Sebuah vaksin Covid-19 yang dikembangkan di China, diklaim sejumlah pakar, menunjukkan sinyal kesuksesan dalam fase uji klinis.
Saat ini terdapat sejumlah vaksin yang tengah dikaji di China, beberapa di antaranya telah mendapat persetujuan dari otoritas kesehatan.
Awal November lalu, vaksin yang dikembangkan Sinovac Biotech, perusahaan farmasi asal China, secara cepat memicu imun sekitar 700 relawan dalam fase uji klinis.
Di seluruh dunia, sejauh ini terdapat tiga vaksin Covid-19 yang khasiat atau tingkat efikasinya disebut mencapai lebih dari 90% dalam tahap uji klinis akhir.
Ketiganya dikembangkan di AS, Jerman, dan Rusia serta melibatkan lebih dari 10.000 relawan.
Apa yang diketahui tentang vaksin buatan China?
Empat vaksin Covid-19 yang dikembangkan oleh China sudah memasuki fase ketiga dan fase akhir uji klinis. Satu dari empat vaksin itu diciptakan Sinovac Biotech, perusahaan yang juga menjalin kerja sama dengan pemerintah Indonesia.
Namun kajian yang diterbitkan di jurnal The Lancet baru menjabarkan hasil pengembangan salah satu vaksin pada fase pertama dan kedua tahap uji klinis.
Walau diklaim bisa secara cepat menumbuhkan respons imun tubuh, kajian yang digelar selama April dan Mei lalu itu tidak menyebut berapa persentase efikasi vaksin tersebut.
Zhu Fengcai, salah satu peneliti yang menulis kajian itu, berkata bahwa vaksin buatan Sinovac itu cocok untuk keperluan kegawatdaruratan.
Fengcai merujuk uji klinis fase pertama yang melibatkan 144 relawan dan fase kedua yang diikuti 600 relawan.
Data hasil uji klinis fase ketiga sekarang belum diterbitkan.
Uji klinis tahap akhir empat vaksin China sedang dilakukan di Pakistan, Arab Saudi, Rusia, Indonesia, dan Brasil.
Hampir 60.000 orang telah menerima empat vaksin awal November lalu.
Uji klinis vaksin Sinovac Biotek di Brasil sempat dihentikan pekan lalu. Prosesnya kemudian dilanjutkan setelah kematian seorang relawan dinyatakan tidak terkait dengan vaksin itu.
Tiga dari empat vaksin China ditawarkan kepada para pekerja di garis terdepan pandemi, seperti perawat dan dokter, sebagai bagian dari program kesehatan darurat.
Adapun angkatan bersenjata China sudah setuju akan menggunakan salah satu vaksin untuk personel mereka.
Bagaimana perbandingan vaksin China dengan vaksin lainnya?
Vaksin yang dikembangkan dalam program kemitraan Jerman-AS, oleh Pfizer dan BioNtech, dilaporkan lebih dari 90% efektif berdasarkan uji klinis tahap akhir terhadap lebih dari 43.000 relawan.
Perusahaan farmasi AS lainnya, Moderna, mengklaim vaksin mereka menunjukkan efikasi hampir 95%, juga setelah uji klinis tahap akhir.
Dua vaksin yang disebut tadi masih dalam tahap awal uji klinis. Penggunaannya belum mendapat lampu hijau dari otoritas kesehatan.
Sementara itu, vaksin Covid-19 buatan Rusia dilaporkan efektif 92% dalam uji klinis yang melibatkan 16.000 sukarelawan. Setelah mendapatkan persetujuan, vaksin ini digunakan untuk keperluan darurat di Rusia, Agustus lalu.
Para peneliti di balik tiga vaksin tadi sudah merilis data yang lebih maju daripada vaksin China.
Namun Sinovac Biotech juga melakukan uji klinis tahap akhir yang sama. Walau belum ada rilis terkait hasil tahap akhir itu, belum tentu capaian di AS, Jerman, dan Rusia lebih maju.
Penggunaan vaksin untuk tenaga medis itu menunjukkan otoritas China memiliki keyakinan besar terhadap temuan mereka.
Bagaimanapun, hingga kini belum jelas, vaksin mana yang akan pertama kali diluncurkan dalam skala besar.
Persetujuan otoritas kesehatan dan proses produksi massal diyakini akan menjadi rintangan. Para ahli pun meminta publik tidak mengharapkan program vaksinasi yang masif akhir tahun ini.