Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Bioscience menyatakan kunang-kunang menghadapi ancaman kepunahan. Hal itu terjadi akibat hilangnya habitat, penggunaan pestisida, dan cahaya buatan.
Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Bioscience menyatakan kunang-kunang menghadapi ancaman kepunahan. Hal itu terjadi akibat hilangnya habitat, penggunaan pestisida, dan cahaya buatan.
Banyak kunang-kunang mengandalkan bioluminescence, reaksi kimia di dalam tubuh mereka yang memungkinkan untuk menyala saat menemukan dan menarik pasangan. Banyaknya cahaya buatan dapat mengganggu fase tersebut ini.
Penelitian juga mencatat, tingkat kecerahan di bumi mengalami peningkatan sebesar 23 persen.
“Selain mengganggu bioritme alami, termasuk polusi kita sendiri, polusi cahaya benar-benar mengacaukan ritual kawin kunang-kunang,” kata Avalon Owens seorang kandidat PhD dalam biologi di Universitas Tufts.
Profesor biologi dari Universitas Sussex, Dave Goulson mengatakan hilangnya habitat menjadi faktor paling utama yang mendorong kepunahan kunang-kunang. Sedangkan pestisida adalah faktor sekunder yang tidak bisa dikesampingkan.
“Tentu saja kunang-kunang sangat rentan terhadap polusi cahaya, lebih dari kelompok serangga lain, jadi masuk akal bahwa ini juga muncul sebagai perhatian utama,” kata Goulson.
Para ilmuwan telah merinci kiamat sunyi di antara populasi serangga, dengan 41 persen spesies serangga menghadapi kepunahan, menurut laporan baru-baru ini tentang penurunan serangga untuk UK Wildlife Trusts yang ditulis oleh Goulson.
Makalah menyoroti risiko yang ditimbulkan oleh insektisida, seperti neonicotinoid yang digunakan di AS untuk ladang jagung dan biji kedelai.
Selain tiga faktor itu, pariwisata juga memicu kepunahan kunang-kunang. Di Jepang, Taiwan, dan Malaysia misalnya, meningkatnya angka wisatawan yang mencapai 200 ribu pengunjung membuat populasi kunang-kunang menurun.
Di Thailand, peneliti juga mengatakan bahwa lalu lintas perahu motor di sepanjang sungai bakau di Thailand telah menumbangkan pohon dan mengikis tepi sungai dan menghancurkan habitat kunang-kunang. Sementara spesies yang tidak dapat terbang diinjak-injak oleh wisatawan di Carolina Utara dan Nanacampila di Meksiko.
Para penulis mengatakan pedoman diperlukan untuk membangun dan mengelola lokasi wisata guna melindungi kunang-kunang agar tidak terdampak polusi, pestisida, hingga terinjak.
“Tujuan kami adalah membuat pengetahuan ini tersedia bagi pengelola lahan, pembuat kebijakan, dan penggemar kunang-kunang di mana-mana,” kata Sonny Wong dari Masyarakat Alam Malaysia.
“Kami ingin kunang-kunang menerangi malam kami untuk waktu yang sangat lama,” ujarnya.
Sumber : CNN [dot] COM