Fountain pen, pena yang dapat diisi tinta atau pulpen sudah dinyatakan usang. Inovasi teknologi telah menciptakan alat tulis baru, mulai dari bolpen, mesin ketik, komputer dan ponsel. Namun penemuan abad ke-19 ini masih diminati dan terus berevolusi, berkat inovasi seorang insinyur mesin muda AS.
Bukan hanya berbeda di abad ke-21, tetapi ini juga berlawanan dengan pemahaman umum. Investasinya berisiko karena peralatannya yang mahal untuk membuat produk bagi pasar yang spesifik.
“Pulpen tidak praktis, kotor dan berantakan. Pulpen tidak sebaik bolpen, juga mahal. Jadi pulpen benar-benar sejalan dengan kultur pengguna pena yang tidak rasional dan aneh,” tambahnya.
Analis investasi Tony Blair memamerkan koleksinya di Pen & Pencil Club, kelab berusia 130 tahun yang dibentuk oleh para jurnalis pengguna pulpen untuk melakukan wawancara. Blair mengatakan alat tulis antik itu bertahan sebagai penawar untuk era digital.
Ia menambahkan, “Setiap kali kita melakukan proses input/output seperti yang kita lakukan dengan komputer, ada saja distraksi lainnya. Ada pesan yang muncul, lalu saya kehilangan utas saya. Atau kalau saya mengetik sesuatu, akankah saya mengingatnya dengan cara yang sama? Saya pikir menulis dengan tangan membantu kita untuk mengingatnya.”
Bagi kebanyakan generasi muda yang tidak mendapat pelajaran menulis halus, pulpen sama misteriusnya dengan telepon putar atau kamera film.
Liz Sieber, adalah pemilik toko peralatan tulis bertema Jepang, Omoi Zakka, di Philadelphia. Di toko yang menjual pulpen, kertas tulis dan tinta itu, Liz menawarkan koleksi pulpen yang bagus untuk pengguna pemula. Sieber mengatakan,
“Beberapa orang benar-benar tahu tentang beragam ujung pena, perbedaan antara ujung pena yang disetel dengan mesin atau dengan tangan. Kami juga bertemu dengan banyak orang yang tidak pernah mencoba pulpen sebelumnya dan sedang mencari-cari sesuatu yang tidak terlalu mahal, mudah digunakan, cocok untuk berbagai jenis kertas,” tutur Liz.
Lebih banyak toko di Jepang, daripada di AS, menjual pena-pena buatan Schon yang dibuat di Philadelphia. Ini menciptakan celah kecil bagi ekspor guna mengurangi defsit perdagangan Amerika.
Ian Schon menambahkan, “Saya suka tantangan. Saya sering diremehkan, tidak dianggap sebagai lawan tangguh, dan saya sering memikirkan sesuatu yang berbeda dalam hal cara kami menjalankan bisnis, yang sangat sejalan dengan alasan mengapa orang menggunakan pulpen.”
Tantangannya juga adalah menulis halaman baru dalam kisah kewirausahaan Amerika.