Fenomena El Nino diprediksi akan bertahan sampai Desember 2023, dan puncaknya terjadi pada Agustus hingga September.
Fenomena El Nino turut berpengaruh terhadap pola cuaca global, termasuk di Indonesia. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi fenomena El Nino di Indonesia akan bertahan hingga Desember 2023.
“El Nino masih akan bertahan sampai akhir tahun. Tapi dampaknya seiring dengan datangnya musim hujan makin berkurang. Sebab November sudah ada mulai hujan,” kata Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG, A Fachri Radjab, Senin (31/7).
El Nino merupakan fenomena cuaca yang terjadi akibat peningkatan suhu permukaan air laut di Samudra Pasifik. Suhu menjadi yang lebih hangat dari biasanya ini mengakibatkan pengurangan udara basah di wilayah sekitarnya yang pada akhirnya ikut menaikan suhu. “Artinya fenomena ini bersifat global. Dampaknya tidak hanya terjadi di Indonesia. Tapi di Indonesia dampak yang paling kuat dirasakan adalah berkurangnya curah hujan. Ketika kita di musim kemarau ditambah El Nino jadi makin kering wilayah kita. Itu dampaknya yang jelas terjadi,” jelas Fachri.
BMKG mencatat fenomena El Nino telah beberapa kali terjadi di Indonesia, termasuk pada tahun 2015 dengan intensitas kuat dan pada tahun 2019 dengan intensitas lemah.
Pada tahun ini, menurut analisis BMKG, fenomena itu telah mengakibatkan kemarau di 63 persen wilayah Indonesia, termasuk Sumatra, Jawa, Bali, NTB, NTT, Kalimantan, Sulawesi Selatan, dan Papua Selatan. “Diperkirakan musim kemarau ini akan lebih kering dibandingkan tiga tahun sebelumnya,” ucap Fachri.
Kendati fenomena El Nino diprediksi akan bertahan hingga akhir tahun 2023. Namun sebagian wilayah Indonesia akan mulai memasuki musim hujan mulai Oktober mendatang.
“Oktober sebagian wilayah Indonesia sudah mulai ada yang hujan seperti Sumatra. Tapi Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Jawa terutama bagian timur itu masih kemarau,” ungkap Fachri.
Dampak a El Nino di Indonesia, atau di wilayah lain, biasanya dicirikan oleh kekeringan dan kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pun menyiapkan sejumlah langkah dalam mengantisipasinya.
“Dalam langkah mengatasi kekeringan kami memberikan imbauan kepada daerah-daerah untuk memastikan ketersediaan air khususnya di daerah-daerah yang biasanya timbul kekeringan. Mumpung sekarang masih bisa mendatangkan hujan,” ujar Kepala BNPB, Letjen TNI Suharyanto.
Suharyanto juga mengatakan, modifikasi cuaca juga dilakukan pemerintah untuk mendatangkan hujan di wilayah-wilayah yang berpotensi terdampak El Nino. “Kami bekerja sama dengan BMKG, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Badan Restorasi Gambut dan Mangrove, menggelar operasi teknologi modifikasi cuaca, yaitu mendatangkan hujan untuk mengisi danau, embung, sungai, serta sumur,” jelasnya.
Potensi karhutla akibat dampak El Nino turut menjadi sorotan BNPB. Sesuai Instruksi Presiden No 3 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Karhutla ada enam provinsi yang menjadi prioritas yaitu Sumatra Selatan, Riau, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah. Dalam menangani karhutla BNPB telah bersiaga melalui operasi darat.
“Apabila operasi karhutla membesar dan tidak bisa diatasi oleh operasi darat. BNPB menyiapkan langkah terakhir dengan menggelar operasi udara dengan menggunakan helikopter yang melakukan water bombing,” ucap Suharyanto.
Sementara itu secara terpisah, dosen program studi meteorologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Joko Wiratmo mengatakan dampak El Nino diprediksi bakal lebih banyak dirasakan di Indonesia bagian timur.
“Di Indonesia yang banyak dipengaruhi oleh Samudra Pasifik itu adalah Indonesia bagian timur. Kalau El Nino itu makin ke arah barat relatif berkurang dampaknya. Biasanya El Nino berkaitan dengan curah hujan yang makin menurun atau berkurang bahkan kekeringan,”.