Mungkinkah China Mengetes 11 Juta Warga Wuhan Dalam 10 Hari Saja?

0
622

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendeskripsikan strategi China melawan virus corona “mungkin langkah penanganan penyakit yang paling ambisius dan agresif di dunia dalam sejarah.”

Namun, rencana terbaru Beijing untuk mengetes seluruh populasi di Wuhan, kota yang menjadi pusat penyebaran pandemi Covid-19 pada Januari silam, telah megejutkan semua orang.

Pemerintah daerah telah diperintahkan untuk mengetes 11 juta orang yang terdaftar, dimulai dari orang-orang yang dianggap berisiko dan memiliki “pekerjaan kunci”, seperti sektor kesehatan.

Pihak berwenang kini telah mengindikasikan bahwa tes-tes itu bisa dibuat bergiliran, sehingga sampel dapat dikumpulkan dan diproses pada skala massa tertentu.

Tes akan mengungkapkan apakah mereka secara aktif terinfeksi Covid-19.

Tapi target ambisius ini, secara teori, berarti bahwa Wuhan menguji setidaknya satu juta penghuninya per hari – peningkatan besar-besaran dari kapasitas pengujian harian saat ini yang berada di kisaran 40.000 – 60.000.

“Kita mungkin harus mengharapkan keajaiban,” kata Yanzhong Huang, peneliti senior untuk kesehatan global di Dewan Hubungan Luar Negeri di New York, Amerika Serikat.

Mengapa orang sebanyak itu harus dites?

Rencana ambisius ini diumumkan setelah enam kasus dilaporkan di sebuah pemukiman di kota itu pada akhir pekan silam.

Kasus-kasus terbaru itu dikategorikan sebagai kasus asimtomatik – artinya, mereka dinyatakan positif Covid-109 namun tidak menunjukkan gejala-gejala seperti batuk atau demam.

Setelah pemeriksaan, semua 5.000 warga yang tinggal di kompleks itu telah diperintahkan untuk menjalani tes.

Beberapa berpendapat bahwa di antara 11 juta penduduk terdaftar di Wuhan, cukup banyak dari mereka telah meninggalkan kota sebelum karantina atau telah diuji dalam beberapa minggu terakhir.

Oleh karena itu, ini bukan tugas yang menakutkan bagi pihak berwenang ketika memulai periode pengujian 10 hari.

Sekitar tiga hingga lima juta penduduk Wuhan telah diuji, ujar Yang Zhanqiu, wakil direktur departemen biologi patogen di Universitas Wuhan kepada surat kabar Global Times.

“Wuhan mampu menguji enam hingga delapan juta sisanya dalam 10 hari,” katanya.

Bahkan jika jumlah tes yang harus dilakukan dikurangi menjadi enam atau delapan juta saja, ini masih berarti jumlah pengujian harian berkisar antara 600.000 hingga 800.000, jika pihak berwenang tetap pada kerangka waktu 10 hari yang dijanjikan.

Dan ini sebuah tantangan.

Pada 22 April, pemerintah provinsi Hubei telah melaporkan sekitar 89.000 orang telah diuji per harinya.

Mereka pulai menambahkan bahwa di Wuhan, ibu kota provinsi Hubei, jumlah orang yang diuji setiap harinya 63.000 orang.

Dan pada 10 Mei, kurang dari 40.000 tes dilakukan di Wuhan pada satu hari, menurut pihak berwenang.

Jadi bagaimana jutaan orang bisa diuji begitu cepat?

Mereka yang optimis berpendapat bahwa jika pihak berwenang Cina serius dengan janji ini, masih mungkin untuk mencapai secara teoritis.

Pada hari Rabu (13/05) media China Caixin mengutip Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Wuhan yang mengatakan bahwa pengujian massal terutama dilakukan oleh perusahaan pihak ketiga.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit dan rumah sakit lokal di semua distrik kota akan mengirim personel untuk mengambil sampel.

