Pengguna media sosial di Indonesia digegerkan penampakan air laut dua warna di Selat Madura. Sejumlah pengguna media sosial mengabadikan foto dan video yang bisa diamati dari atas jembatan Suramadu, Madura.
Venomena selat madura, keren ya@e100ss pic.twitter.com/Lu4UiF7hx6
— ratno nano (@ratnonan) March 20, 2019
Menggapi fenomena tersebut, penata teknis penelitian oseanografi Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI) Ahmad Bayhaqi mengatakan jika pertemuan dua jenis air tersebut dikenal dengan istilah front.
Fenomena tersebut terjadi ketika ada perbedaan tingkat salinitas (garam) yang terkandung dalam dua perairan berbeda. Tingkat salinitas ini memengaruhi massa jenis air sehingga kedua perairan terlihat terpisah, terlihat dari adanya perbedaan warna air.
“Umumnya jika dua jenis air ini bertemu dan diikuti dengan arus atau gelombang yang tidak kuat, maka akan mudah teramati layer pemisahnya. Hal tersebut juga karena ada potensi pencampuran yang rendah di wilayah Selat Madura, jadi terlihat seperti itu,” jelas Ahmad kepada CNNIndonesia.com melalui pesan teks, Kamis (21/3).
Disamping itu, ia mengatakan terjadi fenomena front kemungkinan juga karena lokasi Selat Madura yang semi tertutup.
“Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pencampuran, termasuk angin, pasang surut gelombang, maupun arus,” jelasnya.
Lebih lanjut Ahmad mengindikasikan jika fenomena ini bisa memengaruhi ekosistem di sekitar Selat Madura. Namun, ia mengatakan hal itu masih harus dilakukan penelitian lebih lanjut.
“Yang jelas ekosistem di perairan memang dapat dipengaruhi terhadap perubahan parameter fisika seperti suhu ataupun salinitas,” ucapnya.
Ia menyarankan bagi masyarakat di sekitar Selat Madura untuk menghindari kontak langsung terutama untuk aktivitas menyelam. Hal itu lantaran inputan air tawar dari sungai keruh sehingga bisa memengaruhi visibilitas penyelam.
Selain di Selat Madura, Ahmad mengatakan fenomena serupa juga terjadi di sekitar arah barat Pulau Matasiri, Kalimantan Selatan. Fenomena front dari Sungai Barito yang bermuara dan bertemu dengan air dari Laut Jawa.
Sementara di luar negeri, fenomena serupa juga terjadi antara pertemuan di Teluk Alaska dengan Samudra Pasifik. Air tawar yang berasal dari lelehan glasial bertemu dengan air asin di Samudra Pasifik membuat air laut ‘terbelah’ menjadi dua warna.
Ia juga menambahkan bahwa curah hujan yang berasal dari musim basah yang sedang terjadi, adalah salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya fenomena ini. Semakin banyak curah hujan, semakin besar juga air tawar yang mengalir dari sungai ke laut.
“Ada potensi pengaruh dari curah hujan yang terkait dengan intrusi sungai (air tawar) ke laut (air asin). Walaupun bulan ini masih merupakan musim transisi, pengaruh dari musim hujan masih ada,” katanya.