Perusahaan solusi keamanan siber asal Amerika Serikat (AS), Palto Alto Networks mengatakan masih minimnya sumber daya manusia (SDM) dan kesenjangan talenta bidang keamanan siber di Indonesia.

Sebab, menurut Field Chief Security Officer Kevin O’Leary ada sejumlah posisi yang mensyaratkan kualifikasi dan spesifikasi tugas yang luas bahkan kadang dianggap kurang realistis.

“Di Asia Pasifik sendiri, dibutuhkan paling tidak sekitar 2,14 juta SDM di bidang keamanan siber. Maka dibutuhkan pendekatan menyeluruh untuk mengatasi persoalan ini yaitu pengadopsian strategi otomatisasi dan mengeksplorasi seluruh alternatif yang ada,” ucapnya saat acara Prediksi Palto Alto Networks 2020 di Sentral Senayan, Jakarta, Selasa (2/12).

Menurut O’Leary, otomatisasi dianggap sebagai elemen kunci dalam penerapan strategi keamanan siber di masa depan karena tidak lagi membutuhkan campur tangan operasi dari manusia. Artinya, operasional perusahaan bakal dilakukan secara otomatis.

Selain itu, Palto Alto menyebut perusahaan mesti menekankan kepada karyawan mereka untuk lebih fokus mengasah skill untuk tugas-tugas tingkat tinggi yang tidak bisa diotomatisasikan seperti pemecahan masalah, komunikasi, dan kolaborasi.

“Hal itu memicu dirombaknya struktur security operating centre (SOC) dan terjadinya pergeseran kebutuhan SDM di bidang tersebut sehingga kesenjangan SDM dapat segera teratasi,” kata O’Leary.

Palto Alto Networks pun mencatat, tahun 2020 kemampuan EQ dan IQ seseorang bakal menjadi tolak ukur baru dalam proses pencarian SDM memiliki kemampuan dalam memecahkan permasalahan, baik engineering, analis maupun di bidang komunikasi.

Senada dengan Palto Alto Networks, konsultan spesialis perekrutan profesional Robert Walters menyebut menemukan ada masalah krisis talenta teknologi di era digital.

Country Manager Robert Walters, Eric Mary mengatakan masalah ini bukan hanya terjadi di Indonesia saja tapi banyak negara lain.

Menurutnya, industri saat ini sangat membutuhkan teknologi untuk bisnisnya. Agar perusahaan bisa berjalan dengan lancar, mereka membutuhkan orang-orang dengan keahlian di bidang teknologi.

Cara orang mengonsumsi sesuatu juga berubah ke arah digital. Eric mencontohkan empat tahun lalu belum banyak yang berbelanja online, yang sangat berbeda dengan saat ini.

“Sekarang setiap hari semua orang membeli secara online. Melakukan apapun secara online,” kata Eric kepada awak media di GoWork Millenium Centennial Center, Jakarta, 20 Juni lalu.

Penetrasi internet di Indonesia cukup tinggi saat ini. Menurutnya ini juga mengubah cara orang untuk mengonsumsi sesuatu.

Disarankan Bangun Banyak Data Center

O’Leary kemudian menyarankan untuk membangun lebih banyak data center di Indonesia demi menghadirkan layanan yang lebih baik bagi pelanggan.

Pada tahun 2020 banyak lembaga pemerintahan di Asia-Pasifik yang menerbitkan aturan terkait membatasi lalu lintas data khususnya pada informasi publik.

“Di Indonesia sendiri, sudah ada Peraturan Pemerintah soal Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik Nomor 71 Tahun 2019. Merespon hal ini, sepertinya perusahaan perlu mempertimbangkan untuk membangun lebih banyak data center di dalam negeri guna menghadirkan layanan yang lebih baik,” tuturnya.

Meski demikian, O’Leary menyebut dengan membangun data di dalam negara tak serta merta akan membuat data menjadi aman.

Oleh sebab itu, Palo Alto Networks mendorong perlunya tanggung jawab bagi entitas bisnis untuk mengadopsi strategi keamanan siber yang komprehensif.

“Ke depan, perusahaan perlu memantau setiap data yang hilir-mudik khususnya di kawasan yang ramai terkoneksi seperti ASEAN. Maka dibutuhkan kolaborasi antar berbagai sektor, baik swasta maupun pemerintah untuk mengevaluasi bagaimana insiden pembobolan data bisa diidentifikasi dan diketahui sejak dini,” pungkas O’Leary.

Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyebut dengan adanya Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE) Nomor 71 Tahun 2019 malah membuka peluang para pelaku digital dari luar negeri, untuk membangun data center mereka di Indonesia.

Kominfo menyebutkan sejumlah pelaku bisnis digital seperti Amazon dan Google yang bakal membangun data center mereka di Indonesia pada 2020.

Dengan dibangunnya data center di Indonesia, menurut Kominfo, dapat membuka peluang kerja bagi talenta digital Tanah Air untuk mendalami cloud service atau layanan awan.