Pelecehan Seksual Pastor Prancis Terhadap Anak Pramuka: Mengapa Baru Diadili 10 Tahun Sesudah Pengaduan?

0
647

Pengadilan terhadap Bernard Preynat, bekas pastor yang dituduh melakukan serangan seksual kepada anak-anak pramuka di tahun 1980-an dan 1990-an telah dimulai Selasa (14/01).

Preynat, 74 tahun, dituduh telah melakukan pelecehan seksual terhadap lebih dari 80 orang saat ia menjadi pastor dan menghadapi hukuman maksimal sepuluh tahun penjara.

Sidang Preynat dijadwalkan hari Senin (13/01) tetapi ditunda karena adanya pemogokan pengacara di Prancis terkait soal skema pensiun.

Selama persidangan nanti, sepuluh orang dijadwalkan akan bersaksi.

Mereka berusia antara tujuh hingga 15 tahun saat pelecehan seksual yang dituduhkan itu terjadi.

Terkait dengan kasus ini adalah Kardinal Philippe Barbarin, yang dinyatakan bersalah bulan Maret tahun lalu karena tidak melaporkan tuduhan terhadap Preynat.

Barbarin merupakan pendeta dengan profil paling terkemuka di Prancis dan juga akan menghadapi pengadilan dengan tuduhan skandal pelecehan seksual terhadap anak-anak.

Proses pengadilan diperkirakan akan berlangsung setidaknya empat hari.

Pengadilan ini ditunda 24 jam atas permintaan pengacara yang ikut serta dalam protes terhadap usulan kebijakan Presiden Emmanuel Macron untuk mengubah sistem pensiun di Prancis.

Apa tuduhan terhadap pastor Preynat?

Dakwaan terhadap Bernard Preynat adalah melakukan pelecehan seksual terhadap anak-anak pramuka antara tahun 1971 dan 1991, ketika ia menjadi pendeta di kepramukaan di Sainte-Foy-lès-Lyon di wilayah timur Prancis.

Puluhan orang mengaku bahwa Preynat melecehkan mereka ketika mereka kecil.

Sebelumnya, mereka menuduh Preynat berulang kali menyentuh mereka secara tidak pantas dan sesekali mencium mereka di bibir.

Preynat telah mengaku bahwa ia melakukan pelecehan itu selama dua dekade.

Namun beberapa korban menuduh bahwa otorita gereja menutup-nutupi tuduhan terhadap Preynat ketika dilaporkan pertama kali, dan membiarkan ia terus berurusan dengan anak-anak.

Ia muncul sejenak di pengadilan di Lyon hari Senin (13/01).

Preynat menyatakan ia sadar akan penderitaan yang disebabkan oleh perbuatannya, dan ia ingin agar pengadilan “dilaksanakan sesegera mungkin”.

Bulan Juli tahun lalu, Preynat dicopot dari jabatannya sebagai pendeta sesudah pengadilan gereja menyatakan ia telah melakukan “tindakan kriminal bersifat seksual terhadap anak-anak berusia di bawah 16 tahun”.

Pengacaranya mengatakan, sekalipun kliennya telah mengaku, ada undang-undang yang menyatakan tuduhan terhadap kliennya sudah kadaluwarsa, dan ia tak boleh diadili karenanya.

Namun penegak hukum berpendapat kejahatannya masih bisa diadili dan kasusnya dibuka.

Kejahatan ini ditutupi selama berpuluh tahun?

Kardinal Barbarin, yang merupakan uskup agung Lyon dan pendeta Katolik paling senior di Prancis – sebelum ia mengundurkan diri tahun lalu – dinyatakan bersalah tidak melaporkan kejahatan seksual Preynat kepada pihak berwenang.

Padahal Preynat pernah dikonfrontir berkaitan dengan meningkatnya desas-desus kejahatan Preynat ini di tahun 2010.

Bulan Maret 2019 Barbarin dijatuhi hukuman penjara enam bulan yang ditangguhkan, tetapi ia menyatakan naik banding.

Pengunduran dirinya ditolak oleh Paus Fransiskus berdasarkan asas “praduga tidak bersalah”, dan Barbarin mengatakan ia akan menyingkir “sementara” seiring upaya bandingnya.

Barbarin mengaku bahwa ia mengetahui tentang “desas-desus” itu sejak tahun 2010.

Namun ia menyatakan baru tahu mengenai tuduhan itu sesudah percakapan dengan salah seorang korban di tahun 2014.

Ia kemudian mengabarkan tuduhan itu kepada Vatikan dan mencopot Preynat dari posisinya, tapi tak pernah melapor kepada polisi.

Tuduhan ini diketahui umum pada tahun 2015.

Pada sidang bulan Maret lalu, ia menyatakan “Saya tak melihat apa salah saya. Saya tak pernah berusaha menyembunyikan apalagi menutup-nutupi fakta-fakta mengerikan itu”.

Putusan banding untuk Barbarin dijadwalkan pada tanggal 30 Januari.

Beberapa pejabat Vatikan lainnya juga dituduh tidak melaporkan kejahatan ini kepada polisi, termasuk Kardinal Luis Ladaria Ferrer, yang tidak akan diadili karena memiliki kekebalan hukum di bawah yurisdiksi Gereja Katolik Roma.

Skandal kejahatan seksual di Prancis ini diangkat ke dalam film By the Grace of God, yang sedianya akan diedarkan bulan Februari tahun lalu, tetapi ditunda karena adanya protes dari pengacara Preynat dengan alasan film itu akan mempengaruhi hasil persidangan.