Pemusnahan 6.000 ekor babi di satu rumah potong hewan milik pemerintah di Hong Kong menyusul penemuan kasus flu babi Afrika dimulai pada Senin (13/05) dengan memusnahkan sekitar 3.000 ekor atau 50% dari sasaran 6.000 ekor babi yang ada di rumah potong hewan Sheung Shui.
Kepastian tentang pemusnahan tersebut disampaikan oleh seorang juru bicara Biro Kesehatan dan Makanan Hong Kong, sebagaimana dilaporkan oleh media setempat.
Jika semuanya berjalan lancar, maka babi yang tersisa akan dimusnahkan keesokan harinya.
Pemusnahan 6.000 ekor babi ditempuh setelah otorita Hong Kong pada Jumat (10/05) memastikan penemuan kasus pertama flu babi Afrika di wilayah itu pada seekor babi di rumah jagal milik pemerintah Sheung Shui.
Pihak berwenang Hong Kong mengatakan flu babi mudah menular ke babi ternak maupun babi liar tetapi tidak menimbulkan risiko kesehatan bagi manusia.
Babi yang terinfeksi diketahui diimpor dari sebuah peternakan di Provinsi Guangdong, Cina.
Ganti rugi
Sebelumnya, Kepala Biro Pangan dan Kesehatan Hong Kong, Sophia Chan, mengatakan pemusnahan diambil sebagai langkah antisipasi mencegah penularan menyusul penemuan virus yang tidak dapat disembuhkan itu.
Menurutnya, pasokan daging babi segar di wilayah Hong Kong diperkirakan berkurang dalam waktu dekat tetapi masih ada pasokan babi di rumah potong hewan lainnya meski jumlahnya terbatas.
Dengan pemusnahan itu maka para pedagang berhak menerima ganti rugi.
Seorang pengurus Asosiasi Pedagang Babi, Hui Wai-kin, memperkirakan biaya ganti rugi bagi 6.000 ekor babi yang harus dibayarkan kepada para pedagang sekitar US$2,5 juta atau sekitar Rp36 miliar.
Jika di rata-rata, jumlah impor babi hidup dari Cina ke Hong Kong mencapai 4.000 ekor setiap hari, sedangkan pasokan dari peternakan Hong Kong sendiri hanya sekitar 200 ekor per hari.
Setelah flu babi Afrika menyebar di banyak peternakan di Cina tahun lalu, Hong Kong menerapkan larangan impor babi dari peternakan-peternakan yang terjangkit virus.
Rumah jagal Sheung Shui menangani sebagian besar babi yang diimpor dari Cina dan untuk sementara fasilitas tersebut ditutup menunggu proses pemusnahan dan disinfeksi rampung.
Asal mula flu babi Afrika
Flu babi Afrika berasal dari Kenya.
Virus itu ditemukan pada ternak babi pada tahun 1921. Sejumlah ahli mengatakan flu babi dapat ditularkan oleh babi hutan dan spesies tertentu yang tebal dan lunak yang kemudian menyebar ke babi yang diternak.
Virus tersebut secara garis besar dapat dikendalikan sampai tahun 2007 ketika muncul di Georgia, dan sejak itu dapat ditemukan di babi yang diternak maupun babi hutan.
Berbeda dengan flu babi, flu babi Afrika tidak dapat ditularkan ke manusia.
Menurut Kepala Biro Pangan dan Kesehatan Hong Kong, Sophia Chan, mengatakan daging babi yang dimasak secara matang aman untuk dikonsumsi.