Alasan Orang Masih Percaya Teori Konspirasi Pendaratan di Bulan

0
311

Pada 1969, lebih dari setengah abad yang lalu, astronaut Apollo 11 Neil Armstrong dan Edwin ‘Buzz’ Aldrin mendarat di Bulan. Namun, kenapa teori konspirasi masih ramai menggoreng peristiwa tersebut hari ini?

Beberapa pihak masih bersikeras bahwa manusia tidak mendarat di Bulan dengan berbagai alasan. Hal itu tampak dari beberapa unggahan, baik teks maupun video, yang beredar di Twitter, misalnya.

Dalihnya, masalah bendera yang berkibar di Bulan hingga langit tak berbintang.

Haruskah kita mempercayai mereka? Bagaimana Anda tahu bahwa astronaut benar-benar pergi ke Bulan?

Michael Richmond, Profesor Astronomi dan Fisika di Rochester Institute of Technology, AS, dikutip dari The Conversation, mengungkapkan pada dasarnya teori konspirasi itu bisa dibantah oleh sejumlah fakta.

Pertama, bukti fisik pendaratan di Bulan, termasuk bebatuan yang dibawa misi Apollo 11, tidak bisa dipalsukan dengan mudah.

Benda-benda ini tidak seperti bebatuan di Bumi. Mereka mirip dengan sampel Bulan yang dibawa oleh pesawat ruang angkasa Soviet dan China. Ilmuwan dari berbagai negara, kata dia, juga sudah meneliti bebatuan ini dan terus mempelajarinya hingga saat ini.

Kedua, astronot Apollo 11 menempatkan cermin di Bulan yang sudah terdeteksi selama beberapa dekade oleh teleskop di AS, Prancis, Jerman, Afrika Selatan, dan Australia.

“Siapa pun dengan beberapa juta dolar dapat membuat teleskop yang cukup besar untuk melihatnya,” ucap Richmond.

Ketiga, puluhan wahana tak berawak yang dikirim ke Bulan oleh AS dan Uni Soviet sebelum Apollo 11, yang membangun teknologi yang dibutuhkan untuk pendaratan.

Keempat, anggaran besar yang dikhususkan untuk proyek tersebut. NASA sendiri menghabiskan sekitar US$49 miliar untuk misi Bulan antara 1960 dan 1973.

Kelima, kesepakatan universal oleh lembaga ilmiah dan akademik di seluruh dunia selama setengah abad terakhir bahwa astronaut benar-benar mendarat di Bulan.

Masalah psikologis

“Jadi mengapa sebagian orang terus bersikeras bahwa manusia tidak pernah mencapai Bulan?” cetus Richmond.

“Mungkin mereka suka membayangkan bahwa mereka memiliki ‘pengetahuan rahasia’. Itu membuat mereka merasa mereka sedikit lebih pintar dari orang lain. Lagi pula, beberapa masih salah mengklaim Bumi itu datar,” lanjut dia.

Daniel Jolley, profesor psikologi sosial Universitas Nottingham, mengatakan teori konspirasi “dimulai dengan [saat] kita mencoba untuk memahami peristiwa yang kompleks.”

“Teori konspirasi bisa dibilang menawarkan solusi sederhana untuk masalah yang kompleks,” dikutip dari LiveScience.

Karen Douglas, seorang profesor psikologi sosial di University of Kent, Inggris, menyebut gagasan hoaks itu subur berkembang ketika orang membutuhkan jawaban pada periode tertekan alias stres.

“Teori konspirasi cenderung muncul ketika hal-hal penting terjadi yang ingin dipahami orang,” katanya,

“Khususnya, mereka cenderung muncul di saat krisis ketika orang merasa khawatir dan terancam. Mereka tumbuh dan berkembang di bawah kondisi ketidakpastian,” sambungnya.

Menurut Douglas, teori tak masuk akal ini dipercaya ketika ada kebutuhan psikologis yang tak terpenuhi.

“Penelitian mengungkap orang-orang tertarik kepada teori konspirasi ketika salah satu atau lebih kebutuhan psikologis mereka tidak terpenuhi. Salah satu dari kebutuhan itu adalah epistemik; kebutuhan untuk tahu kebenaran, kejelasan, dan kepastian,” jelasnya.

Menurut dia, kebutuhan lain yang tak kalah penting adalah eksistensial, yang berkaitan dengan rasa aman dan memiliki kontrol atas apa yang terjadi serta secara sosial berhubungan dengan kepercayaan diri dan rasa positif terhadap kelompok.

“Siapa pun bisa menjadi korban teori konspirasi jika mereka memiliki kebutuhan psikologis yang tidak terpenuhi pada waktu tertentu,” tandas Douglas.

Sumber : CNN [dot] COM