Ahli Beberkan Misteri Hobbit Asal Flores, Homo Floresiensis

0
655

Hobbit yang memiliki tubuh mini mengemuka berkat film ‘The Lord of The Rings’ adaptasi novel fiksi karya J.R.R. Tolkien.

Di situ digambarkan tokoh-tokoh hobbit seperti Frodo Baggins juga Sam Gamgee memiliki tubuh pendek, jauh di bawah manusia umumnya. Namun sepertinya keberadaan hobbit bukan sekadar kisah rekaan Tolkien.

Homo Floresiensis punya tubuh mini serupa Hobbit ditemukan di Flores. Temuan kerangka dengan tubuh mini ini terjadi pada 2001 oleh sejumlah pakar antropolog Australia dan Indonesia. Mereka lantas menjuluki kerangka manusia purba ini sebagai hobbit.

Jatmiko, peneliti utama Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang saat itu turut dalam riset berkata satu kerangka yang terbilang utuh ditemukan di kedalaman hampir 6 meter di situs Liang Bua, Flores.

Kerangka ini menarik lantaran bagian kepala cuma sebesar jeruk Bali. Volume otak, lanjut dia, sekitar 125 cc, jauh lebih kecil dari volume otak manusia sebesar 1.300 cc.

Sedangkan setelah dirangkai, tingginya hanya sekitar 100 sentimeter. Terbilang pendek untuk ukuran manusia umumnya sekitar 160-170 centimeter.

“Ya kayak di film The Lord of The Rings, hobbit. Sebenarnya enggak pendek, kerdil tapi proporsional,” kata Jatmiko dalam Bincang Redaksi 11 bersama National Geographic Indonesia, Sabtu (11/7).

Sempat terjadi perdebatan mengenai jenis kelamin kerangka Homo floresiensis yang ditemukan. Namun, akhirnya ditetapkan jenis kelamin perempuan karena tulang panggul yang lebar.

Sehingga, di kemudian hari ada yang menyebutnya ‘Mama Flo’. Temuan ini diperkirakan berusia 25 tahun dan hidup sekitar 100ribu hingga 60ribu tahun lalu.

Selain hobbit, para peneliti menemukan lebih dari 100 ribu artefak batu, rahang milik Stegodon florensis insularis (gajah purba). Gajah ini diperkirakan berukuran sebesar sapi dengan tinggi 1,5 meter.

Ditemukan pula Marabou stork (bangau raksasa), burung bangkai, komodo, dan Papagomys armandvillei (tikus besar). Komodo dan tikus besar hingga kini masih bisa ditemukan di daratan Flores. Bahkan, tikus besar diburu dan dagingnya dikonsumsi oleh warga sekitar.

Dalam kesempatan serupa, Thomas Sutikna, peneliti yang terlibat dalam riset situs Liang Bua sekaligus peneliti di Centre of Excellence for Australian Biodiversity and Heritage, University of Wollongong, berkata setelah 17 tahun berlalu sejak kerangka ditemukan, para peneliti belajar banyak dari Liang Bua.

“Ada banyak pertanyaan, enggak semua yang dipelajari mendalam cocok dengan apa yang dipikirkan dan dipublish. Ini berkaitan dengan karakteristik batu, kemungkinan Homo floresiensis mengenal api, juga isu kapan manusia modern awal menginjakkan kaki di Flores,” katanya.

Mulai 2007 ekskavasi diperluas hingga mencakup beberapa kotak penggalian. Kompleksitas Liang Bua kian jelas sehingga membuat peneliti merevisi publikasi di jurnal Nature di 2016. Peneliti pun memperbaiki pemahaman mengenai lapisan tanah berkaitan dengan stratigrafi (cabang ilmu Geologi yang mempeajari lapisan batuan dan lapisannya).

Dalam situs Liang Bua terdapat 8 tefra (material hasil letusan gunung api) berbeda. Tefra tertua atau tefra 1 berusia 60ribu tahun lalu kemudian yang termuda atau tefra 8 berusia 12ribu tahun lalu. Namun tefra-tefra muda setelah diteliti lebih lanjut menumpang pada tefra yang jauh lebih tua.

“Ini jelas tidak sesuai umur lapisan yang sebenarnya. Sebaliknya semua tulang dan beberapa fauna endemik lain berasal dari lapisan di bawah lapisan tefra 1, 100ribu-60ribu tahun lalu,” imbuhnya.

Akan tetapi revisi ini tidak mengubah perkiraan hidup si hobbit. Misteri demi misteri pun menyeruak seperti peristiwa yang terjadi di Liang Bua pada 50ribu tahun hingga 12ribu tahun silam lalu pada analisis mikromorfologi pada 2017 mengungkap ada bukti perapian atau anthropogenic burning di lapisan 41ribu-24ribu tahun lalu. Di sisi lain, tidak ada satu pun unit Homo floresiensis memberikan bukti keberadaan perapian atau pembakaran.

“Dengan demikian kami berpendapat ini hasil aktivitas manusia modern di Liang Bua. Cuma tidak akan cukup bukti bagus, karena perlu bukti tambahan yang lebih definitif misal ketemu manusia yang berciri manusia modern,” jelas Thomas.

Dia berpendapat kini yang jadi fokus pada temuan gigi juga fragmen tengkorak berusia paling muda 18ribu tahun lalu dan tertua 46ribu tahun lalu. Saat ini gigi sedang dianalisis dan ada dugaan ini mengarah pada morfologi manusia modern.

Riset seperti ini memang berjalan lambat karena keinginan peneliti untuk betul-betul mengenal aspek Liang Bua. Selain itu pertimbangan kondisi Liang Bua yang memiliki kadar pH tinggi sehingga tulang-tulang temuan melunak dan rapuh jika tidak hati-hati.

“Ke depan harapannya teman-teman dari Geologi, Paleontologi Botani, Paleontologi Zoologi dan bidang-bidang lain bisa ambil bagian, minimal menganalisis hal-hal yang spesifik,” katanya.

Sumber : CNN [dot] COM