Negara-negara yang mudah mengakses stok vaksin saat ini sudah mulai memberikan dosis vaksin ketiga atau booster, bahkan dosis keempat, sementara yang lainnya masih banyak yang berjuang untuk mendapatkan dosis pertama dan kedua. Namun ada harapan vaksin COVID-19 baru yang disebut CORBEVAX akan membantu menutup kesenjangan vaksinasi ini.

“Sekitar 72% dosis vaksin diberikan di negara-negara berpenghasilan tinggi dan menengah ke atas, dan hanya 1% di negara-negara berpenghasilan rendah,” kata Maureen Ferran, Associate Professor of Biology di Rochester Institute of Technology, dikutip dari Science Alert.

Cara kerja vaksin CORBEVAX

Disebutkan Ferran, semua vaksin COVID-19 mengajarkan sistem kekebalan bagaimana mengenali virus dan mempersiapkan tubuh untuk melakukan serangan. Vaksin CORBEVAX, adalah vaksin subunit protein.

“Vaksin ini menggunakan sepotong protein lonjakan (spike protein) yang tidak berbahaya dari virus Corona yang menyebabkan COVID-19 untuk merangsang dan mempersiapkan sistem kekebalan tubuh untuk menghadapi virus di masa depan,” ujarnya.

Tak seperti vaksin mRNA Pfizer, Moderna, dan vaksin vektor virus Johnson & Johnson yang memberikan instruksi tubuh tentang cara memproduksi protein lonjakan, CORBEVAX mengirimkan protein lonjakan ke tubuh secara langsung. Seperti vaksin mRNA COVID-19 lainnya yang disetujui, CORBEVAX juga membutuhkan dua dosis.

Bagaimana CORBEVAX dikembangkan?

CORBEVAX dikembangkan oleh co-directors of the Texas Children’s Hospital Center for Vaccine Development di Baylor College of Medicine, Drs Maria Elena Bottazzi dan Peter Hotez.

Selama wabah SARS 2003, kedua peneliti ini menciptakan jenis vaksin yang serupa dengan memasukkan informasi genetik untuk sebagian protein lonjakan virus SARS ke dalam ragi untuk menghasilkan protein dalam jumlah besar. Setelah mengisolasi protein lonjakan virus dari ragi dan menambahkan adjuvant yang membantu memicu respons imun, vaksin siap digunakan.

Epidemi SARS pertama berumur pendek, dan hanya ada sedikit kebutuhan akan vaksin Bottazzi dan Hotez. Hingga pada 2019, muncul virus mematikan yang menyebabkan COVID-19, SARS-CoV-2. Bottazzi dan Hotez kemudian membersihkan vaksin mereka dan memperbarui protein lonjakan untuk menandingi SARS-CoV-2, dan menciptakan vaksin CORBEVAX.

Sebuah uji klinis besar yang berbasis di AS menemukan bahwa vaksin tersebut aman, dapat ditoleransi dengan baik dan lebih dari 90% efektif dalam mencegah infeksi simtomatik. Vaksin menerima otorisasi penggunaan darurat di India, dan negara-negara berkembang lainnya diharapkan untuk mengikuti.

Menariknya, kelompok di Baylor tidak dapat mengumpulkan minat atau pendanaan di AS untuk vaksin mereka. Sebaliknya, teknologi yang lebih baru seperti vaksin mRNA melaju ke depan, meskipun desain vaksin Bottazzi dan Hotez lebih maju, berkat pekerjaan mereka sebelumnya selama wabah SARS di 2003 dan MERS di 2012.

Dibuat untuk atasi kesenjangan vaksin

“Vaksin subunit protein memiliki keunggulan dibandingkan vaksin mRNA dalam hal mereka dapat dengan mudah diproduksi menggunakan teknologi DNA rekombinan mapan yang relatif murah dan cukup mudah untuk ditingkatkan,” kata Ferran.

Teknologi rekombinan protein serupa yang telah ada selama 40 tahun telah digunakan untuk vaksin Novavax COVID-19, yang tersedia untuk digunakan di 170 negara, dan vaksin hepatitis B rekombinan.

“Vaksin ini dapat diproduksi dalam skala yang jauh lebih besar karena fasilitas manufaktur yang sesuai telah tersedia. Juga, kunci untuk akses global adalah bahwa CORBEVAX dapat disimpan di lemari es biasa,” tambah Ferran.

Oleh karena itu, menurutnya, sangat mungkin untuk memproduksi jutaan dosis vaksin ini dengan cepat dan mendistribusikannya dengan relatif mudah.

“Sebagai perbandingan, memproduksi vaksin mRNA lebih mahal dan rumit karena didasarkan pada teknologi yang lebih baru, bergantung pada pekerja yang sangat terampil dan seringkali memerlukan suhu yang sangat rendah untuk penyimpanan dan pengangkutan,” jelasnya.

Perbedaan utama lainnya lanjut Ferran, vaksin CORBEVAX dikembangkan dengan mempertimbangkan akses vaksin global. Tujuannya adalah untuk membuat vaksin yang murah, mudah diproduksi dan diangkut menggunakan metode yang teruji dan aman.

Pentingnya pemerataan vaksin

Menurut Ferren, ada banyak alasan mengapa akses global ke vaksin tidak adil. Misalnya, pemerintah negara-negara kaya membeli vaksin lebih dulu, sehingga membatasi pasokan.

Sementara negara-negara berkembang memiliki kapasitas produksi vaksin, negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah di Afrika, Asia dan Amerika Latin masih harus membayar biaya pemesanan.

Pemerintah India telah memesan 300 juta dosis CORBEVAX, dan BioE berencana memproduksi lebih dari 1 miliar dosis suntikan untuk orang-orang di negara berkembang.

Untuk konteksnya, AS dan negara-negara G7 lainnya telah berjanji untuk menyumbangkan lebih dari 1,3 miliar dosis vaksin COVID-19, namun hanya 591 juta dosis yang telah dikirimkan.

Angka-angka ini berarti bahwa jika BioE mampu menghasilkan 1,3 miliar dosis CORBEVAX seperti yang direncanakan, vaksin ini akan menjangkau lebih banyak orang daripada yang divaksinasi oleh vaksin yang disumbangkan dan dikirim oleh negara-negara kaya.

Ferren mengatakan, kemunculan varian Omicron seharusnya dijadikan pelajaran. Salah satu faktor munculnya varian ini adalah ketimpangan vaksin. Varian baru dapat menyebar ke seluruh dunia dengan cepat dan lebih mungkin berkembang pada orang yang tidak divaksinasi dan terus muncul selama tingkat vaksinasi global tetap rendah.

“Tidak mungkin booster akan mengakhiri pandemi ini. Sebaliknya, mengembangkan vaksin yang dapat diakses secara global seperti CORBEVAX merupakan langkah pertama yang penting dalam memvaksinasi dunia dan mengakhiri pandemi ini,” tutupnya.