Pemerintahan Amerika Serikat menghentikan beragam operasi pelayanan publik alias ‘shutdown’ setelah Senat gagal mencapai kesepakatan terkait RUU anggaran belanja darurat yang akan mendanai pemerintah federal sampai Februari 2018 nanti.
Bagaimana bisa terjadi?
Anggaran belanja AS sejatinya harus sudah disepakati pada 1 Oktober–awal dari setiap tahun anggaran federal.
Namun, Kongres kerap gagal menemui kesepakatan dan negosiasi alot berlangsung sampai Tahun Baru.
Agar layanan pemerintah bisa terus berjalan, dibuatlah Rancangan Undang-Undang Anggaran Belanja Darurat yang bisa mengucurkan dana untuk operasional sementara sampai Kongres menyepakati anggaran secara utuh.
RUU Anggaran Belanja Darurat harus diloloskan Kongres AS dan ditandatangani Presiden Donald Trump pada Jumat (19/01) tengah malam.
Jika itu diloloskan, pemerintah AS setidaknya punya dana cadangan hingga 16 Februari mendatang.
Nyatanya, Kongres tidak sepakat dan Trump tidak bisa menandatanganinya.
Apakah hal serupa pernah terjadi?
Ya, pemerintahan AS pernah menghentikan operasi pelayanan publik beberapa kali.
Yang terkini berlangsung selama 16 hari pada 2013 lalu, tatkala Partai Republik menuntut anggaran belanja direvisi. Langkah ini dilakukan agar Undang-Undang Layanan Kesehatan tidak mendapat pendanaan atau setidaknya menunda pemberlakuan UU yang diprakarsai Barack Obama tersebut.
Akibatnya, saat itu sejumlah monumen dan taman nasional ditutup. Kemudian, ratusan ribu pegawai negeri sipil dirumahkan karena tiada anggaran untuk menggaji mereka. Hanya ada satu orang tersisa untuk mengawasi perbatasan dengan Kanada sepanjang 8.891 kilometer.
Sebelum 2013, penghentian layanan publik juga pernah terjadi selama 18 hari pada 1978. Dua insiden serupa berlangsung di bawah pemerintahan Bill Clinton pada 1995 dan 1996.
Akan tetapi inilah pertama kali kebuntuan terjadi ketika Dewan Perwakilan Rakyat, Senat, dan Gedung Putih dikuasai Partai Republik.
Siapa yang menyusun RUU Anggaran?
Adalah Partai Republik sebagai kubu berkuasa di Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat yang mengajukan RUU tersebut.
Agar bisa diloloskan Kongres—termasuk Partai Demokrat selaku oposisi—RUU itu sengaja menunda pembahasan beberapa pajak layanan kesehatan yang tidak populer.
Adapun Program Asuransi Kesehatan Anak (Chip), yang akan menyediakan asuransi bagi anak-anak keluarga menengah ke bawah, siap diperpanjang untuk enam tahun mendatang.
Namun, RUU itu tetap gagal disepakati.
Apa masalah dalam RUU tersebut?
Pada Rabu (17/01), skenario Partai Republik akan berjalan mulus. Anggaran sementara akan disetujui oleh semua pihak, tak terkecuali kubu Demokrat.
Akan tetapi rencana itu hancur berantakan.
Pada Kamis (18/01) pagi, Presiden Trump merilis cuitan yang menyuarakan keberatan dengan pengaturan Program Asuransi Kesehatan Anak (Chip) pada RUU tersebut.
“Chip harus menjadi solusi jangka panjang, bukan 30 hari atau perpanjangan jangka pendek!” tulisnya.
Tak lama berselang, Dewan Perwakilan Rakyat meloloskan RUU itu. Akan tetapi, sejumlah politisi Republik di dalam Senat menyatakan menolak.
Pada perhitungan suara, terdapat 50 suara sepakat dan 49 menolak. Padahal, agar RUU disahkan, perlu 60 suara yang sepakat.
Ada masalah lain?
Keberadaan (atau ketiadaan) salah satu dari butir di bawah ini menjadi alasan bagi anggota Kongres beralih dari ‘ya’ ke ‘tidak’.
- Kesepakatan imigrasi yang komprehensif, meliputi perlindungan terhadap lebih dari 700.000 imigran tak berdokumen resmi yang masuk ke AS saat masih kanak-kanak (untuk Demokrat).
- Keamanan perbatasan, reformasi imigrasi, dan pendanaan untuk tembok perbatasan (untuk Presiden Trump).
- Peningkatan anggaran belanja militer (untuk politisi pendukung kuat pertahanan).
Apa yang akan terjadi?
Hingga saat ini sejumlah kantor pemerintahan federal telah menutup layanan dan besar kemungkinan pegawai negeri sipil terpaksa dirumahkan.
Langkah tersebut bakal menimpa sebagian besar karyawan Departemen Perumahan, Departemen Lingkungan, Departemen Pendidikan, dan Departemen Perdagangan, pada Senin (22/01).
Setengah dari seluruh karyawan Departemen Keuangan, Departemen Kesehatan, Departemen Pertahanan, dan Departemen Transportasi juga tidak akan bekerja.
Proses pembuatan visa dan paspor juga mungkin ditunda. Kemudian beberapa monumen nasional, seperti Patung Liberty di New York, akan ditutup.
Namun, sejumlah layanan penting yang melindungi “nyawa atau harta manusia” akan tetap dibuka, termasuk keamanan nasional, layanan pos, pengendali lalu lintas udara, layanan pasien inap di rumah sakit, layanan pasien gawat darurat, badan penanggulangan bencana, lembaga pemasyarakatan, perpajakan, dan listrik.
Sumber : bbc.com