Badan PBB untuk Anak-anak (UNICEF) menerbitkan laporan tentang kondisi sangat memprihatinkan yang dialami oleh anak-anak Rohingya.
Dalam laporan yang diterbitkan Jumat (20/10), disebutkan setiap pekan sekitar 12.000 anak-anak tiba di kamp-kamp pengungsian yang sudah penuh sesak di Bangladesh.
Mereka turut melarikan diri dari Myanmar setelah militer di negara itu melancarkan operasi di Negara Bagian Rakhine untuk memburu Tentara Pembebasan Rohingya Arakan (ARSA), kelompok yang mengaku membela hak-hak warga Rohingya.
Dikatakan oleh UNICEF, anak-anak hidup dalam keadaan kurang makan, kurang air bersih dan kebutuhan-kebutuhan primer lain. Mereka juga rentan terserang penyakit dan berisiko dieksploitasi.
‘Anak-anak saksi kekejaman’
Banyak di antara mereka mengungsi tanpa orang tua mereka atau anggota keluarga lainnya. Mereka, lanjut UNICEF, menjadi saksi mata atas kekejaman yang tak dapat diuraikan dengan kata-kata.
Juru bicara UNICEF, Jean-Jacques Simon, yang sedang berada di Bangladesh, mengatakan kepada BBC bahwa pengungsi anak-anak yang tiba di kamp memberikan petunjuk tentang trauma yang mereka alami melalui gambar yang mereka buat.
“Beberapa gambar benar-benar sulit dijabarkan. Gambar-gambar itu penuh dengan kekerasan, api, penembakan, pemerkosaan. Tak seorang anak pun di planet ini semestinya mengalami situasi seperti itu,” jelas Simon.
“Kami harus membantu ribuan anak yang datang dengan membawa cerita-cerita seperti itu. Banyak di antara mereka kekurangan gizi. Kami harus menangani mereka.”
Dari hampir 600.000 pengungsi Muslim Rohingya yang menyelamatkan diri dari Myanmar sejak akhir Agustus, lebih dari 50% di antaranya adalah anak-anak.
Laporan UNICEF diterbitkan menjelang pertemuan donotur internasional pekan depan. Badan PBB itu direncanakan akan meminta bantuan US$76 juta atau sekitar Rp1,1 triliun untuk membantu anak-anak Rohingya.
Sumber : bbc.com