Presiden Joko Widodo sudah meminta jajaran penegak hukum di Indonesia bertindak tegas dengan menembak pengedar narkoba.
Namun langkah ini, selain melanggar HAM, juga dinilai tidak akan efektif dalam mengatasi masalah narkoba di Indonesia.
“Sekarang Polri, BNN (Badan Narkotika Nasional), betul-betul sekarang tegas, dan saya sampaikan, sudahlah tegasin saja. Terutama pengedar-pengedar narkoba asing, yang masuk kemudian sedikit melawan, sudah langsung ditembak saja,” kata Presiden Jokowi disambut tepuk tangan yang hadir.
Jokowi menyampaikan pernyataan ini dalam penutupan musyarawarah kerja nasional Partai Persatuan Pembangunan Jumat (21/07).
Ia kembali menyampaikan masalah peredaran narkoba di Indonesia, yang menurutnya sudah sampai di titik darurat, sehingga dia menyarankan agar kepolisian dan BNN bisa bertindak lebih tegas.
Pernyataan presiden ini dikecam oleh Direktur LBH Masyarakat, Ricky Gunawan, yang kerap menangani kasus hukum pengedar dan pengguna narkoba.
Ricky menilai bahwa langkah pemerintah, seperti yang diinginkan Presiden Jokowi, tidak akan mengatasi masalah peredaran narkoba di Indonesia selain juga sebagai “jalan pintas” dalam penanganan kasus hukum pengedar dan pengguna narkoba.
“Masyarakat kan mungkin tidak tahu betapa kompleks peredaran gelap narkotika, ada orang mengalami ketergantungan narkotika ketika dia disuruh maju untuk mengakui agar tidak dibunuh di tempat, itu hanya menekan (peredaran narkotika) makin ke dalam pasar gelapnya. Bagaimana mungkin kita bisa mengatasi itu kalau mereka makin tersembunyi? Jadi mereka akan memodifikasi cara mereka beroperasi dan cara mereka bekerja mengedarkan, menggunakan narkotika,” kata Ricky.
Juru bicara BNN Sulistiandriatmoko mengatakan bahwa pernyataan presiden ini tidak serta-merta menjadi panduan bagi petugas di lapangan, karena menurutnya sudah ada aturan hukum yang jelas.
Sulistiandriatmoko membantah bahwa pernyataan presiden ini akan mengubah aksi memerangi narkoba di Indonesia menjadi menjadi seperti Filipina dengan metode Presiden Duterte.
“Tidak bisa disama-samakan dengan negara lain, beda kultur juga kan antara Indonesia dengan Filipina. Tentu petugas-petugas dari kepolisian dan BNN, mereka juga tidak pernah secara membabibuta menggunakan senjata, walaupun oleh undang-undang diberikan hak untuk menggunakan senjata itu, saya pikir tidak pernah anggota di lapangan, menggunakan senjata secara sewenang-wenang,” kata Sulistiandriatmoko.
Meski begitu, Kapolri Jenderal Tito Karnavian sebelumnya sudah menyatakan bahwa dia justru mendukung inisiatif yang disampaikan oleh Presiden Jokowi.
“Yang utama kalau ada warga negara asing yang menjadi bandar narkoba menargetkan Indonesia, selesaikan secara adat. Sudah tahu lah maksudnya di lapangan itu. Ini warning ini. Dan sudah banyak kita lakukan, dan kita akan terus lakukan kalau mereka masih berani,” kata Kapolri pada Minggu (16/7) di Jakarta.
Tim gabungan Direktorat Narkoba Polda Metro Jaya dan Polresta Depok sebelumnya telah menembak mati seorang warga negara asing asal Taiwan dalam kasus pengiriman satu ton sabu dari Taiwan ke Banten menggunakan kapal Wanderlust karena “melawan polisi”.
Sementara itu, pengamat hukum Universitas Indonesia Choky Ramadhan justru mempertanyakan efektivitas rencana pemerintah untuk menembak pengedar dalam upaya memberantas narkoba.
“Apakah kebijakan hukuman mati, baik lewat pidana seperti yang sudah-sudah maupun tanpa proses pidana seperti Filipina, itu bisa menekan peredaran? Contohnya, kita sama-sama tahu bahwa motivasi mengedarkan narkoba adalah motivasi ekonomi,” kata Choky.
“Mestinya ancaman hukuman ekonomi itu yang lebih tinggi sehingga membuat orang berpikir ulang untuk melakukan tindak pidana tersebut. Dan apabila terjadi, semua keuntungan yang diperoleh itu bisa dibayarkan ke negara melalui denda, sehingga ketika dia miskin, dia akan susah menyuap, mengatur bisnis.”
Selain efektivitas hukuman mati terhadap pengedar masih harus dipertanyakan, Choky juga mengingatkan bahwa “belum tentu semua orang yang dihukum mati itu menghasilkan putusan hukuman mati pada orang yang tepat”.
Ini bukan pertama kalinya gagasan menembak pengedar narkoba tanpa melalui proses pengadilan disampaikan ke publik. Sebelumnya, pada Oktober 2016, pernyataan bernada sama dilontarkan oleh Ketua BNN Budi Waseso.
Di bawah pemerintahan Presiden Jokowi, Indonesia sudah mengeksekusi 18 terpidana, meski pelaksanaannya ditentang oleh masyarakat internasional dan organisasi HAM.
Sumber : bbc.com