PBB Merilis 112 Perusahaan Terkait Permukiman Yahudi di Tepi Barat, Palestina: ‘Ini Kemenangan Bagi Hukum Internasional’

0
716

Kantor Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-bangsa, PBB, merilis laporan berisi daftar perusahaan yang terkait dengan permukiman Yahudi di bagian Tepi Barat yang dikuasai Israel.

Laporan tersebut mengidentifikasi 112 entitas bisnis yang menurut kantor tersebut terlibat dalam aktivitas terkait dengan permukiman tersebut.

Perusahaan itu termasuk Airbnb, Booking.com, Expedia Group dan Motorola Solutions.

Warga Palestina mengatakan laoporan tersebut merupakan “kemenangan bagi hukum internasional”, tetapi Israel menyebutnya “memalukan”.

Sekitar 600.000 orang Yahudi tinggal di sekitar 140 permukiman yang dibangun sejak Israel menguasai Tepi Barat dan Yerusalem Timur pada 1967.

Permukiman tersebut dianggap ilegal di mata hukum internasional, meskipun Israel selalu membantahnya.

Warga Palestina telah lama menuntut pembongkaran permukiman tersebut atas dasar argumen bahwa permukiman berada di tanah yang mereka klaim akan menjadi bagian dari negara Palestina yang merdeka, dan keberadaannya sekarang akan menyulitkan impian negara Palestina merdeka itu jadi kenyataan.

Bulan lalu, Presiden Amerika Serikat Donald Trump membeberkan rencana perdamaian yang dianggap membuka jalan untuk Israel menguasai permukiman tersebut.

Dalam pidato di Dewan Keamanan PBB Selasa lalu, Presiden Palestina Mahmoud Abbas menekankan penolakannya terhadap rencana Trump dan menyebutnya terlihat “seperti keju Swiss”.

Tapi Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu mengatakan rencana tersebut merupakan “rencana terbaik yang pernah ada untuk Timur Tengah… untuk Negara Israel dan untuk warga Palestina juga”.

Apa isi laporan tersebut?

Pada 2016, Dewan HAM PBB memberi mandat pada Komisi Tinggi untuk HAM (OHCHR) untuk menyusun basis data perusahaan yang terlibat dalam aktivitas tertentu terkait permukiman.

Aktivitas yang dimaksud termasuk:

  • Menyediakan perlengkapan dan materi yang mendukung proses konstruksi dan pengembangan permukiman dan batas Tepi Barat yang dikuasai Israel
  • Menyediakan perlengkapan untuk pembongkaran rumah dan properti, dan pengrusakan peternakan, rumah hijau, kebun dan hasil panen zaitun
  • Menyediakan layanan dan peralatan yang mendukung perawatan permukiman, termasuk transportasi
  • Operasi perbankan dan keuangan yang membantu mengembangkan dan merawat permukiman dan segala aktivitasnya, termasuk pinjaman untuk perumahan dan usaha

OHCHR mengidentifikasi 112 entitas bisnis yang, menurut dasar yang cukup beralasan, telah terlibat dalam satu atau lebih dari aktivitas tersebut.

Dari semua entitas yang disebut, 94 berdomisili di Israel dan 18 di negara lainnya – AS, Prancis, Belanda, Luxembourg, Thailand, dan Inggris.

“Laporan tersebut menegaskan bahwa rujukan ini tidak menjadi dan tidak bertujuan untuk jadi bagian dari proses yudisial atau quasi-yudisial,” kata OHCHR.

“Sementara permukiman tersebut dianggap ilegal di mata hukum internasional, laporan ini tidak menjadi dasar karakterisasi hukum dari aktivitas yang disebut, atau keterlibatan perusahaan tersebut,” tambahnya.

Langkah lanjutan merupakan urusan negara-negara anggota Dewan HAM.

“Saya menyadari bahwa isu ini telah menjadi, dan akan terus menjadi, isu yang sangat diperdebatkan,” kata Michelle Bachelet, komisioner tinggi untuk HAM.

Bagaimana reaksinya?

Menteri Luar Negeri Palestina, Riyad al-Maliki, mengatakan: “Publikasi yang berisi daftar perusahaan dan pihak yang beroperasi di permukiman tersebut merupakan kemenangan untuk hukum internasional.”

Ia juga menyerukan pada negara anggota Dewan HAM PBB untuk “membuat rekomendasi dan instruksi kepada perusahaan-perusahaan tersebut untuk menghentikan pekerjaan mereka di permukiman”.

Netanyahu menyatakan negaranya akan membalas laporan tersebut dan menyatakan di akun Twitter-nya: “Siapapun yang memboikot kami akan diboikot. Kami secara tegas menolak upaya yang memalukan ini.”

Badan utama yang mewakili pemukim Yahudi, Dewan Yesha, mengatakan daftar tersebut mengandung “unsur anti-Semit yang jelas” dan menekankan bahwa perusahaan tersebut “berupaya untuk memperkuat ekonomi di area tersebut dan berkontribusi pada perdamaian lebih dari apa yang pernah dilakukan PBB selama bertahun-tahun”.

Human Rights Watch menyatakan daftar tersebut seharusnya menjadi peringatan bagi perusahaan: “Berbisnis dengan permukiman ilegal sama dengan membantu kejahatan perang.”

Belum ada komentar dari perusahaan-perusahaan yang disebut dalam daftar.