Krisis Rohingya: Mereka yang dipukuli dan dibakar

0
1125

Tentara Myanmar dituduh membunuh warga Rohingya dan membakar desa mereka, memaksa ratusan ribu orang melarikan diri ke Bangladesh. Kantor berita Reuters mengumpulkan gambar yang mendokumentasikan penderitaan dan luka orang-orang yang berhasil melintasi perbatasan. Ansar Allah adalah anak laki-laki berusia 11 tahun. Terkena tembakan peluru, dia memiliki luka besar di kakinya. “Mereka menyerang kami dengan peluru, saat rumah kami terbakar,” kata ibunya Samara. “Peluru itu berukuran setengah telunjuk saya, saya tidak bisa berhenti berpikir, mengapa Tuhan menempatkan kami dalam situasi berbahaya itu?”

Kedua bersaudara Mohamed Heron dan Mohamed Akter mengalami luka bakar serius di tubuh mereka. Paman mereka mengatakan bahwa angkatan bersenjata Myanmar telah menembakkan roket ke desa mereka dan dua saudara mereka telah meninggal dunia. Tentara Myanmar awal pekan ini merilis hasil penyelidikan internal yang membebaskan diri mereka dari kesalahan apapun. Namun, pernyataan tersebut bertentangan dengan bukti yang dilihat oleh koresponden BBC tentang krisis yang oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa disebut “contoh buku teks tentang pembersihan etnis”.

Anwara Begum mengatakan rumahnya sudah terbakar saat ia terbangun. Perempuan berusia 36 tahun itu mencoba keluar tapi terhadang atap yang terbakar dan pakaian nilonnya meleleh ke lengannya. Suaminya kemudian menggotongnya selama delapan hari untuk mencapai kamp pengungsi di Bangladesh. “Saya pikir saya akan mati, saya berusaha tetap hidup untuk anak-anak saya.”

Imam Hossain, 42 tahun, mengatakan bahwa dia sedang menuju ke rumah setelah mengajar di sebuah sekolah Islam di desanya ketika tiga orang menyerangnya dengan pisau. Keesokan harinya, dia menyuruh istri dan kedua anaknya pergi dengan penduduk desa lain melarikan diri ke Bangladesh. Dia sendiri menyusul tiba di Cox’s Bazar dan masih mencari keluarganya saat foto ini diambil. “Saya ingin bertanya kepada pemerintah Myanmar mengapa mereka melukai orang Rohingya? Mengapa umat Buddha membenci kami? Mengapa mereka menyiksa kami? Apa yang salah dengan kami?”

Pada hari Rabu, Menlu AS Rex Tillerson menyerukan penyelidikan independen atas krisis di Myanmar. Banyak kesaksian yang bertentangan dengan penggambaran militer terhadap badan itu sendiri. Nur Kamal memiliki luka dalam di kepalanya mengatakan bahwa itu dari para tentara yang menyerangnya saat dia bersembunyi di rumahnya. “Mereka memukul kepala saya awalnya dengan gagang senapan dan kemudian dengan pisau,” kenang laki-laki berusia 17 tahun itu.

Abdu Rahaman disergap bersama pengungsi lainnya. Ketika mereka berlari, para penyerang melemparkan sebuah golok ke arah mereka sehingga melukai tiga jari kakinya. Dia berjalan selama dua jam lagi namun akhirnya digotong oleh keponakan dan teman-temannya melintasi perbatasan. “Masa depan kami tidak bagus,” katanya. “Allah harus membantu kami. Masyarakat internasional harus melakukan sesuatu.”

Tentara datang ke desa Momtaz Begum dan meminta uang dari perempuan berusia 30 tahun itu. “Saya mengatakan kepada mereka bahwa saya miskin dan tidak memiliki apa-apa. Salah satu dari mereka mulai memukuli saya, mengatakan, ‘Jika anda tidak punya uang, maka kami akan membunuh anda.'” Mereka kemudian menguncinya di dalam rumahnya dan membakar atap rumah. Ketika akhirnya berhasil melarikan diri, ia menemukan ketiga anak laki-lakinya tak bernyawa dan anak perempuannya dipukuli dan berdarah. “Apa yang bisa saya katakan tentang masa depan, jika sekarang kami tidak memiliki makanan, rumah, keluarga. Kami tidak dapat memikirkan masa depan. Mereka juga telah membunuh itu.”

Sumber : bbc.com