan sebelum anda kembali ke dalam rumah,” ujar Daryono.