Untuk pertama kalinya Amerika Serikat melayangkan gugatan terhadap Facebook terkait peran perusahaan tersebut dalam skandal Cambridge Analytica.
Jaksa Agung Washington DC, Karl Racine, mengajukan gugatan tersebut dengan tuduhan Facebook telah menjual data-data pribadi milik puluhan juta penggunanya.
Kepada BBC, juru bicara Facebook mengatakan: “Kami tengah meninjau gugatan dan menanti untuk meneruskan diskusi dengan jaksa agung di DC dan tempat lain.”
Selain gugatan ini, Facebook tengah diusut oleh Komisi Sekuritas dan Bursa AS, Komisi Perdagangan Federal, dan Departemen Kehakiman.
Di Inggris, Facebook telah didenda sebesar 500.000 pound sterling atau Rp9,1 miliar—jumlah denda maksimal yang dapat diterapkan regulator Inggris—terkait skandal Cambridge Analytica.
Masalah yang lebih besar bagi Facebook amat mungkin akan datang dari pihak perlindungan data Irlandia yang tengah mengusut perusahaan itu dalam berbagai dugaan pelanggaran. Hal ini dipandang sebagai ujian aturan privasi baru di Eropa sebagaimana diatur Regulasi Perlindungan Data Umum.
Apa sesungguhnya skandal ini?
Pada tahun 2014 Facebook mengundang pengguna untuk mengikuti kuis “This is Your Digital Life.” Ini aplikasi yang dibuat untuk mengetahui tipe kepribadian pengguna, yang dikembangkan oleh peneliti Cambridge University, Dr Aleksandr Kogan.
Saat itu hanya sekitar 270.000 data pengguna yang dikumpulkan. Namun aplikasi ini ternyata mengumpulkan juga data publik dari teman-teman para pengguna itu.
Facebook kemudian mengubah jumlah data yang bisa dikumpulkan perusahaan pengembang dengan cara ini. Tetapi seorang bernama Christopher Wylie membocorkan fakta bahwa sebelum aturan penggunaan data diperketat, Cambridge Analytica telah memanen data dari sekitar 50 juta orang.
Menurut Christoper Wylie, data itu dijual ke Cambridge Analytica – yang tidak memiliki hubungan dengan Cambridge University- yang kemudian menggunakannya untuk menganalisa profil psikologis orang-orang itu dan memasok materi pro-Trump kepada mereka.