Kasus Diabetes Naik, Kemenkes Desak Kemenkeu Terapkan Cukai Minuman Berpemanis

0
313

Kementerian Kesehatan mendesak Kementerian Keuangan untuk segera memberlakukan cukai pada Minuman Berpemanis dalam Kemasan (MBDK) sebagai upaya untuk mengantisipasi kenaikan kasus diabetes pada anak. Desakan tersebut tertuang dalam surat yang dikirimkan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani.

“Surat ke Kemenkeu, usulkan pengenaan cukai MDBK. Cukai Minuman Berpemanis dalam Kemasan (MBDK) diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa konsumsi MBDK harus dibatasi,” ungkap Budi dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI, Rabu (8/2).

Selain hal itu, kata Budi, Kemenkes juga akan mengatur kandungan gula, garam, dan lemak dalam makanan melalui amandemen Peraturan Menteri Kesehatan 2013 dan 2015 sebagai langkah preventif. Terkait dengan hal itu, Kemenkes akan berkoordinasi dengan sejumlah lembaga terkait.

“Kita akan fokusnya ke promotif dan preventif seperti gula, garam sama lemak akan kita atur. Ini mungkin multisektoral, Jadi kita bicara dengan Pak Menko juga karena sudah menyinggung industri, sisi ekonomi,” jelasnya.

Sebelumnya Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengatakan sebanyak 1.645 anak-anak di Tanah Air mengidap diabetes mellitus. Penyakit tersebut paling banyak menyerang anak usia 10-14 tahun.

Cukai Sukses Turunkan MBDK

Sementara itu, Direktur Kebijakan Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) Olivia Herlinda mengungkapkan penerapan cukai MBDK di berbagai negara sudah terbukti menurunkan konsumsi jenis minuman tersebut di masyarakat.

Dalam paparannya, CISDI menerangkan bahwa penerapan 20 persen cukai MBDK di berbagai negara bagian di Amerika Serikat diperkirakan akan menurunkan konsumsi MBDK sebesar 24 persen. Sedangkan Meksiko, berhasil menurunkan jumlah pembelian MBDK sebesar 19 persen melalui penerapan cukai MBDK sebesar 10 persen, dan diperkirakan akan lebih efektif lagi bila tarif tersebut ditingkatkan.

Selain itu, kebijakan cukai MBDK di Inggris dapat mendorong penurunan kadar dula sebesar 11 persen pada periode 2016-2017. Studi pemodelan di Thailand juga menunjukkan cukai MBDK sebesar 20 persen dan 25 persen dapat menurunkan prevalensi obesitas sebesar 3,83 persen dan 4,91 persen.

“Namun kaitannya apakah dengan cukai MBDK bisa menurunkan prevalensi penyakit dan sebagainya. kita masih membutuhkan studi panjang, berapa tahun ke depan mungkin sudah ada hasilnya. Karena pemberlakuannya masih baru, di banyak negara pun masih terbuktinya untuk menurunkan konsumsi sudah cukup konservatif,” ungkap Olivia kepada VOA.

Dalam konteks Indonesia, jelas Olivia, studi elastisitas harga MBDK menunjukkan apabila ada penerapan cukai MBDK sebesar 20 persen, maka akan menurunkan konsumsi MBDK tersebut sekitar 17,5 persen.

“Jadi itu modeling yang kami lakukan estimasinya seperti itu. Dari studi tersebut sebenarnya masyarakat memang menunjukkan perubahan perilaku ketika cukai MBDK diberlakukan,” jelasnya.

Lebih jauh, Olivia menuturkan bahwa kebijakan fiskal seperti penerapan cukai MBDK merupakan satu hal penting yang terbukti bisa menurunkan konsumsi MBDK secara konservatif dan cepat. Namun, katanya, kebijakan fiskal ini perlu didukung dengan kebijakan non-fiskal lainnya.

Beberapa kebijakan yang sudah ada seperti pencantuman kandungan nutrisi di dalam makanan dan minuman sudah cukup baik. Namun, sayang, pengawasan dan penegakkan hukumnya masih sangat lemah.

“Itu sebenarnya bisa dioptimalkan juga oleh Kemenkes sebagai upaya preventif dan promotif juga. Kemudian di sisi lain, banyak kebijakan non-fiskal lainnya yang di dukung oleh lintas kementerian bukan saja Kemenkes. Misalnya pembangunan infrastruktur (untuk aktivitas) fisik, kemudian kantin sekolah, edukasi guru dan orang tua, kemudian pembatasan iklan dan pemasaran,” jelasnya.

Olivia berpendapat hal-hal yang tak kalah penting untuk menghentikan tren kenaikan diabetes di Tanah Air adalah dengan menyediakan makanan sehat dengan harga yang terjangkau.

“Karena sekarang lebih tersedia dan lebih terjangkau itu makanan tidak sehat karena lebih murah, lebih accessesible. Jadi pemerintah butuh juga meningkatkan keterjangkauan dari makanan sehat, subsidi makanan sehat akan menjadi kebijakan penting,” pungkasnya.