Rangkaian serangan di Sri Lanka yang menyasar sejumlah gereja dan hotel sehingga menewaskan 321 orang dan mencederai ratusan orang lainnya menyisakan pertanyaan tentang pihak yang berada di balik peristiwa ini.
Pada Selasa (23/04), kelompok yang menamakan diri Negara Islam atau ISIS mengklaim anggota milisi mereka telah “menargetkan sejumlah warga negara anggota aliansi perang salib (koalisi anti-ISIS pimpinan Amerika Serikat) dan umat Kristen di Sri Lanka”.
Klaim ISIS melalui portal media Amaq ditanggapi Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe.
“Kami, khususnya aparat keamanan, memandang ada keterkaitan asing dan beberapa bukti menunjukkannya. Jadi jika ISIS mengklaimnya, kami akan menindaklanjuti klaim ini,” sebutnya.
Sebelum ISIS melontarkan klaim, Menteri Pertahanan Sri Lanka, Ruwan Wijewardene, menuding kelompok National Thowheed Jamath (NTJ) sebagai biang keladi rangkaian serangan tersebut.
Akan tetapi, berbeda dengan ISIS, NTJ tidak mengakuinya. Bahkan, sebelum tudingan diarahkan, sedikit informasi yang beredar tentang kelompok itu.
Siapakah NTJ?
Asal-usul
Hingga Senin (22/04), ketika juru bicara pemerintah Sri Lanka menyebut NTJ, jarang ada orang yang pernah mendengarnya.
Kelompok ini diyakini merupakan pecahan dari kelompok radikal lainnya, yaitu Sri Lanka Thowheed Jamath (SLTJ).
SLTJ pernah menjadi sorotan ketika sekretarisnya, Abdul Razik, ditahan pada 2016 karena menyulut kebencian terhadap umat Buddha. Dia belakangan mengeluarkan permohonan maaf.
Beberapa laporan juga mengaitkan NTJ dengan aksi vandalisme terhadap kuil-kuil Buddha di Mawanella, Sri Lanka bagian tengah, pada Desember 2018 lalu. Dalam peristiwa itu wajah sejumlah patung Buddha yang ditampilkan di bagian luar kuil dirusak.
NTJ sendiri adalah kelompok ekstremis di dalam kalangan minoritas Islam. Jumlah umat Muslim di Sri Lanka sebanyak 9,7% dari 21 juta penduduk.
Keberadaan NTJ di media sosial juga jarang terlihat. Meski punya laman Facebook, kelompok itu memutakhirkannya setiap beberapa pekan sekali. Terakhir kali NTJ merilis cuitan di Twitter adalah pada Maret 2018.
Laman NTJ pun tidak aktif—walau belum jelas apakah laman itu dinonaktifkan sebelum atau setelah serangan pada Minggu (21/04).
Keterkaitan dengan rangkaian serangan
Juru bicara pemerintah, Rajitha Senaratne, mengatakan kepada para wartawan di Kolombo bahwa sebelumnya ada “beberapa peringatakan dari intelijen asing mengenai serangan dalam waktu dekat”.
Ini bukan satu-satunya klaim bahwa aparat pemerintah telah mendapat peringatan.
Menteri Telekomunikasi, Harin Fernando, mencuit sebuah dokumen yang dilaporkan dikirim ke kepala kepolisian Sri Lanka awal bulan ini.
Dokumen itu secara eksplisit menyebut NTJ sekaligus peringatan bahwa kelompok itu berencana menyerang gereja-gereja dan perwakilan pemerintah India.
Dokumen tersebut mencantumkan nama Mohamed Zahran sebagai pemimpin NTJ.
Alan Keenan, selaku direktur lembaga kajian International Crisis Group, mengatakan kepada BBC 5Live bahwa NTJ “kelihatannya merupakan kelompok yang sama” dengan pelaku vandalisme di Mawanella.
Dia menambahkan, “Kepolisian pada akhirnya menahan sekelompok pemuda yang mengaku murid seorang pengajar agama yang namanya tercantum dalam dokumen intelijen yang keluar kemarin (Minggu ).”
Namun, mengingat kecilnya kelompok NTJ, para pejabat menduga mereka tidak beraksi sendirian.
“Menurut kami, organisasi kecil tidak mampu melakukan semuanya,” kata juru bicara pemerintah, Rajitha Senaratne.
“Kami kini menyelidiki sokongan internasional untuk mereka dan kaitan mereka lainnya, bagaimana mereka menghasilkan pengebom bunuh diri di sini, dan bagaimana mereka memproduksi bom seperti ini.”
Meski tidak menyebut nama NTJ secara blak-blakan, kantor kepresidenan Sri Lanka menguatkan keyakinan bahwa kelompok manapun yang berada di balik serangan, telah mendapat bantuan dari mancanegara.
“Dinas intelijen telah melaporkan ada kelompok-kelompok teror internasional yang berada di balik teroris-teroris lokal,” sebut pernyataan dari Presiden Maithripala Sirisena.
“Kami akan meminta bantuan internasional untuk memerangi mereka.”