‘Penyanderaan’ 1300 warga di Papua: Apa yang perlu Anda ketahui?

0
1146

Kapolda Papua Irjen pol Boy Rafli Amar mengeluarkan maklumat berkaitan dengan insiden di Desa Banti dan Kimbely di Timika Papua, bahwa warga diserukan untuk tidak membawa senjata api.

“(Untuk) mengingatkan saja, warga negara tidak diperkenankan membawa senjata api, dan (yang memiliki) untuk menyerahkan senjata api kepada kepolisian,” kata Boy kepada BBC Indonesia.

Ia juga mengatakan bahwa kelompok yang disebut oleh Polri sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) itu sudah mengisolasi lalu lintas dari dan menuju desa Banti dan Kimbely di Kabupaten Timika.

Menurut Boy, kelompok itu juga sudah tiga kali melakukan penembakan terhadap kendaraan yang melintas, menewaskan satu orang, yaitu Martinus Baneal seorang karyawan perusahaan kontraktor Freeport.

Boy mengatakan, saat melintasi jalanan yang dijaga kelompok bersenjata tersebut, Martinus sedang dalam perjalanan untuk menemui keluarganya.

Polda Papua disebutkannya masih melakukan upaya persuasif yang dibantu oleh tokoh masyarakat dan adat Papua untuk ‘membebaskan’ masyarakat.

“Warga masyarakat masih ada, masih tidak boleh dilarang ke mana-mana, akses bahan makanan distop, dan saat ini masih bertahan di masing-masing kampung di rumah masing-masing,” jelas Boy.

Dia mengatakan bahan pangan yang sebelumnya disiapkan kepolisian untuk warga juga tidak diambil.

Sejauh ini, Boy menyebutkan tidak ada tuntutan yang disampaikan kelompok tersebut kepada polisi.

Di pihak lain, beberapa kalangan mengatakan bahwa yang terjadi bukan penyanderaan, dan warga bebas melakukan apa pun di desa itu.

Isak Ondowame, pendeta Gereja Kemah Injil yang juga tokoh agama di Timika, mengatakan, “Ini bukan penyanderaan, mereka sudah lama menghuni di situ dengan pendulang emas. Mereka dengan masyarakat setempat menyatakan suku Amungme, mati sama-sama, hidup sama-sama.”

Jadi apa yang terjadi sebenarnya?

Bukan hal mudah untuk mengetahui apa yan terjadi terkait peristiwa-peristiwa di papua, mengingat banyak lokasi begitu terpencil, akses yang sangat sulit dan lebih dari itu, masih terbatasnya akses untuk wartawan.

Berikut beberapa hal mendasar tentang Papua, untuk membantu Anda

Mengapa wartawan tak bisa masuk?

Pejabat humas Polda Papua, Ajun Komisaris Besar Suryadi Diaz menyebutkan kelompok TPN-OPM tidak menyandera warga, hanya berjaga di sejumlah lokasi yang menjadi pintu masuk utama menuju Desa Banti dan Kimbely.

“Mereka membatasi ruang gerak. Istilah penyanderaan memang berlebihan karena penduduk (masih dapat) beraktivitas seperti biasa, tapi laki-laki tidak boleh keluar dari kampung,” ungkap Suryadi.

Penutupan akses ke kedua desa yang banyak dihuni oleh penambang emas itu membuat para wartawan di Papua tidak dapat melakukan verifikasi secara independen, seperti disampaikan oleh Viktor Mambor dari Aliansi Jurnalis Independen di Papua.

“Itu sulit sekarang. Dulu sebelum ada kejadian, beberapa kali wartawan bisa naik ke Kimbely,” kata Vicktor.

“Tetapi setiap ada kejadian begini pasti jdi sulit. Kita sebenarnya bisa datang sembunyi-sembunyi, tapi dengan situasi seperti ini kan bisa kena tembak,” katanya pula.

Menurut Viktor, insiden ini tidak terlalu mendapatkan perhatian besar dari media di Papua.

Bagaimana langkah Freeport?

Sementara itu, PT Freeport Indonesia telah membuka akses jalan ke lokasi pertambangan pada Senin (12/11), setelah insiden penembakan yang terjadi pada Minggu (11/11).

Sejauh ini tidak ada korban dalam insiden penembakan kendaraan, tetapi Freeport kemudian menutup sementara akses ke pertambangan.

“Telah dibuka kembali pada pagi ini (Senin),” kata juru bicara Freeport Indonesia Riza Pratama kepada kantor berita Reuters.

Dia juga mengatakan penutupan jalan tersebut tidak berdampak pada produksi PT Freeport.

Freeport-McMoRan mulai beroperasi di Papua pada 1967, dan berikut beberapa hal seputar Freeport.

Tambang Grasberg

Freeport-McMoran mulai beroperasi di Papua pada 1967, merupakan perusahaan pertama yang menandatangani hak pengelolaan sumber mineral di bawah UU penanaman modal asing yang dibuat oleh mantan Presiden Suharto. Tambang tembaga dan emas di udara terbuka di Grasberg dibuka sejak 1990.

Pertambangan di tambang terbuka, yang bahkan bisa terlihat dari ruang angkasa itu, akan berakhir pada akhir 2018 mendatang, ketika tambang di bawah tanah akan menjadi sumber utama bijih tembaga.

