‘Dokumen Tentang Pelecehan Seksual Anak di Gereja Katolik Sengaja Dihancurkan’

0
1173

Seorang Kardinal senior Gereja Katolik Roma mengatakan dokumen-dokumen yang mencatat pelecehan seksual anak sudah dihancurkan dan tindakan ini memungkinkan pelanggaran untuk terus berlanjut.

Kardinal Jerman Reinhard Marx yang berbicara di konferensi tentang pelecehan seksual di Vatikan mengatakan bahwa prosedur untuk menuntut para pelanggar hukum “sengaja tidak dipatuhi”.

“Hak-hak korban secara efektif terinjak-injak,” katanya.

Konferensi empat hari yang belum pernah diadakan sebelumnya dihadiri oleh 190 uskup dari seluruh dunia.

Gereja Katolik menghadapi tekanan yang semakin besar karena kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak dan remaja laki-laki yang berkepanjangan. Para korban mengatakan gereja gagal mengatasi masalah tersebut.

“Data yang seharusnya bisa mendokumentasikan tindakan-tindakan mengerikan dan menunjukkan siapa saja yang bertanggung jawab dihancurkan, atau bahkan tidak pernah dibuat,” kata Kardinal Marx pada hari ketiga konferensi Vatikan.

Dia mendesak transparansi yang lebih besar terkait masalah ini, dan menambahkan: “Bukan transparansi yang merusak gereja tetapi tindakan pelecehan yang dilakukan, kurangnya transparansi, dan upaya untuk menyembunyikan apa yang terjadi.”

Pada hari Jumat, Kardinal Marx – yang merupakan satu dari sembilan penasihat Paus Fransiskus, yang dikenal sebagai C9,- bertemu dengan para penyintas pelecehan dan anggota organisasi global, Ending Clergy Abuse.

Ratusan penyintas berdemonstrasi di luar Vatikan, menyerukan keadilan dan tidak ada toleransi terhadap masalah ini.

Konferensi, yang diadakan pada tanggal 21 hingga 24 Februari itu diinisiasi oleh Paus Fransiskus, yang pada awal bulan ini mengakui bahwa telah terjadi pelecehan terhadap biarawati, termasuk perbudakan seksual, yang dilakukan oleh anggota pastor.

Pekan lalu, seorang kardinal dipecat atas tuduhan pelecehan seksual selama bertahun-tahun.

Sejak terpilih pada bulan Maret 2013, Paus Fransiskus telah memberi perhatian pada skandal pelecehan yang dilalukan pastor gereja Katolik,

Pada bulan Juli 2014, dia telah bertemu enam korban dari tiga negara – dua orang dari Irlandia, Inggris dan Jerman. Dalam misa pribadi di mana enam korban hadir di antara para jemaat, dia menyampaikan permintaan maaf secara eksplisit.

“Di depan Tuhan dan umatnya, saya menyatakan kesedihan atas dosa dan kejahatan serius pelecehan seksual yang dilakukan pastor kepada Anda,” kata Paus Fransiskus dalam khotbah yang kemudian diterbitkan Vatikan.

“Dan saya dengan rendah hati memohon maaf. Saya meminta maaf Anda juga bagi dosa para pemimpin Gereja yang menghapuskan dan tidak merespons sepatutnya terhadap sejumlah laporan pelecehan yang disampaikan anggota keluarga, di samping korban pelecehan sendiri.”

Tidak lama kemudian, Paus Fransiskus menambahkan anggota baru di komisi perlindungan anak-anak bentukan bentukan Vatikan, dari Afrika, Osenia, Asia, dan Amerika Selatan. Tetapi badan ini menghadapi masalah karena anggotanya mundur. Dua orang di komisi yang juga korban pelecehan, Marie Collins dan Peter Saunders, mengundurkan diri.

Meski banyak pihak berharap bahwa konferensi di Vatikan dapat menghasilkan hal-hal signifikan, Paus Fransiskus sudah mengatakan konferensi tersebut hanyalah suatu permulaan dari sebuah percakapan.

Banyak pihak yang mendorongnya untuk mengeluarkan keputusan yang harus dipatuhi Gereja dan menerapkan protokol universal untuk menghadapi berbagai tantangan karena keberadaan Gereja bergantung kepada serangkaian sistem budaya dan peradilan.