Karantina Wilayah Membuat Kehidupan Jutaan Anak Keluarga Miskin di India Kacau Balau

0
837

Aturan karantina wilayah selama 21 hari yang ditetapkan pemerintah India dalam pandemi Covid-19, membuat kehidupan jutaan anak di negara itu kacau balau.

Saat ini setidaknya 10 ribu anak di India membutuhkan bantuan setiap hari dan ribuan lainnya, diyakini setiap malam tidur dalam kondisi kelaparan.

Dengan total populasi anak yang mencapai 472 juta orang, India adalah negara dengan jumlah anak terbanyak di dunia.

Aktivis pemerhati anak menyebut, karantina wilayah demi memutus penyebaran Covid-19, berdampak pada sekitar 40 juta anak dari keluarga miskin di negara itu.

Anak-anak yang terdampak, termasuk mereka yang orang tuanya bekerja di sawah dan perkebunan di perkampungan India.

Selain itu, anak-anak dari keluarga pengumpul baju bekas di perkotaan, serta mereka yang orangtuanya berjualan balon, pulpen, serta pernak-pernik kecil di jalanan juga terdampak karantina wilayah ini.

Sanjay Gupta, direktur Chetna, sebuah badan amal di New Delhi yang fokus menangangi pekerja anak dan anak jalanan, menyebut karantina ini sangat dirasakan jutaan anak yang hidup di jalanan, di bawah jembatan, dan gang-gang sempit perkotaan.

“Selama karantina, setiap orang diminta tinggal di rumah. Tapi bagaimana dengan anak-anak jalanan? Ke mana mereka harus berlindung?” kata Gupta.

Saat ini diperkirakan lebih dari 70 ribu anak hidup di jalanan kota New Delhi. Namun Gupta yakin, angka sebenarnya lebih tinggi dari itu.

Menurut Gupta, anak jalanan sudah terbiasa hidup mandiri. “Mereka terbiasa bertahan hidup dengan kemampuan mereka. Ini adalah pertama kalinya mereka membutuhkan bantuan,” tuturnya.

“Namun mereka tidak termasuk dalam sistem dan tidak mudah ditemukan, terutama dalam situasi seperti sekarang ini. Para pekerja amal kami tidak bisa berkeliling kota kecuali mereka memiliki izin melanggar jam malam,” kata Gupta.

Izin itu sulit didapatkan karena badan amal seperti Chetna, tidak dianggap sebagai lembaga yang menyelenggarakan layanan dasar oleh pemerintah.

Gupta berkata, mereka harus memutar otak agar tetap bisa berkomunikasi dengan anak-anak jalanan.

“Banyak dari anak jalanan itu memiliki ponsel dan karena mereka biasanya berkelompok, kami mengirim pesan singkat atau video TikTok kepada mereka tentang cara tetap aman dan memperhatikan hal-hal penting,” ujar Gupta.

Sebaliknya, Gupta juga menerima pesan video dari anak-anak jalanan. Gupta meneruskan beberapa video itu kepada saya.

Mereka menunjukkan rasa ketakutan serta ketidakpastian yang menyerang kehidupan mereka.

Terdapat beberapa testimoni dari anak-anak jalanan yang cemas karena orang tua mereka bakal kehilangan pekerjaan. Mereka bertanya-tanya bagaim

Ada juga video dari anak-anak jalanan yang menyatakan mereka mampu bertahan hidup.

Salah satu dari mereka berkata, “kadang-kadang orang datang dan membagikan makanan. Saya tidak tahu siapa mereka, tapi jumlah makanannya sangat sedikit. Kami hanya bisa makan sekali dalam dua-tiga hari.”

Akibat karantina wilayah ini, kata dia, mereka tidak diperbolehkan mengambil air bersih dan kayu bakar. “Saya tidak tahu bagaimana kami bisa bertahan dalam kondisi seperti ini. Pemerintah harus menolong kami,” tuturnya.

Otoritas setempat mengklaim telah menyediakan bantuan. Komisi Perlindungan Hak Anak New Delhi membagikan makanan kepada anak jalanan dan keluarga rentan di ibu kota India.

Di banyak kota lainnya, pemerintahan lokal dan badan amal juga mendistribusikan makanan kepada anak jalanan serta gelandangan.

Namun skala persoalan ini menakutkan.

Gupta berkata, sejak karantina wilayah diterapkan secara penuh, pemerintah harus memastikan penyaluran kewajiban untuk memberi makanan kepada anak jalanan tiga kali sehari.

Ada juga yang dia sebut sebagai anak-anak jalanan yang tidak terlihat. Mereka ini tinggal jauh dari jalanan utama kota, di area yang tidak mudah dijangkau.

“Ada ribuan anak dalam kategori itu dan kami belum bisa menggapai mereka,” kata Gupta.

Bukan hanya anak dari keluarga miskin yang terdampak karantina wilayah ini. Anak-anak lain juga mengalami kebingungan dan stres dalam situasi tersebut.

Pusat kontak bantuan 24 jam untuk anak yang dikelola pemerintah India, menerima kasus dalam jumlah yang lebih banyak sejak karantina wilayah diberlakukan 24 Maret lalu.

Dalam tujuh hari pertama, Childline India Foundation menerima 300 ribu telepon. Pada kondisi sebelumnya ,dalam sepekan mereka biasanya mendapat 200 ribu panggilan.

Kontak bantuan itu, yang menyediakan layanan di 569 distrik dan 128 stasiun kereta api, menerima laporan kekerasan terhadap anak hingga laporan anak hilang setiap hari.

Saat ini, menurut pernyataan resmi pemerintah India, ribuan panggilan telepon yang masuk berbicara tentang pandemi Covid-19.

Para penelepon, baik anak maupun orang tua dan wali, kadang-kadang meminta bantuan makanan. Namun kebanyakan dari mereka ingin tahu tentang gejala Covid-19 dan layanan medis terdekat.

Pegiat hak anak di India, Bharti Ali, menyebut para remaja khawatir karena mereka terjebak di tengah ujian sekolah, tanpa kepastian kapan ujian tersebut akan dilaksanak

Mayoritas anak berusia di bawah 14 tahun, kata Bharti, cemas karena orang tua mereka menjadi begitu ketat dan berkata ‘jangan sentuh itu, gunakan cairan pembersih tangan’.

Preeti Verma, anggota Komisi Negara Bagian Uttar Pradesh untuk Perlindungan Hak Anak, menyebut anak-anak mendengar dan membaca berita tentang virus corona setiap waktu.

Imbasnya, meski anak-anak itu hanya mengalami batuk atau demam ringan, mereka khawatir terpapar virus itu.

“Mereka menikmati hari-hari awal karantina karena menanggapnya sebagai jeda sekolah, tapi kini karantina berlanjut dan jumlah pasien positif Covid-19 terus bertambah. Banyak anak menjadi resah.”

“Mereka terjebak di dalam rumah, terisolasi dari teman dan masyarakat luas. Jadi mereka menunjukkan kebosanan bahkan kepanikan,” kata Verma.

Dalam situasi seperti itu, kata Verma, tanggung jawab orang tua semakin besar. Menurutnya, orang tua harus bisa menentramkan anak-anak mereka.an.