Diperkirakan 94% cadangan tambang yang masih tersisa hanya dapat diperoleh dari bawah tanah. Per Desember 2015, tambang Grasberg menyumbang 28% dari total cadangan yang dapat diambil dan perkiraan cadangan tembaga yang mencapai 99,5 milliar pound.

Pada 2017, perusahaan pertambangan ini diperkirakan meraup sekitar Rp 23 trillun dari total penjualan tembaga Freeport secara global yang mencapai sekitar Rp772 trillun.

Buruh dan keselamatan

Freeport memiliki pekerja lebih dari 32.000 di Indonesia, termasuk 12.000 karyawan dan 20.000 kontraktor. Sekitar 97% pekerja merupakan warga negara Indonesia, banyak dari mereka adalah warga asli Papua.

Lokasi pertambangan sering dilanda gempa dan hujan deras yang dapat memicu tanah longsor. Posisinya yang berada di puncak gunung juga membuat para pekerja dapat menderita sakit akibat ketinggian dan jarak pandang yang seringkali karena kabut tebal.

Sebagian faktor ini, dan masalah keselamatan di tambang sering menjadi bahan perselisihan dengan serikat pekerja. Sebuah terowongan runtuh yang menyebabkan 28 pekerja tewas pada 2013 menimbulkan kekhawatiran terkait keselamatan pada rencana pembukaan operasi tambang bawah tanah Freeport.

Para pekerja juga melakukan mogok selama tiga bulan pada 2011, meminta kenaikan upah menyusul kenaikan harga tembaga yang mencapai rekor.

Masalah Keamanan

Keamanan di Grasberg tidak stabil karena keberadaan kelompok pro-kemerdekaan di Papua, dan berbagai konflik bersenjata dalam skala kecil selama beberapa dekade. Para pengamat juga mengaitkan kekerasan di atau di dekat tambang dengan konflik antara polisi dan militer atas pengaturan keamanan dan bisnis terkait.

Freeport Indonesia menyumbang dana keamanan pemerintah sebesar $20 juta atau sekitar Rp71 milliar pada 2016 dan Rp284 milliar ($21 juta) pada 2015 dan Rp365 milliar ($27 juta) pada 2014 lalu.

Dalam laporan tahunan Freeport 2016 disebutkan pentingnya perlindungan yang dilakukan aparat keamanan terhadap aset vital ini.

“PT-FI, dan seluruh usaha dan penduduk Indonesia bergantung pada pemerintah Indonesia untuk memelihara ketertiban umum, penegakan supremasi hukum dan perlindungan personil dan properti. Distrik mineral Grasberg merupakan salah satu asset vital pemerintah Indonesia, sehingga kepolisian, dan militer, memainkan peran penting untuk melindungi wilayah operasi kami.”

Antara tahun 2009 dan 2015, terjadi penembakan di dalam proyek pertambangan menewaskan sekitar 20 orang dan melukai 59 orang. Pada tahun 2015, Freeport menyumbang $21 juta pada pemerintah Indonesia untuk melindungi keamanan pekerja dan infrastuktur mereka.

Pajak

Freeport Indonesia juga merupakan salah satu pembayar pajak terbesar di Indonesia dengan lebih dari $16 milliar atau Rr216 trillun yang dibayar kepada pemerintah melalui royalti, pajak dan dividen antara tahun 1992 dan 2015. Unit Freeport saat ini tengah terlibat sengketa atas pajak air permukaan sebesar Rp5,6 trillun pada pemerintah provinsi Papua terhitung sejak 2011-2017.

Agustus lalu, pemerintah dan PT Freeport Indonesia memastikan pelepasan saham kepada pemerintah Indonesia sebesar 51% dan perpanjangan kontrak di Papua hingga tahun 2041. Freeport juga setuju melepas sahamnya, atau melakukan divestasi, sebesar 51 persen kepada pemerintah Indonesia dan membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian yang harus selesai Januari 2022 dan ada stabilitas penerimaan negara. Freeport Indonesia harus mengubah statusnya dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin IUPK.

Tambang ini juga merupakan pusat dari sebuah skandal yang melibatkan Ketua DPR Setya Novanto yang dituduh berupaya untuk mendapatkan bagian saham sebesar $1,8 milliar atau RP 24 trilliun dari Freeport.

Kasus yang dikenal dengan sebutan ‘papa minta saham’ ini sempat dibahas di Majelis Kehormatan Dewan yang membuktikan Setya melakukan pelanggaran berat dan sedang. Setya Novanto membantah tuduhan itu namun mengundurkan diri dari jabatan sebagai ketua DPR. Kasus itu terbongkar berkat rekaman audio yang diambil Presiden Direktur Freeport Indonesia waktu itu, Maroef Syamsudin, saat berbicara dengan Setya Novanto yang membawa serta seorang pengusaha, Riza Chalid.

Namun beberapa bulan kemudian dia kembali menjabat sebagai Ketua DPR setelah mahkamah Konstiusi menetapkan bahwa rekaman pembicaraan tanpa izin tidak boisa dijaikan bukti hukum. Penyelidikan kasusnya dihentikan pada November tahun lalu.

Sumber : bbc.com