Lebih dari 400 sekolah di Negara Bagian Johor, Malaysia, ditutup setelah 75 siswa mengalami kesulitan bernafas dan muntah.
Sekolah-sekolah yang diperintahkan ditutup sejak minggu lalu terdiri dari sekitar 100 sekolah dasar dan sekolah menengah, sekitar 300 taman kanak-kanak swasta, lapor kantor berita Bernama.
Sejumlah sekolah di kawasan industri Pasir Gudang ditutup sampai hari Kamis (27/06), sementara pihak berwenang menyelidiki polusi udara terbaru yang terjadi di negara bagian tersebut.
Pada bulan Maret sekitar 4.000 orang – sebagian besar anak-anak – jatuh sakit karena limbah kimia yang dibuang secara diam-diam di sungai.
Pemerintah mengatakan kejadian-kejadian tersebut tidak berkaitan.
‘Tindakan tegas’
Menteri Besar Johor Dr Sahruddin Jamal mengatakan 75 murid dari 15 sekolah mengeluh kesulitan bernafas dan mulai muntah-muntah. Dia mengatakan mereka semua telah dibawa ke rumah sakit.
Sebelumnya Dr Sahruddin mengatakan kepada para wartawan bahwa belum jelas penyebab penyakit terbaru ini.
Tetapi dia mengatakan bahwa hal ini tidak berkaitan dengan kasus polusi sebelumnya pada bulan Maret. Ketika itu 111 sekolah diutup dan ribuan orang menjadi sakit karena menghirup asap beracun dari sungai Kim Kim di dekatnya.
Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad pada hari Selasa berjanji akan mengambil “tindakan tegas” terhadap pihak yang bertanggung jawab atas kejadian ini.
Dia mengatakan peristiwa terbaru seharusnya tidak “terjadi lagi… setelah insiden sebelumnya”.
Pada bulan Maret, ribuan orang mengalami sesak nafas, sakit dada dan muntah-muntah setelah sekitar 40 ton limbah kimia dibuang secara ilegal di sungai.
Petugas kebakaran dan penyelamat mengidentifikasi paling tidak 15 jenis bahan kimia, termasuk hidrogen sianida yang sangat beracun dan tidak berwarna.
Malaysia kemudian menuntut tiga orang – dua warga Malaysia dan satu orang Singapura – terkait dengan kejadian tersebut.
“Semua limbah dari (sungai) Kim Kim telah dibuang,” kata Dr Sahruddin seperti dilaporkan media The Malay Mail. “Penyebab kasus terbaru masih diteliti.”