Pejabat memperkirakan bahwa kapasitas organisasi pengujian pihak ketiga adalah 100.000 per hari, dan mengakui bahwa tidak mungkin untuk mencapai pengujian massal dalam waktu singkat.

“Oleh karena itu, tes akan bertahap, yang berarti bahwa beberapa distrik [di kota] mulai dari 12 Mei; lainya mulai dari 17 Mei, misalnya. Setiap distrik menyelesaikan tes dalam waktu 10 hari sejak tanggal dimulainya pengujian.”

China mampu menghasilkan lima juta alat uji per hari, kata kementerian industri negara itu bulan lalu. Dan lebih banyak pusat pengujian dan laboratorium sedang dibangun untuk menganalisis sampel yang dikumpulkan.

Beberapa, termasuk Profesor Yang, mengatakan bahwa tidak perlu menguji setiap penduduk di Wuhan jika lingkungan tempat tinggal mereka melaporkan tidak ada kasus.

“Anda tidak akan pernah tahu apakah orang terinfeksi setelah tes negatif … Ini pada dasarnya merupakan penyelidikan epidemiologis untuk menentukan situasi saat ini,” katanya kepada The Global Times.

‘Kekhawatiran akan gelombang kedua’

Seiring dengan makin banyaknya negara-negara yang melakukan pelonggaran karantina wilayah, kekhawatiran akan munculnya kasus-kasus gelombang kedua menjadi perhatian pemerintah.

Pada 8 April silam, kehidupan di Wuhan mulai menggeliat setelah 11 pekan karantina wilayah, namun kini muncul kekhawatiran akan terjadinya gelombang kedua, terutama setelah adanya laporan kasus-kasus terbaru.

Tindakan pencegahan juga diambil di tempat lain di China: kota Jilin di timur laut China, misalnya, melarang pekerjaan luar ruangan dan hanya penduduk yang telah dites negatif pada 48 jam terakhir yang diizinkan meninggalkan kota.

Layanan kereta dan bus telah ditangguhkan, dan bioskop, pusat kebugaran dan kafe internet ditutup.

Wu Zunyou, kepala ahli epidemiologi di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China, mengatakan pemerintah waspada terhadap kemungkinan kasus Covid-19 yang berkepanjangan yang tampaknya muncul kembali setelah dites negatif.

“Sebenarnya, ada lebih dari satu kasus seperti itu di Wuhan: perjalanan penyakit dapat berlangsung 30 hingga 50 hari untuk beberapa pasien,” kata Wu dalam sebuah wawancara dengan media pemerintah CCTV.

“Virus ini bisa memakan waktu lebih lama untuk memanifestasikan dirinya pada pasien dengan kekebalan yang lemah, yang juga rentan terhadap gejala.”

Wu juga menambahkan bahwa “tidak perlu” menguji setiap penduduk di Wuhan di lingkungan tanpa ada kasus.

Pengujian akan memakan biaya banyak

Menguji seluruh populasi Wuham akan “memakan biaya banyak”, kata Profesor Huang.

“Tetapi perlu diingat bahwa ini adalah China. Cara mereka lakukan karantina ini, tindakan penanganan yang kejam – semua hal itu mahal. ”

“Tapi itu persis tujuannya: memaksimalkan perlindungan dengan segala cara.”

Sikap China yang ambisius terhadap virus corona sangat kontras dengan negara-negara lain.

Di AS, pengujian harian rata-rata adalah 300.000 dan Presiden Donald Trump dikritik karena meremehkan langkah-langkah jarak sosial, meskipun memiliki angka kematian tertinggi di dunia karena virus corona.

Di mata pihak berwenang China, perbandingan itu “menyoroti, ‘keunggulan’ dari pendekatan China,” kata Profesor Huang.

Namun rencana saat ini tidak akan menyelesaikan masalah infeksi di masa depan, katanya, karena tes hanya akan menunjukkan infeksi aktif.

Oleh karena itu, “masih ada kemungkinan wabah terisolasi di masa depan, yang bahkan pengujian skala besar tidak akan bisa mengatasinya,” ia memperingatkan.