Bagaimana Harry Potter jadi kutukan bagi burung hantu Indonesia?

0
2300

Rajib Hadie membayar lebih dari Rp1 juta untuk spesies burung hantu dengan nama Latin, Bubo Sumatranus. Saat masih kanak-kanak, burung hantu Indonesia ini mirip sekali dengan hewan peliharaan Harry Potter, Hedwig.

Dengan kacamatanya, Hadie juga mirip dengan tokoh penyihir rekaan penulis JK Rowling itu.

“Orang-orang bilang saya mirip Harry Potter dan semakin banyak yang bilang begitu setelah saya memelihara burung hantu. Dan burung hantu saya warna bulunya sama dengan burung hantu Harry Potter,” kata Hadie.

“Sekarang banyak burung hantu yang dijual di Indonesia jadi makin mudah mendapatkannya,” tambahnya pula.

Mochie adalah nama burung hantu peliharaan Hadie. Matanya besar dengan bulu putih bergaris cokelat tipis serta paruh dan kaki putih.

“Yang saya sukai dengan Harry Potter adalah kita bisa masuk ke dunia lain yang berbeda dengan kenyataan sekarang. Ada makhluk ajaib dan luar biasa di dunia itu. Dan, untungnya, ada satu kesamaan dengan kenyataan, yaitu burung hantu. Di Indonesia, ada burung hantu yang sangat mirip dengan yang di film Harry Potter,” kata Hadie.

Rajib Hadie merupakan salah seorang anggota komunitas burung hantu Jakarta. Sejak didirikan tahun lalu, komunitas itu kini beranggotakan lebih dari 30 orang.

Berdasarkan penelitian antropolog Vincent Nijman dan ahli biologi konservasi Anne Nekaris dari Universitas Oxford Brookes di Inggris, jumlah burung hantu liar yang dijual di pasar-pasar burung Indonesia meningkat secara dramatis dalam 10 tahun terakhir.

Surveinya di 20 pasar burung menunjukkan ada 13.000 burung hantu yang dijual.

Muhammad Rizaldi mengaku tetangga-tetangganya tidak terkesan ketika tahu dirinya memelihara burung hantu kecil dari Jawa setelah terinsipirasi film Harry Potter.

“Burung hantu dipandang sebagai hewan yang mistis. Ketika burung hantiu berkicau, orang percaya bahwa memang ada hantu datang. Mereka juga dikaitkan dengan dunia roh karena mereka aktif pada waktu malam dan muka mereka menakutkan,” kata Rizaldi.

Dia berkeras bahwa dirinya dan rekan-rekannya tidak menyalahgunakan burung hantu dan berupaya memberikan pendidikan kepada masyarakat mengenai burung hantu.

“Kami tidak memperlakukan burung hantu dengan kejam. Kami berupaya membuat hidup mereka sealami mungkin dan memberi makanan seperti yang mereka makan di alam liar. Bedanya di sini mereka dekat dengan alam, tapi juga mereka dekat dengan manusia.”

Akan tetapi, peneliti dan pegiat perlindungan satwa tidak sependapat.

“Hewan-hewan ini tidak akan pernah bisa dipelihara dengan sebaik apa pun. Mereka adalah burung liar dan mereka hidup di malam hari,” kata Femke de Haas dari Jakarta Animal Aid Network (JAAN).

“Ada aspek-aspek yang sangat negatif terkait kesejahteraan burung-burung ini, walau orang yang memeliharanya mengaku mencintainya dan melakukan sebaik mungkin. Mereka justru mendorong perdagangan burung ilegal,” lanjut Femke.

Diambil dari alam liar

Karena tidak ada program penangkaran burung hantu di Indonesia, satwa itu harus diambil langsung dari alam liar.

“Ada orang yang bertugas melakukannya, yang kerjanya masuk hutan dan menangkap mereka untuk kami. Dia tahu ke mana harus mencari dan bagaimana menangkap mereka. Kami tidak tahu pasti bagaimana mereka melakukannya, kami hanya mendapat burung hantu,” kata Muhammad Rizaldi.

Menurut peneliti satwa, para pencari burung hantu sengaja mencari sarang dan mengambil bayi burung hantu dari sana.

Dari semua burung hantu, hanya ada satu spesies yang masuk kategori satwa dilindungi di Indonesia. Dan juga tidak ada kuota penangkapan burung hantu liar.

Itu artinya, menurut Femke, menangkap burung hantu di alam liar adalah perbuatan ilegal.

“Masalah ini masuk wilayah abu-abu. Menangkapnya dari alam jelas ilegal, memeliharanya tidak diapa-apakan oleh pemerintah. Begitu satwa keluar dari habitannya dan tidak ada orang yang ditahan karena menangkapnya, semuanya terlambat. Tiada tindakan yang akan ditempuh,” kata Femke.

Polisi Hutan mengatakan kepada BBC bahwa mereka hanya bisa beraksi jika burung hantu masuk daftar satwa dilindungi.

Femke menyebut aturan itu harus diubah.

“Jadi saat orang-orang menjadikannya sebagai hewan peliharaan, binatang itu harus disita karena mereka punya peran penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem,” ujar Femke.

Saat berkunjung ke Pasar Burung Pramuka di Jakarta, BBC menyaksikan sejumlah burung hantu yang dijual di suatu kios. Burung-burung itu sulit tidur karena suara berisik dan lampu neon.

“Sebagian besar burung hantu yang dijual di pasar burung mati dengan cepat karena mengalami stress. Jelas dampaknya besar terhadap populasi burung hantu di alam liar. Burung hantu punya peranan penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Dengan menangkapnya dari alam liar dan dijual di pasar burung, itu sangat memprihatinkan,” kata Femke.

Penulis buku Harry Potter, JK Rowling, bebrapa waktu lalu berkata: “Jika seseorang terpengaruh oleh buku-buku saya lalu mengira burung hantu akan lebih bahagia ditempatkan di kandang kecil dan ditaruh di rumah, saya ingin mengambil kesempatan ini untuk berkata selantang mungkin, ‘Anda salah’.”

“Jika Anda penyuka burung hantu dan mencari penyaluran, mengapa tidak mensponsori suaka burung sehingga Anda bisa berkunjung dan mengetahui Anda telah memberinya kehidupan yang sehat dan bahagia.”

Beberapa waktu lalu, sebagian khalayak gemar menjadikan elang laut sebagai hewan peliharaan.

Kini burung itu sudah menjadi satwa dilindungi karena terancam kepunahan.

Kini ada kekhawatiran penggemar Harry Potter akan mendorong burung hantu di Indonesia ke arah yang sama.

Sumber : bbc.com